Jumat, 30 Juli 2010

Aceh di Mata Sastra

Herman Rn*
http://sosbud.kompasiana.com/

Jika ada yang menyebutkan “Aceh dan Islam” adalah ibarat dua sisi mata uang, yang apabila satu di antaranya tidak ada maka tak berfungsi mata uang tersebut, di sini saya hendak menisbatkan Aceh di mata sastra. Dalam hemat saya, “Aceh dan sastra adalah ibarat keniscayaan zat ngon sifeut, kulet ngon asoe, agam ngon inong, langet ngon bumo“.

Mungkin jargon ini memang terlalu berlebihan. Namun, inilah Aceh dan sastra. Terlepas dari ada atau tidaknya kesetujuan orang terhadap nisbat tersebut, hemat saya demikian adanya. Mereka yang memberi gelar pada Aceh sebagai Seuramoe Makkah, Tanoh Rincong, Nanggroe Iskandar Muda, Daerah Modal, Daerah Istimewa, hingga terakhir sebagai Negeri Syariat Islam, tentunya memiliki alibi masing-masing. Maka saya menisbatkan Aceh dan sastra sebagai zat ngon sifeut, juga berdasarkan asumsi yang saya miliki.

Menurut saya, kejayaan dan kemasgulan Aceh tak lepas dari peran sastra dan sastrawannya yang membuat nama daerah ini dikenal hingga ke bangsa luar, bansigom donya. Kendati demikian, tentu pula tak terlepas dari peran pejuang-pejuang Aceh di masa silam yang menjadikan sejumlah ulama Aceh berani lahir sebagai sastrawan, yang kemudian pada akhirnya mengukir Aceh di mata dunia, bahkan di hati bangsa-bangsa yang pernah menjajah wilayah Aceh. Sungguh, dengan demikian, ulama Aceh pada masa silam adalah sastrawan.

Kita sebut saja dengan nama Nuruddin Ar-Raniry dan Syekh Abdul Rauf As-Singkili, dua ulama Aceh ini juga tercatat dalam ensiklopedi atas nama sastrawan. Sangking masyhurnya, Prof. Dr. Hamka menyatakan bahwa menyebut nama dua ulama besar (Nuruddin Ar-Raniry dan Abdul Rauf As-Singkili) itu, sama halnya dengan menyebut 1000 bahkan 2000 orang Aceh lainnya. Mengapa bisa? Karya sastralah yang membuat mereka bisa seperti itu.

Sebut saja salah satu karya sastra dimaksud kitab tafsir Turjuman Al-Mastafiid, satu dari sekian karya Abdul Rauf As-Singkili yang bernama lengkap Syekh Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Turjuman Al-Mastafiid merupakan sebuah kitab tafsir pertama terhadap seluruh isi kandungan Al-Quran, mulai dari Surah Al-Fatihah sampai dengan Surah An-Nash. Sampai hari ini, kitab tafsir tersebut masih diakui sebagai karya sastra fenomenal yang belum ada tandingannya sebagai sebuah karya tafsir terhadap wahyu Allah swt. Sayangnya, masyarakat Aceh, sekalipun dia meyebut diri sebagai sastrawan, masih jarang kenal terhadap kitab tersebut. Kalaupun ada yang tahu pasti tentang Turjuman Al-Mastafiid, hanya sekelompok orang. Padahal, di luar sana, karya tersebut sangat dikagumi dan bernilai sehingga meskipun sudah berlangsung belasan abad, Turjuman Al-Mastafiid masih terus dicetak ulang. Pencetakan ulang secara kontinyu terhadap kitab tersebut dilakoni oleh penulis terkenal di Mesir, Syaikh Mustafa al-Babi al-Halabi. Disebutkan pula bahwa kitab tafsir tersebut masih dibaca tekun oleh Muslim di Negeri Syiam, Kamboja, Malaysia, Banjar, dan mungkin sejumlah wilayah lainnya. Turjuman Al-Mastafiid adalah satu dari sekian karya Abdul Rauf yang telah membawa nama Aceh dikenal gagah oleh bangsa-bangsa luar.

Selanjutnya, yang membawa nama Aceh dikenal di dunia karya sastra adalah Bustanussalatin. Goresan pena Nuruddin Ar-Raniry itu telah membuktikan bahwa sastra di Aceh sudah hidup dan berkembang sejak zaman kejayaan Iskandar Muda.

Tersebut pula Hikayat Prang Sabi karangan Teuku Chik Pante Kulu. Sangking dikenalnya sastra berbentuk hikayat itu, Belanda secara khusus mengirim Snouck Hurgronje untuk meneliti sastra tersebut. Snouck yang terkenal punya banyak ide dan licik itu menyimpulkan bahwa Hikayat Prang Sabi berbahaya bagi orang asing yang masuk ke Aceh, terutama bangsa non-Islam seperti Belanda. Hal ini karena dalam hikayat tersebut dikatakan bahwa perang melawan kaphé Beulanda adalah suci dengan imbalan surga. Karenanya pula, sastra satu ini berhasil membawa nama Aceh sepanjang abad untuk dikenal dan disegani oleh bangsa luar, terlepas masa sekarang perubahan terhadap apa yang ditakutkan itu tidak lagi berterima.

Sastra Panggung

Selain dalam bentuk sastra tulis atau sastra tutur, Aceh juga dikenal dengan sastra panggungnya. Salah satu sastra tersebut adalah seudati. Para pakar kolonialis Belanda sepakat bahwa dalam gerak seudati terkandung nilai-nilai karakteristik keacehan yang sangat tinggi. Melalui gerak tarian seudati disimpulkan oleh para peniliti Belanda bahwa Aceh memiliki sifat ke-aku-an yang sangat memuncak, egois, dan arogan. Tuduhan itu disematkan dari gerak seudati yang berulang kali menepuk dada, memukul perut, dan menelisip “licik” dari kelincahan keramaian lewat variasi gerak yang beragam. Keindahan gerak itu ditamsilkan awak Belanda sebagai kelicikan ureueng Aceh dalam melakukan penyusupan ke dalam pihak musuh.

Kendati disematkan dengan nilai-nilai negatif, seudati diakui sebagai simbol sastra yang sangat tinggi, yang geraknya sulit ditiru oleh orang (bangsa) lain. Ini pulalah yang membuat Aceh semakin dikenal di mata sastra.

Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan Aceh boleh jadi dikenal oleh bangsa luar lewat Iskandar Muda. Namun, masa pemerintahan tersebut mulai pudar seiring bergantinya rezim pemerintahan di Aceh atau jika boleh tidak munafik, kehilangan gemilang itu sejak Aceh termakan tipu muslihat Indonesia. Bayangkan saja, berapa besar sumbangan rakyat Aceh untuk membeli dua pesawat terbang bagi Indonesia, tetapi yang dibeli hanya satu pesawat RI-001, sedangkan uang sisa satu pesawat lagi, tak jelas. Ini baru secuil kisah memilukan Aceh dari Indonesia, belum lagi kita balik sejarah Aceh yang membiayai hidup pakar-pakar kebanggaan Indonesia seperti Dr. Sudarsono di India, L.N.Palar di Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) New York, biaya keliling Haji Agussalim, hingga Konferensi Asia di New Delhi pun dibiayai dari uang rakyat Aceh. Bukankah semua ini dapat menjadi catatan sejarah kegemilangan Aceh masa lalu?

Hal ini terkesan pudar atau sengaja dipudarkan (?). Maka sastra menjawab itu semua sehingga tak mampu dikalahkan. Nuruddin Ar-Raniry dan Abdul Rauf As-Singkili adalah salah satu dari sekian contohnya. Kemasyhuran dan kemasygulan dua sastrawan itu pula, menjadikan Aceh sangat dikenal dalam bidang agama, terutama atas nama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa gelar Serambi Makkah itu muncul karena adanya sastrawan. Artinya, ada sastrawan dahulu, baru muncul gelar-gelar yang lain. Itu salah satu alibi saya menyebut Aceh tak dapat dilepaskan dari sastra serupa kulit dengan isi.

Sastrawan dengan karyanya memperkenalkan Aceh ke belahan dunia mana pun secara cepat, sedangkan raja, menjadi masgul hanya tatkala pemerintahannya bagus dan apik dikelola. Jika mengacu pada zaman sejarah, sang raja baru akan dikenal oleh bangsa luar tatkala menang perang dengan segala taktiknya. Sedangkan sastrawan, cukup bermodalkan sebatang pena dan kertas, baik dalam situasi kalah perang maupun menang, tetap dapat mengangkat marwah bangsa dan daerahnya. Hal ini karena sastra berbicara atas dasar estetika dan etis, yakni keindahan dengan menjunjung tinggi peradaban, bukan perlawanan yang berdarah-darah. Maka dalam warkah ini, ada gelisah yang membesar di benak saya, yakni manakala karya-karya besar dan sastrawan hebat Aceh tersebut jarang dikenal oleh dan di bangsanya sendiri, lantas di manakah peran sastrawan Aceh di masa kini dan akan datang? Haruskah kita hanya bernostalgia atas gemilang yang sudah lampau, sementara zaman terus berputar?

Sejatinya, peran pemerintah Aceh, baik di tingkat daerah maupun provinsi, sangat penting demi mendukung kemajuan sastrawan Aceh. Sebab, selama ini saya melihat yang menjadi konsumsi anak-anak Aceh hanya dongeng dari negeri seberang. Padahal, di Aceh banyak hikayat yang menjadi kecerdasan dan semangat bagi aneuk-aneuk Aceh. Namun, semua masih bertabur sehingga sering kita dengar sastrawan-sastrawan muda di Aceh kesulitan mendokumentasikan naskahnya sebagai sebuah penghargaan untuk Aceh. Saya kira pemerintah Aceh tahu yang mesti diperbuatnya terhadap sastra di Aceh, sebab sastra dengan Aceh ibarat dua sisi mata uang yang salig berkesinambungan. Atau kita kembali menerima kekalahan berikutnya dari negeri kesatuan ini?

*) Mahasiswa Pascasarjana Bahasa dan Sastra Universitas Syiah Kuala. Menulis di beberapa media lokal. Menyukai buku, terutama budaya dan sastra. Masih belajar menulis dan terus belajar serta belajar terus.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi