Damhuri Muhammad
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/
Politik kolonial jelas membias dalam geliat pertumbuhan sastra Indonesia. Gejala ini tampak kentara, sejak berdirinya Balai Pustaka (1918) sebagai lembaga penerbitan Belanda yang bukan saja “memperalat” sastra, tapi juga “mengendalikan” gerak-geriknya agar tak menjadi ancaman laten.
DA. Rinkes (direktur pertama Balai Pustaka) seperti dikutip Maman S. Mahayana (2001), mencatat tiga kriteria yang digunakan Balai Pustaka dalam menyensor naskah-naskah yang akan diterbitkan, yaitu tidak antikolonial, tidak menyinggung perasaan dan etika golongan tertentu, dan tidak menyinggung perasaan agama tertentu. Akibatnya, lahirlah sastra elitis, tak menyinggung masalah perbedaan etnis dan yang paling muntlak adalah terlarang mengembuskan semangat kebangsaan.
Pemerintah kolonial tak henti-henti berupaya membendung pengaruh bacaan non-Balai Pustaka. Diusungnya sejumlah istilah peyoratif yang meminggirkan proses kreatif para pengarang di luar pagar Balai Pustaka. Karya-karya mereka diklaim sebagai “bacaan liar”, berbahaya, dan menyesatkan.
Sentimentalisme D. A. Rinkes (1923) menyebut mereka “saudagar kitab jang kurang sutji hatinja.” Untuk menyediakan bacaan sastra (yang “tidak liar”) bagi bumi putera, pada 1918, Balai Pustaka menerbitkan Tjerita Si Djamin dan Si Djohan (saduran dari Jan Smees karya J. Van Maurik). Dua tahun kemudian, terbitlah roman Azab dan Sengsara (1920), karya Merari Siregar, disusul Siti Nurbaja (1922) karya Marah Rusli.
Tetapi, “bacaan-bacaan liar” justru makin liar menyuarakan etos perlawanan terhadap Belanda. Buah karya para pengarang yang “membangkang” itu serupa api dalam sekam, yang di permukaan panasnya tak terasa, tapi di kedalaman timbunan sekam, gejolaknya tiada kunjung padam.
Ironisnya, sejarah sastra kita tidak mencatat gejolak perlawanan itu (dalam batas-batas tertentu ada kesengajaan untuk menghapus jejaknya). Padahal, sepak terjang sastra pinggiran ini berperan penting dalam membangun kesadaran kebangsaan paling awal. Jangan-jangan keterceceran ini juga bagian dari kepentingan tertentu untuk mengukuhkan bahwa sejarah sastra Indonesia modern lahir sejak Balai Pustaka tegak berdiri?
Siswa-siswa sekolah dewasa ini merasa asing dengan teks-teks sastra karya para pengarang pribumi seperti Hikajat Siti Mariah (1912 ) karya Haji Moekti, Njai Permana (1912) karya RM. Tirto Adhi Soerjo, Hikajat Kadiroen (1924) karya Semaoen, dan Studen Hidjo (1919) karya M. M. Kartodikromo. Begitu juga karya-karya pengarang Tionghoa peranakan, seperti Oey Se (1903) karya Thio Tjien Boen, Lo Fen Koei (1903) karya Gouw Peng Liang, Tjerita si Riboet (1917) karya Tam Boen Kim, Nyai Marsina (1923) karya Numa, Boenga Roos Dari Tjikembang (1927) karya Kweek Tek Hoaij, Itu Bidadari dari Rawa Pening (1929) karya Madame d`Eden Lovely, dan Njai Isah (1931) karya Sie Liplap.
Roman Njai Permana berkisah perihal seorang mantri polisi berwatak serakah. Menghalalkan segala tipu muslihat untuk menguasai kepemilikan tanah pada saat rakyat sedang terpuruk dalam kemiskinan dan ancaman kelaparan. Sementara itu, Hikajat Kadiroen menceritakan seorang pegawai negeri (Tjitro) yang semula mengabdi pada pemerintah Belanda, lalu berhenti dari pekerjaannya dan bergabung dalam aktivitas politik sebagai bentuk perlawanan. Semaoen menunjukkan bagaimana persinggungan dengan realitas objektif menjadi awal dari kesadaran kritis di kalangan menengah terpelajar (Agus Hernawan, 2004).
Hasrat melawan “bacaan-bacaan liar” berbeda dengan produk-produk Balai Pustaka yang mengawal para pengarangnya agar tidak kebablasan memperlihatkan watak kekuasaan kolonial. Maka, yang terbaca adalah sikap apatis dan pasrah pada nasib. Dalam banyak roman, yang tergambar hanyalah perwatakan hitam dan putih, “kebaikan” selalu mengalahkan “kejahatan”. Tetapi, yang “baik” itu selalu tokoh kolonial atau setidaknya prokolonial. Watak kolonial dicitrakan sebagai orang sabar dan bijak, sementara yang “jahat” selalu pribumi seperti Datuk Maringgih (tokoh zalim, tidak taat pajak, dan membangkang) dalam Siti Nurbaja.
Selain pencitraan yang merendahkan sastra non-Balai Pustaka, pemerintah kolonial juga memarginalkan peranan bahasa Melayu sebagai media ekspresi sastra perlawanan dengan pemisahan dikotomik antara Melayu Tinggi dan Melayu Rendah (Melayu Pasar). Bahasa Melayu tinggi adalah bahasa Melayu baku yang dikembangkan oleh guru-guru Melayu, utamanya yang bekerja di Balai Pustaka. Ditegaskan bahwa bahasa Melayu Tinggi (Melayu Balai Pustaka) inilah yang kemudian menjadi asal Bahasa Indonesia (A. Teeuw, 1972).
Sementara bahasa Melayu Pasar adalah bahasa yang berkembang di kalangan rakyat dan penerbitan swasta milik orang-orang Tionghoa peranakan (Hindia Bergerak, Sinar Hindia, Oetoesan Hindia, dan Persatoean Hindia) dan Indo Eropa sebagai “bukan bahasa” dan tidak patut digunakan (Hilmal Farid, 1996).
Pola pemisahan ini bertolak belakang dengan egalitarianisme dan inklusivisme bahasa Melayu. Di sini, lagi-lagi ada agenda tersembunyi yang hendak dilakukan pemerintah kolonial (melalui Balai Pustaka). Mereka memperlakukan bahasa Melayu dalam jenjang hierarkis, kasta-kasta, dan derajat bertingkat-tingkat.
Perumusan tata bahasa Melayu Tinggi yang dipelopori C.A Van Ophuijsen telah menempatkan peradaban tanah jajahan dalam tata pandang universalitas Barat (Ariel Heryanto, 1989). Ada gelagat hendak menguasai bahasa untuk memperkokoh dominasi dan kekuatan. “Language is also a medium of domination and power,” kata Jurgen Habermas (1967).
Geliat sastra pinggiran ini juga dilatarbelakangi oleh corak karya sastra pengarang-pengarang Belanda yang menggambarkan masyarakat pribumi dalam image yang berderajat rendah (malas, bodoh, dan kampungan). Salah satunya terlihat pada kejelian G. Francis dalam Njai Dasima, seperti dicatat Saifur Rohman (2002). Nyai Dasima adalah gundik Edward (Belanda totok). Kebahagiaan mereka terusik oleh seorang pribumi berstatus kiai. Diceritakan, kiai itu berhasil membujuk Nyai Dasima agar memeluk Islam. Dengan piawai, pengarang menuturkan bahwa seorang Muslimah tidak boleh bersuami orang Belanda. Maka, Nyai Dasima harus melepaskan diri dari Edward. Tetapi, kiai yang kemudian menikahi Nyai Dasima (setelah lari dari Edward) ternyata berniat jahat, ingin menguasai harta Nyai Dasima. Setelah jatuh miskin, Nyai Dasima dibunuh, mayatnya dibuang ke sungai yang mengalir sampai ke belakang rumah Edward. Edward menemukan mayat Nyai Dasima yang sudah membusuk. Pribumi digambarkan secara berjarak oleh pengarang sebagai pembohong, licik, dan penipu.
Berangkat dari model penggambaran distortif ini, para pengarang pribumi (juga pengarang Tionghoa peranakan) membangun budaya tanding untuk mengembalikan dan menempatkan etos masyarakat terjajah pada maqom yang lebih bermartabat. Di titik ini, sastra dilawan dan dipatahkan dengan sastra pula. Amat disayangkan, geliat sastra pinggiran sebagai “juru bicara zaman” di saat keadaban bumi putera sedang terimpit di bawah hegemoni kolonial dilupakan dalam sejarah sastra kita? Menghapus jejak sastra pinggiran sama saja dengan mengakui bahwa sastra Indonesia bermula sejak berdirinya Balai Pustaka yang berwatak kolonial itu. ***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
1 komentar:
Slam knal, sya izn mngutip artikel Anda to tmbahan tgs mkalah sya.
trmksih byk..
Posting Komentar