Kamis, 17 Februari 2011

Taufik Ismail dan Program Gerakan Sastra

Abdul Aziz Rasjid
http://pawonsastra.blogspot.com/

Tulisan ini ingin menyoroti salah satu sastrawan sekaligus penyair yang tiada henti, berusaha memberikan kontribusi bagi pembangunan kebudayaan Indonesia. Taufik Ismail (Lahir 25 Juni 1935) salah satu sastrawan yang memiliki keinginan besar untuk memajukan budaya bangsanya, utamanya pembangunan budaya membaca dan menulis bagi putra putri Indonesia. Dengan adanya keinginan ini ia telah memberikan gagasan pemikiran, kepeloporan, dan kepedulian untuk kemajuan budaya bangsa, yang diwujudkan dalam gerakan sastra bagi generasi bangsa di sekolah-sekolah menengah dan universitas.

Latar Belakang Gerakan Sastra

Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail, ada bukan tanpa sebab, didasari keresahan yang mulai terpatri pada tahun 1953-1956 Taufik merasa bahwa dirinya bersama puluhan ribu anak SMA lain seangkatannya di seluruh tanah air telah menjadi generasi nol buku, yang rabun membaca dan pincang mengarang. Nol Buku disebut karena pada kala itu, mereka tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah sehingga generasi yang ada “rabun membaca”. Sedangkan istilah “pincang mengarang” adalah karena tidak adanya latihan mengarang dalam pelajaran di sekolah. Keadaan generasi yang pincang mengarang dan rabun membaca inilah yang juga diindikasikan Taufik menjadi sebab mendasar amburadulnya Indonesia hari ini, karena dimungkinkan generasi nol buku inilah yang kini menjadi warga Indonesia terpelajar dan memegang posisi menentukan arah Negara di seluruh strata, baik di pemerintahan atau swasta.

Untuk membuktikan keresahannya ini kemudian taufik melakukan perbandingan pelajaran membaca dan mengarang antara siswa Indonesia dan siswa dari beberapa negara lain, dalam sebuah survei sederhana ia mendapat perbandingan yang mencengangkan. Di saat pelajar Indonesia tidak mendapatkan tugas membaca dan mengarang, pelajar SMA di Amerika Serikat sudah diharuskan membaca 32 buku, bahkan negara berkembang Thailand sudah diharuskan membaca lima buku.

Didorong keresahan yang semakin menguat lahirlah keinginan yang kuat pada diri Taufik Ismail untuk mewujudkan kebudayaan membaca dan menulis pada generasi bangsa agar lebih baik. Ia bersama Horison (Majalah sastra dimana Taufik Ismail menjadi Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi) menyusun enam butir kegiatan gerakan sastra bagi Pendidikan Sastra di Indonesia, dimana sasarannya adalah siswa SMU hingga Mahasiswa. Bentuk-bentuk kegiatan sastra berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM).

Kenapa harus sastra?

Taufik Ismail menjawab, membaca buku sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum. Latihan menulis mempersiapkan orang mampu menulis di bidangnya masing-masing.

Gerakan Sastra Sebuah Program Nasional

Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail bagi Pendidikan Sastra di Indonesia dapat dikatakan sebuah program nasional. Disebut program karena gerakan sastra Taufik memiliki kejelasan tujuan, metode, sasaran, target, parameter, waktu, dan eksekutor. Disebut nasional karena wilayah yang dibidik bersifat menyeluruh (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK, dan mahasiswa setanah air)

Tujuan: gerakan sastra ini melihat latar belakang gagasannya memiliki kejelasan tujuan yaitu menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar Sekolah menengah, santri pesantren, maupun mahasiswa.

Metode: Menurut hemat penulis enam butir kegiatan sastra yang berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) merupakan metode.

Dimana metode ini saling terkait dan memperkuat varian-varian yang dapat menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar-pelajar di sekolah menengah, santri pesantren , maupun mahasiswa.

• Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) secara tidak langsung membuktikan bentuk kepeloporan Taufik dan keseriusannya dalam mewujudkan keinginannya dalam pembentukan budaya membaca dan menulis untuk pelajar SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK. Buktinya Taufik sebagai Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi mampu menjadikan Horison sebagi alat untuk mencapai tujuannya, karena dilihat dari isinya Kaki Langit menurut hemat penulis memiliki hubungan dengan tujuan Taufik, yaitu: Pertama, Sosok dan karya di kaki langit yang mengenalkan pada siswa tentang beberapa sosok sastrawan Indonesia, karyanya, ulasan karya dan proses kreatifnya dapat dijadikan influence bagi siswa untuk menulis, mengambil referensi, sebagi pemacu semangat dalam proses kreatif penulisan siswa. Kedua, kaki langit menjadi wadah bagi siswa dan guru bahasa dan sastra Indonesia untuk mengenalkan karyanya, bagi siwa di sisipan kaki langit ini mereka dapat menuliskan sajak, cerita mini, esai dimana karya siswa ini lalu diulas oleh Horison, ulasan ini dapat dikatakan sebagai edukasi dan evaluasi dari pengembangan tekhnik menulis bagi proses kreatif siswa, sedangkan guru bahasa dan sastra Indonesia dapat berbagi pengalaman dalam metode pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Untuk mempermudah akses pengkomsumsian pada siswa, Sisipan Kaki Langit Horison dibagikan ke SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK secara gratis, disini dapat dikatakan bahwa Sisipan Kaki Langit Horison sebagai media gerakan sastra taufik bertekad untuk menjumpai mereka secara langsung di tempat mereka mengenal karya sastra.

• Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) sebagai ajang promosi gagasan pemikiran Taufik untuk membudayakan membaca dan menulis, dan juga perjumpaan secara langsung Taufik dan sastrawan dengan sasaran gerakan sastra.

Sasaran: Dalam perkembangan gerakan sastra yang bertujuan menggairahkan budaya membaca dan menulis, ternyata tidak hanya mahasiswa dan pelajar yang dijadikan sasaran gerakan sastra Taufik tetapi juga Guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini penting karena Guru Bahasa dan Sastra adalah eksekutor terpenting dalam lingkup terkecil (Sekolah menengah, pesantren) untuk membudayakan siswa membaca dan menulis.

Target: tentu saja dilihat dari tujuan gerakan sastra taufik maka target yang diharapkan adalah terciptanya budaya menulis dan membaca di pelajar dan mahasiswa maupun guru.

Parameter: Adanya kebudayaan membaca dan menulis bagi siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Melihat parameter yang diharapkan, maka secara ringkas hasil idealnya adalah adanya karya yang dihasilkan oleh siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Persoalan selanjutnya bagaimana karya mereka (baik masih sebagai mahasiswa atau pelajar maupun setelah mentas sebagai mahasiswa atau pelajar) dapat terkonsumsi oleh masyarakat?

Untuk mengkaji hal ini tentu kita harus mengkaji lebih dalam tentang banyak hal, tetapi dalam penulisan ini penulis mengkonsentrasikan diri untuk membahas sebuah soal, yaitu Sistem Industri budaya (lebih khusus akan berbicara masalah penerbitan karya). Kekhususan terhadap pembahasan diatas bukan berarti menafikkan faktor lain tetapi untuk tetap segaris dengan tujuan penulisan.

Sistem Industri Budaya

Secara umum keadaan Sistem Industri Budaya di Indonesia terbagi menjadi dua kubu, kubu pertama adalah sistem industri yang market oriented dimana secara jelas mengejar pengembangan modal dan kubu kedua adalah sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal. Dua hal ini memili corak tersendiri, karena memang secara dasar memiliki watak yang berbeda.

Sistem industri market oriented dilihat dari wataknya yang melakukan kapitalisasi produksi untuk pengembangan modal membentuk konsekuensi logis bagi penulis, yaitu berkompromi dengan kepentingan kapitalis, dalam sistem ini karya sebagai hasil produksi pemikiran dan kekreatifan penulis memang diharuskan sesuai dengan keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Singkatnya idealisasi konsep penciptaan karya yang diyakini benar oleh penulis harus dipinggirkan dan tunduk pada keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Efek yang terjadi penulis hanya akan menjadi tenaga kerja produktif, karena tujuan karya hanya untuk popularitas dan pendapatan financial reward yang relatif besar.

Sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal dapat dikatakan sebagai kegiatan penerbitan yang tidak dimaksudkan untuk pengembangan modal, dalam bidang sastra seperti Horison, Komunitas Sastra Indonesia, forum Lingkar Pena, dan Teater Utan Kayu. Konsekuensi logis bagi penulis, karyanya agar dapat tersosialisasi harus sesuai dengan standard yang dipatok oleh komunitas itu. Sistem ini memberi kebebasan pada penulis untuk menuliskan idealisasinya tetapi memang harus sesuai standard yang dipatok, maksudnya jika yang dihasilkan karya sastra maka karya memiliki standar estetik yang dipatok komunitas itu, hasil yang didapatkan jika penulis tetap bertahan pada idealisasinya maka akan lahir tenaga ahli produktif dimana karya bersifat murni pemikiran yang dieksperimenkan dalam proses kreatif.

Di sinilah menurut penulis letak pekerjaan rumah terpenting gerakan sastra Taufik, yaitu generasi hari ini harus dapat membuat karya yang memiliki standar yang baik di bidang penulisan apapun, agar penulis menjadi tenaga ahli dalam bidangnya bukan hanya tenaga kerja.

Pertanyaannya, bagaimana menciptakan penulis-penulis dengan karya yang mempunyai standar baik.

Independensi Akal Pikiran dan Keberanian Berpikir

Taufik Ismail dalam hemat saya adalah model bagi independensi akal pikran sekaligus model keberanian berpikir. Mengapa saya mengatakan demikian, karena dalam program gerakan sastra yang dipelopori Taufik, potensi berpikir dia dalam menganalisis kehidupan jamannya dan otoritas yang ia miliki, tidak lantas menjadikan dia sebagai agen pelestari dari otoritas pemikiran mapan.

Ia dengan kesadarannya mengetahui bahwa generasi yang ada adalah generasi nol buku dan pincang mengarang tetapi ia tak kunjung diam, tetapi mengelola keresahannya dalam sebuah gerakan untuk mengubah hal itu. Semacam melakukan pencerahan.

Tetapi, gerakan yang ia lakukan saya kira masih bersifat elitis yaitu terpusat dimana gerakan ini eksis bertumpu pada keeksisan Horison saja. Padahal tidak selamanya Horison itu ada, dan dapat menampung semua gagasan-gagasan pemikiran yang dituliskan dalam bentuk karya sastra, apalagi jika karya tersebut tidak sesuai standard yang dipatok Horison.

Lalu saya kira, untuk menularkan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir yang dimiliki Taufik, sudah seharusnya ia mengubah diri dari gerakan elitis menjadi gerakan populis. Dimana gerakan ini bertumpu pada basis-basis terendah (daerah), dengan menggunakan kepopulisan, kepeloporan Taufik di antara para sastrawan yang tersebar di daerah untuk dirangkul bersama, menggelorakan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir untuk mensuarakan kebutuhan-kebutuhan daerah, memprasastikan permasalahan daerah, lewat karya sastra.

Berarti di sini akan lahir banyak komunitas sastra, entah di kampus bagi mahasiswa, di pesantren bagi para santri, atau bersama dengan pelajar, pecinta sastra ditempat-tempat tertentu yang disepakati. Sastrawan yang sudah punya nama di daerah menjadi penggagas daya berpikir, mengedukasi, dan juga sekaligus eksekutor gerakan sastra Taufik, kelebihannya sastrawan mengeksekusi langsung, pengalamannya dapat dijadikan rujukan karena disini sastrawan benar-benar mengetahui medan, sehingga tidak gagap dalam membaca tanda-tanda. Lewat komunitas ini karya sastra dapat diperkenalkan, dimana buku sastra digunakan untuk mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum, dan juga dapat dianalisa dan dipelajari lebih dalam. Di lain sisi komunitas ini juga akan sebagai ajang latihan menulis, saling mengevaluasi, untuk mempersiapkan individu di dalamnya mampu menulis di bidangnya masing-masing dengan secara matang. Dan lebih penting menyatukan independensi pemikiran dan keberanian berpikir secara bersama.

Sekaligus hal ini juga dapat mengikis kapitalisasi produk sastra karena jika diibaratkan tanah maka sabuk hijau atau hutan sudah diberdayakan. Hal ini penting, karena penulis muda tidak akan berorientasi financial reward tetapi lebih berorientasi mensuarakan keadaan jaman. Dan karya sastra tidak terjebak lagi pada inovasi bentuk tetapi dengan sendirinya akan memasuki pada inovasi isi.

Jika kemudian hal ini dipersoalkan dengan masalah pensosialan karya, saya kira masih terdapat banyak ruang alternatif yang bisa digarap agar masyarakat membaca karya, persoalannya tinggal bagaimana penulis-penulis memaksimalkan diri dalam berkarya, sambil bersama komunitas yang ada menyiasati peluang-peluang pemasaran dan mengenalkan karya pada masyarakat.

Karya sastra akan benar-benar mensuarakan, memberi pencerahan pada pembacanya, menyadarkan akan keadaan zamannya. Dan bukankah karya yang ditulis dan dibaca untuk generasi pasca gerakan sastra Taufik nantinya tidak hanya didasarkan melahirkan generasi yang eksis untuk terus menulis dan membaca, tetapi generasi dimana karya yang dilahirkan adalah karya berkualitas dan dapat berbicara tentang tanah airnya pada dunia.

Jika kemudian persoalannya adalah karya sastra masih ada yang tak mendapat ruang, itu bukan berarti karya tersebut dikatakan gagal, sepaham dengan pemiran Ahmadun Yosi Herfanda, saya menyetujui bahwa pada akhirnya: Karyalah yang akan bicara kepada dunia bagaimana sesungguhnya kualitas kesastrawanan seseorang dan dimana ia harus ditempatkan dalam sejarah sastra suatu bangsa.

Purwoketo, Mei 2008

Penulis lahir di Malang 4 Maret 1985. Esainya termuat dalam buku antologi The Spirit Of Love (LPM Obsesi STAIN Purwokerto-Bukulaela). Mahasiswa Fak Psikologi UMP, bergiat di Teater Wungu Psikologi dan Komunitas Sastra Bunga Pustaka. Juga menulis cerpen dan puisi tetapi belum terpublikasi. Alamat Jln. Kenanga 2 M3 No 1 Rt 09 Rw 10 Desa Ledug, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas,. Purwokerto, Jawa Tengah, 53182.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi