Kamis, 24 Februari 2011

Cirebon, Tautan yang Terserak

Dadang Kusnandar
http://www.kompasiana.com/dadangkusnandar_cirebon

MEMBICARAKAN sejarah tentu tak ada habisnya. Setiap orang punya versi sejarah sendiri-sendiri dan pasti berbeda dengan yang lain. Setiap penulis sejarah pun memiliki versi sendiri menyoal sejarah. Maka berlangsung terus pengetahuan dan pemahaman yang beragam terhadap satu peristiwa sejarah. Sejarawan yang menulis buku pun saling berbeda versi sehingga menimbulkan pemahaman yang selalu tidak bersentuhan, terutama menyangkut hal-hal yang krusial. Ketika sejarawan itu mengajarkan versi sejarahnya kepada mahasiswa dan murid sekolah, kesalahpahaman sejarah tidak terhindarkan. Dan begitulah berlangsung terus sepanjang masa, sehingga sejarah tidak pernah lurus, sehingga sejarah seakan hanya mampu bicara angka tahun, periodesasi kekuasaan, saling tikam dan bunuh demi mempertahankan kekuasaan, nama-nama besar yang menindas (kendati kerap ditulis masa keemasan sejarah).

Membicarakan sejarah Cirebon, ingatan kita akan menerawang kepada nama-nama Susuhan Jati atau Sunan Gunungjati atau Syekh Syarif Hidayatullah atau Walisanga ke-9 yang menyebarkan agama islam di jawa barat pada 600 tahun ke belakang. Juga Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Cakrabumi atau Pangeran Cakrabuana, Prabu Siliwangi dari Pajajaran yang ditautkan sebagai leluhur Sunan Gunungjati karena menurunkan Walangsungsang. Begitu pula Nyi Mas Rarasantang, Nyi Mas Gandasari, Syekh Magelung yang punya kisah monumental dengan rambut gondrongnya, Panembahan Girilaya, Pangeran Sutajaya atau Pangeran Losari dan sebagainya. Demikian pula Ong Tien Nio yang ditautkan dengan pelawatan Sunan Gunungjati ke Cina. Tak lepas pula sejumlah keraton yang hingga kini masih tegak berdiri di Cirebon.

Demikian juga akan menyeret nama Ki Bagus Rangin, Ki Bagus Serit, Ki Bagus Arsitem dengan peristiwa heroik Pemberontakan Cirebon 1818 yang sudah ditulis Van der Kemp, tentara Belanda yang ikut menumpas pemberontakan santri pertama di Indonesia dari desa Kedondong kabupaten Cirebon. Belanda yang merugi ribuan gulden dan sejumlah kapal perangnya hangus terbakar itu bagai terlupakan dari catatan sejarah nasional, mungkin kalah keren dengan Perang Jawa atau Perang Diponegoro 1825-1830 karena sumbu pemberontakan bermula dari keraton Mataram, sedangkan Ki Bagus Rangis cs hanya seorang ustad dengan ratusan santrinya.

Namun ketika di tahun 2002 saya berbincang dengan budayawan Kuningan, nampak jelas ada penolakan hegemoni budaya Cirebon terhadap kuningan, karena menurutnya sejarah kuningan bukan berawal dari perjalanan Putri Ong Tien Nio dari Luragung ke Cirebon, melainkan dari Kerajaan Seuweu Karma yang berdiri sebelum ada kerajaan Cirebon.

Tidak keliru jikalau kolumnis Mahbub Djunaidi menulis di Asal Usul, munculnya satu penulisan sejarah akan menambah jumlah versi sejarah yang baru. Tak keliru pula jikalau sejarawan Asvi Warman Adam begitu ngotot berupaya meluruskan pemahaman sejarah yang bengkok itu. Dan begitu pula yang dilakukan sejarawan kampus dan sejarawan kampong manakala mencoba menceritakan sejarah pada berbagai kesempatan publik.

Membicarakan sejarah Cirebon sebagaimana digagas akan munculnya buku sejarah Cirebon yang ditulis keroyokan oleh sejarawan Sobana, Mumuh Mz (keduanya dari F Sejarah Unpad), Prapto dari jurusan sejarah kontemporer UI, Zaenal dari STAIN Cirebon, serta dosen lain yang dihadirkan sebagai nara sumber pada seminar draft penulisan sejarah Cirebon di Cirebon 12-13 Agustus lalu; menyegerakan sejumlah peserta yang diundang dari Cirebon, indramayu, kuningan dan majalengka untuk saling mengungkap pemahaman sejarah yang selama ini mendekam di benaknya.

Sejarah tak pernah lurus, itu kata-kata saya dalam seminar di atas lantaran setiap orang punya versi sendiri. Ini pun melanda sejarah Cirebon yang kerap merujuk buku babad Purwaka Caruban Nagari (PCN) yang ditulis Pangeran Ariacarbon pada 1720 berdasarkan ingatan pada dialog Wangsakerta. Menurut hemat saya, ingatan manusia memiliki keterbatasan apalagi dituliskan ratusan tahun setelah dialog. Maka saya menyebut sejarah Cirebon ditulis berdasar ingatan yang lupa. Akibatnya, banyak hal-hal yang luput sebagai substansi sejarah itu sendiri lantaran lupa juga yang membentuk bangun sejarah Indonesia.

Imagined community yang dirilis Ben Anderson menjelaskan bangsa yang ada jika ada yang membayangkannya merupakan penanda betapa lemahnya ingatan manusia, dan unsur lupa adalah sangat manusiawi. Maka ketika Prapto sejarawan UI mengatakan bahwa babad merupakan sastra yang dilegitimasi seakan-akan bernama sejarah, bagi saya jadi menarik. Simpel saja, pertama, PCN lebih mirip cerita yang ditautkan dengan merangkai Cirebon ke masa lalu semisal hubungan budaya dengan Cina, Campa (sekitar Kamboja), India, dan Arab lantas meluncurlah cerita lisan dalam babad yang selalu dirujuk sejarawan yang menggulati sejarah jawa barat. Dengan cara merangkaikan peristiwa demi peristiwa yang berlatar pantai utara jawa barat yang bernama Karesidenan Tjirebon dan diberi status Kotapradja oleh Belanda, wilayah ini menorehkan catatan sejarah yang antara lain ditulis berdasar sifat lupa.

Kedua, saya curiga PCN ditulis bukan pada tahun 1720 tetapi paska kemerdekaan karena meminjam ujaran Mumuh Mz, catatan sejarah Cirebon pada masa pendudukan jepang amat minim. Bagaimana mungkin sejarah 1942-1945 di Cirebon tidak ada yang menuliskan sementara di tahun 1720 sudah ada yang menuliskan babad menjadi buku “babon” sejarah Cirebon? Pada seminar itu saya menyampaikan jangan-jangan penulisan tahun PCN dibuat muncur agar Nampak tua dan bersejarah. Ketiga, membicarakan sejarah Cirebon sepertinya pekerjaan berat karena dituntut untuk mempertautkan catatan-catatan yang terserak terutama ketika VOC bangkrut pada 1799 dan semua imperiumnya di Indonesia dibeli Belanda. Sayang sekali, saat itu raja-raja di Cirebon tidak melakukan perlawanan bersenjata kepada Belanda. Setelah itu kerajaan Cirebon menjadi milik belanda termasuk pengangkatan sultan pun atas restu dan penunjukkan belanda. Sebelumnya ada peran Sultan Agung Mataram yang mempunyai wewenang mengangkat raja Cirebon, mengeksekusi Pangeran Dipati Ukur dan menentukan batas wilayah kerajaan Cirebon sebagai bagian pemekaran kerajaan Mataram.

Keempat, penulisan sejarah akan lebih mengena bila mendatangkan saksi sejarah yang dalam kata-kata Nurdin M Noer, budayawan Cirebon, “Saksi sejarah adalah nara sumber dalam penelitian. Itu pun terbatas pada peristiwa kekinian. Lebih dari 100 tahun sejarah sering berawal dari katanya”. Begitulah maka dalang Askadi Sastrasuganda pun menyatakan sejarah identik sejare-jare (katanya). Kelima, penulisan sejarah Cirebon akan mengundang multi tafsir tatkala masuk ke fase islam dan masa penjajahan. Keenam, bagaimana mungkin sejarah Cirebon ditulis dari masa prasejarah hingga 1950 seandainya referensi dan rujukannya sangat minim. Sekali lagi saya mengingatkan agar penulisan sejarah Cirebon dibatasi per peristiwa, misalnya menyoal kekejaman kemanusiaaan pada 1965, catatan tentang Darul Islam di Cirebon karena masih banyak pensiunan tentara yang masih hidup dan baik ingatannya pada peristiwa Pagar Betis menumpas gerakan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 1963.

Sampai sekarang saya tidak tahu apakah di Cirebon ada artefak tua berupa punden berundak atau waruga, dolmen sehingga tertorehkan catatan pemerintahan dan raja-raja pada masa pra sejarah Cirebon. Bukankah pada masa itu sejarah atau peraturan raja dan sebagainya ditulis di sebongkah batu atau di di permukaan daun lontar? Jika tidak ada artefak atau situs tua, mungkin aka nada catatan pra sejarah Cirebon?

Kembali ke masalah awal. Penulisan sejarah Cirebon sebaiknya dilakukan berdasarkan peristiwa heroic. Di Jakarta, Hermawan Sulistyo dari LIPI sempat berujar, jarang sekali buku sejarah yang mengungkap peristiwa getir 1965 bahkan hingga wafatnya Marsekal Udara Omardhani Juli 2009 ybll realitas 1965 dan tahun-tahun sekitarnya tetap buram. Ah, sulit ditaut dan dibayangkan sebuah buku induk sejarah Cirebon yang konon ditulis sejak masa pra sejarah hingga 1950, didanai dari APBD Propinsi Jabar tahun anggaran 2010 dan digerakkan oleh tim yang disusun berdasarkan seminar di cirebon 12-13 Agustus 2009 yang diadakan oleh dinas pariwisata dan budaya jawa barat.

Sebagai anak bangsa, sudah seharusnya kita paham sejarah. Kita pahami dia untuk menarik pertautan masa lalu dan masa kini sehingga kendati tidak ada pengulangan sejarah yang sama persis, namun setidaknya kita dapat mengambil hikmah dari tautan itu. Akan tetapi penulisan sejarah tetap harus bermula dari kesungguhan tim dalam mengumpulkan dan mengolah data, termasuk diantaranya mendatangkan saksi sejarah yang memahami item sejarah Cirebon. Jika tidak, terus terang saya khawatir penulisan buku sejarah Cirebon yang kelak akan dianggap sebagai buku babon itu pun akan tersungkur menjadi proyek yang tergesa-gesa.***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi