Judul: Roman Pergaoelan
Penulis: Sudarmoko
Penerbit: Insist Press, Yogyakarta
Edisi: Pertama, 2008
Tebal: xvii + 189 halaman
Peresensi: M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
http://www.ruangbaca.com/
Perkembangan karya sastra di negeri ini kerap diiringi dengan mencuatnya polemik yang tak jarang dipaksa-tuntaskan di meja pengadilan. Semasa pemerintahan Orde Baru, misalnya, sejarah mencatat sosok Pramoedya Ananta Toer (dan para seniman Lekra) yang dijebloskan ke dalam bui, walau tanpa proses peradilan.
Sebelumnya, cerita pendek Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin (Sudihartono) dan Robohnya Surau Kami ciptaan A.A. Navis pun memicu reaksi keras lantaran dianggap melecehkan agama. Dari situ, sebagian dari kita, yakni para generasi masa kini yang kian berjarak dari catatan kelam masa lampau, dihadapkan pada narasi “pertarungan sengit” antara sastra dan kekuasaan dan dogmatisme (agama dan adat).
Maka, tak mengherankan jika kemudian muncul dikotomi antara sastra “yang pusat” dan “yang pinggiran”. Dalam kajian pascakolonial, identifikasi sastra “yang pusat” itu lebih mewakili suara kolonial, sedangkan “yang pinggiran” cenderung memberikan kesan penentangan yang lantang.
Karya sastra (sekaligus para pengarang) dari kelompok kedua itulah yang selama ini (di)hilang(kan) dari catatan sejarah, atau setidaknya jarang ditautkan sebagai bagian utuh dari wacana kesusastraan Indonesia. Salah satunya sebagaimana pernah menimpa Roman Pergaoelan, suatu divisi (genre) fiksi yang dikelola penerbit Penjiaran Ilmoe di Bukittinggi.
Koko, demikian penulis buku Roman Pergaoelan biasa disapa, menurut pembacaan saya berhasil mengurai kelindan sosiohistoris penerbitan Roman Pergaoelan. Buku yang semula merupakan tesis Koko di Universiteit Leiden, Belanda, ini secara detail melakukan penelusuran sosiologis mengenai Bukittinggi, penerbit Penjiaran Ilmoe, dan yang lebih penting lagi: polemik yang sempat menerpa beberapa karya dan pengarang Roman Pergaoelan.
Bagi Koko, terbitnya karya-karya sastra Roman Pergaoelan mesti disadari tidak dapat dilepaskan dari pembangunan kawasan Bukittinggi pada masa penjajahan Belanda. Selain Padang, pada awal abad ke-20, Bukittinggi merupakan kota terpenting di dataran tinggi Minangkabau. “Penjajah Belanda mempersiapkan kota itu sebagai pusat pemerintahan mereka untuk wilayah Padang Barat,” demikian diungkapkan Koko (hlm. 21). Pada perkembangannya, Bukittinggi yang semula hanyalah lekukan perbukitan dan ngarai itu menjelma sebagai tanah kelahiran para intelektual dan pengarang di bawah naungan usaha penerbitan “daerah”, yakni Penjiaran Ilmoe, yang mulai berdiri pada 1939.
Embel-embel “daerah” di sini penting diberi ruang perbincangan khusus. Jauh pada periode sebelum kemerdekaan, barometer perjalanan sastra Indonesia selalu tertunjuk pada karya-karya terbitan Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Patut diselidiki bahwa kedudukan kedua penerbitan itu adalah Batavia (Jakarta). Sehingga, menurut Koko, cara melihat dan menerima karya sastra yang berada di luar pusat (baca: di luar Jakarta) –termasuk terhadap karya-karya Roman Pergaoelan -—yakni dengan logika “pusat melihat pinggiran (periphery)”.
Terkait perdebatan itu, Umar Junus dengan jelas telah menunjukkan di mana kedudukan Roman Pergaoelan, sebagaimana dituliskannya pada halaman pengantar (ix-xiii). Di situ dia melihat bahwa Roman Pergaoelan juga dinilai (orang) sebagai karya pinggiran, diremehkan oleh orang yang hanya memandang karya yang dianggap pusat. “Karya yang pusat, tak pinggiran, terhasil di Jakarta, sedang yang pinggiran terhasil di daerah. Roman Pergaoelan terhasil di Bukittinggi -—hakikat ini meluas pada keseluruhan roman picisan yang umumnya terbit di daerah: Medan, Padang, Solo, dan Surabaya,” tinjaunya.
Dengan menguraikan polemik seputar Roman Pergaoelan dalam buku ini, Koko agaknya bermaksud menghadirkan suatu perimbangan wacana, dalam hal ini guna menyikapi dominasi wacana yang Balai Pustaka-centrist, yang telah sekian lama menjangkiti kajian kesusastraan kita.
Untuk itu, mula-mula Koko menyertakan sinopsis empat karya Roman Pergaoelan, yakni, Angkatan Baroe karya Hamka, Joerni-Joesri karya Merayu Sukma, Rahasia Pembongkaran karya Surapati, dan Kamang Affair karya Martha. Koko tak secara argumentatif menyebutkan mengapa ia memilih empat roman ini. Hanya, mungkin keempat roman ini dirasa cukup mewakili empat tema sentral Roman Pergaoelan: sejarah, politik, detektif, dan sosial.
Selain sebagai variasi tema, pembagian jenis ke dalam empat kelompok itu sekaligus menunjukkan pandangan ideologis editor Roman Pergaoelan.
Nah, usai membaca sinopsis sebagaimana tertuang dalam bagian “Roman Pergaoelan: Dunia Pergerakan dan Nasionalisme Menurut Anak Muda”, Koko ternyata coba menyarikan dan menonjolkan kesan perlawanan dari keempat roman itu. Jadi, meski belum memeriksa keempat roman secara langsung, kita akan tetap merekam satu kesan bahwa keempatnya bercerita tentang pergerakan sosial politik yang dialami masing-masing tokoh -—sekalipun keempat judul itu sebenarnya berada pada kelompok yang berbeda.
“Mereka (baca: tokoh-tokoh dalam roman) menghadapi masalah yang dihadapi sebagian besar masyarakat pada masa itu, yaitu penjajahan dan pandangan yang tertanam dalam adat,” demikian menurut Koko.
Pada konteks ini, sepertinya kita mesti lebih meneguhkan satu pandangan bahwa beragam bentuk perlawanan terhadap kolonialisasi di Indonesia memang selalu dipercikkan mula-mula oleh kalangan terdidik. Para pengarang dan redaksi Roman Pergaoelan sendiri merupakan orang-orang terdidik yang banyak terlibat dalam organisasi politik maupun keagamaan.
Secara instrinsik, pandangan idoelogis itu dapat terbaca dari laporan konferensi roman yang digelar di Medan pada 1939, “Roman, berfaedah oentoek memperhaloes bahasa menagihkan oerang membatja, dan tendenz (isi)nja senantiasa bersifat PROPAGANDA, MEANDJOERKAN, DAN MENGKERITIK. Maka roman sematjam jang banjak terbit sekarang, besar faedahnja bagi masjarakat Indonesia jang masih dalam fase permoelaan ini.”
Berangkat dari ideologi perlawanan itulah polemik seputar Roman Pergaoelan bermula. Dalam Bab 4 yang berjudul “Polemik Roman Pergaoelan: Bertahan dalam Zaman yang Berubah”, secara panjang lebar Koko memaparkan polemik yang menimpa Hamka dengan Angkatan Baroe-nya dan Oestaz A. Ma’sjoek-nya Martha. Di titik ini, pembaca barangkali bakal tak mengerti mengapa Koko malah tak menyajikan sinopsis Oestaz A. Ma’sjoek. Walaupun secara pribadi kita dapat menelusuri sendiri roman tersebut, namun tetap terasa tak berimbang lantaran sebelumnya telah disertakan sinopsis Angkatan Baroe.
Martha, yang bernama asli Maisir Thaib, tampaknya merupakan penulis Roman Pergaoelan yang paling kontroversial. Tercatat ada tiga romannya yang melahirkan konflik. Yakni, Kesehatan Diri yang menimbulkan polemik dengan Dr. Aboe Hanifah, Oestaz A. Ma’sjoek yang memantik reaksi keras di kalangan ulama Perti, dan Leider Mr. Semangat yang dibredel polisi.
Dari polemik yang terakhir disebut itulah, Martha kemudian mesti rela diusung ke penjara Sukamiskin, Jawa Barat, selama setahun enam bulan. Ini pukulan terberat bagi Penjiaran Ilmoe sebagai penerbit karya-karya Roman Pergaoelan. Penjiaran Ilmoe, setelah sejak 1938 produktif menerbitkan Roman Pergaoelan, pada 1940 memutuskan untuk mendirikan penerbit “cadangan”, Bintang Kedjora, dengan divisi fiksi Perjoeangan Hidoep; suatu antisipasi jika Penjiaran Ilmoe digulung pemerintah kolonial.
Lagi-lagi, sosok Martha kembali mencuri perhatian saya usai memeriksa sebuah artikel yang ditulis Koko di sebuah harian lokal Padang, 9 November 2008. Sesuai pengakuan Koko, sebenarnya ada satu informasi yang belum diolah terkait sosok Martha. Yakni, sebuah biografi berjudul Pengalaman Seorang Perintis Kemerdekaan Generasi Terakhir Menempuh Tujuh Penjara. Biografi ini mengandung banyak informasi tekait pengalaman Martha sekolah di Normal Islam dan Islamic College, berkarier di dunia pendidikan di Kalimantan, aktivitas di PERMI, serta seputar proses kreatifnya mengarang.
Informasi itu, menurut Koko, tampaknya dapat digunakan untuk menelusuri kembali sejarah pendidikan di Padang dan dunia kemahasiswaan pada masa penjajahan.
Lepas dari itu semua, menurut saya, studi Koko ini nyaris tak membahas segi kebahasaan Roman Pergaoelan. Padahal, pemakaian bahasa Melayu
Rendah -—sebagaimana digunakan umumnya sastra pribumi (daerah) -—merupakan salah satu identitas kultural yang mengandung unsur-unsur ideologis dan estetis di dalamnya. Jadi, tak sekadar untuk menjangkau publik yang luas alias memenuhi tuntutan pasar.
Untungnya, hal itu masih dapat kita mafhumkan, karena toh Koko banyak menampilkan kutipan dari redaksi Roman Pergaoelan sekaligus publikasi penerbit atau resensi karya-karya Roman Pergaoelan. Boleh jadi, Koko memang tak perlu “mengatakan”, karena ia sejatinya telah “menunjukkan” bagaimana Roman Pergaoelan menggunakan ragam bahasa yang mudah diterima oleh khalaya pembacanya: “oleh masjarakat Indonesia jang masih dalam fase permoelaan ini”.
*) Pemimpin Redaksi BPPM Balairung UGM Yogyakarta.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar