Muhammad Amin
Seputar Indonesia 11/21/2010
Sewaktu saya sedang membolak-balik koran terbitan hari Minggu, mencari-cari lowongan pekerjaan yang cocok, tiba-tiba istri saya sudah berada di hadapan saya. Saya melongo padanya. Sepertinya ada sesuatu hal penting yang ingin ia sampaikan. Sejenak saya coba menerka-nerka. Mungkin tagihan air dan listrik yang nunggak. Saya rasa bukan, karena saya masih ingat kemarin baru membayarnya, meskipun itu uang tabungan terakhir kami. Atau masalah sekolah anak kami, Siska Paramitha, yang sekarang duduk di bangku SMA mulai tersendat masalah biaya. Dan semua hal dugaan saya berkaitan dengan masalah uang. Karena semenjak saya di-PHK perekonomian keluarga terasa carut-marut.
Saya masih menunggu apa yang ingin ia sampaikan. Namun tampaknya ia sangat ragu-ragu untuk menyampaikannya. Lalu dengan sangat hati-hati akhirnya istri saya buka mulut juga.
“Bang, aku mau minta izin.” katanya masih diliputi keraguan.
“Mau ke mana?” tanya saya, tak bisa menduga sebelumnya.
“Aku mau ikut Umaroh bekerja ke luar negeri.”
Terus terang, saya kaget mendengarnya. Saya tercenung sesaat. Saya masih bergeming dan tak memberi respon atas perkataan istri saya.
“Bagaimana?” tanyanya meminta kepastian. ”Apakah Abang setuju?”
Saya masih diam. Itu saya lakukan karena saya bermaksud tak memberi izin. Saya urung membaca koran untuk mencari lowongan. Saya beranjak meninggalkannya sendirian.
* * *
Terus terang saya orang yang tak mudah tersinggung apalagi marah. Saya seorang yang suka humor. Tapi saya sungguh kaget mendengar perkataan istri saya dan kehilangan bermacam selera. Dia ingin bekerja di luar negeri, padahal selama ini, saat saya masih bekerja, kehidupan kami selalu berkecukupan. Hanya sekarang saja setelah saya di-PHK keadaannya carut-marut.
Dan saya tak bisa berpikir jernih sewaktu ia mengatakan ingin bekerja di luar negeri, ke Arab Saudi, menjadi babu di negeri orang. Padahal saya tahu, baik melalui televisi maupun omong-omong tetangga, sudah terlalu sering mendengar berita tentang TKW yang bernasib malang. Itu menyakiti hati saya. Membuat saya merasa sebagai lelaki yang tak berguna, membiarkan istri menjadi hamba-sahaya.
Saya memang tak mudah tersinggung dan sakit hati. Tapi entah tiba-tiba saya sakit hati dan tersinggung. Apakah yang membuat istri saya ingin menghambakan diri di negeri orang bila saya masih mampu memberinya makan? Apakah yang membuatnya ingin meninggalkan saya bila saya masih mampu memberi nafkah? Meski saya mengakui memang susah mencari pekerjaan, tetapi saya tetap berusaha. Dan apakah yang akan dikatakan oleh tetangga nanti bila saya membiarkan istri saya bekerja menjadi babu di Timur Tengah sana? Di mana akan saya letakkan harga diri saya sebagai lelaki yang masih mampu bekerja dan berusaha?
Saya memang telah bersepakat dengan diri sendiri, tak akan saya memberi izin istri saya bekerja di luar negeri. Itu akan membuat saya tersiksa lahir batin. Tak ada yang mengurusi saya dan anak saya. Dan tak mungkin saya tahan mendengar gunjingan para tetangga.
Tadi malam kami saling diam. Bahkan tidur pun saling memunggungi. Aku ingin bicara dengannya, namun tidak saya lakukan. Paginya dia dengan sangat dipaksakan menyanyakan kepada saya pertanyaan yang sama. Kali ini saya sudah menyiapkan jawaban: Tidak. Saya tak akan pernah mengizinkannya.
“Apakah Abang mengizinkan aku kerja di Arab Saudi?”
“Kenapa kamu ingin bekerja ke luar negeri padahal aku, suamimu, masih mampu bekerja dan memberikan nafkah?”
“Terpaksa Bang. Siska sebentar lagi lulus SMA, ia ingin kuliah dan butuh biaya banyak. Selama sebulan ini kita tak punya pemasukan, malah pengeluaran yang banyak. Sementara aku malu pada tetangga. Aku ingin punya perabotan tapi tak punya uang.”
“Itu bukan alasan, Dik. Semestinya kamu harus bersyukur dengan keadaan kita sekarang, masih bisa makan dan punya tempat tinggal. Aku masih akan berusaha untuk menutupi semua kebutuhan kita.”
“Tapi Bang…”
“Apakah kamu sudah dirayu-rayu oleh Bi Mirah agen TKW itu?”
“Memang Bi Mirah mengusulkan agar aku bekerja jadi TKW ke Arab Saudi. Dan kupikir ada benarnya juga. Di sana gajinya lumayan. Uangnya bisa untuk memperbaiki rumah dan membeli perabotan yang bagus. Juga buat biaya sekolah Siska.”
“Aku sudah menduga, pasti kamu dipengaruhi sama si Mirah. Kan kalau dia berhasil membujuk kamu dia akan dapat uang banyak. Makin banyak orang yang terbujuk makin banyak uang yang didapat. Lihatlah dia kaya raya sekarang dengan usahanya jadi agen TKW. Tapi setiap kali orang yang dibawanya ke luar negeri hilang, dibunuh, disiksa majikan, dia tak mau bertanggungjawab.”
“Tapi kan itu salah mereka yng tak bisa menjaga diri. Kalau aku bisa menjaga diri dan mudah-mudahan dapat majikan baik.”
“Masih saja kamu membela si Mirah. Mata dan nurani kamu telah dibutakan oleh uang dan rayuannya.”
Istri saya diam. Selama menikah kami tak pernah sekali pun bertengkar. Hanya kali ini kami sedikit bersitegang lantaran ia ingin menghambakan-diri kepada orang lain. Karena ia menyakiti perasaan saya sebagai lelaki.
Namun istri saya tak mau menyerah membujuk agar saya memberikan izin. Lalu saya tanyakan padanya.
“Apa kamu tidak main-main?”
“Aku serius. Aku benar-benar ingin bekerja di luar negeri supaya bisa mewujudkan keinginanku yang selama ini belum Abang penuhi. Aku ingin punya uang dan perabotan bagus seperti tetangga-tetangga kita.”
“Kalau kamu benar-benar ingin bekerja ke luar negeri, nanti saya akan kawin lagi.” Kata saya mengancam, tentu dengan menekankan bahwa saya sama sekali tak memberikan izin. Sebenarnya saya tak sungguh-sungguh, hanya bergurau saja.
Tapi istri saya rupanya salah mengerti. Ia memang tak punya selera humor. Dia menangkap perkataan saya tersebut secara serius. Padahal saya cuma main-main mengatakannya untuk menakut-nakuti supaya dia mengurungkan niat. Tapi terlanjur istri saya tidak menangkap maksud saya yang sebenarnya, ia malah salah sangka.
“Silakan Abang kawin lagi, saya juga bisa melakukannya.”
Saya benar-benar kaget mendengar jawabannya. Tak biasanya istri saya begitu. Seolah saya tak mengenal lagi istri saya yang dulu.
* * *
Siska anak kami tak berkeberatan jika ibunya bekerja di luar negeri. Saya benar-benar tak menyangka. Pasalnya, ia ingin dibelikan hp baru yang tercanggih. Juga motor Mio supaya jika berangkat sekolah tak berdesak-desakan lagi di dalam angkot yang sumpek. Dengan motor itu pula ia bisa plesiran ke mana-mana.
“Jangan banyak bermimpi.” Kata saya pada anak saya, Siska.
“Banyak bermimpi gimana, Yah? Orang kerja di luar negeri kan uangnya banyak. Aku lihat si Mira dibelikan motor baru oleh ibunya yang kerja di luar negeri. Si Inggrid punya laptop dan bisa internetan setiap hari. Itu juga dibelikan ibunya yang kerja jadi TKW di Arab.” Kata Siska panjang lebar, tak mau kalah denganku.
“Pokoknya Ayah tak setuju Ibumu berangkat kerja ke luar negeri.”
“Memangnya kenapa, Yah? Ayah nggak mau kalau ibu punya uang banyak dan membelikan aku hp dan motor baru?”
“Kalau kamu masih saja menyuruh ibumu jadi TKW nanti ayah kawin lagi. Apa kamu mau punya ibu tiri?” ancam saya kepada Siska, anak saya yang sejak kecil dimanjakan ibunya.
“Ibu tiri? Nggak banget deh.” katanya santai. Kemudian ia berlalu.
Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Tak mengerti saya dengan pikiran ibu-anak itu. Mereka telah dibutakan ambisi mendapat banyak uang. Tidak pernahkah mereka mendengar berita-berita mengerikan di televisi seputar TKW? Banyak hanya namanya saja yang pulang. Atau kembali dengan membawa benih di perut, diperkosa dan disiksa majikan? Atau yang diberitakan melompat bunuh diri dari lantai 23, padahal majikannya yang mendorongnya dari belakang? Ah, saya benar-banar tak sanggup membayangkan itu.
Tapi mimpi buruk itu selalu saja menyinggahi tidur saya. Semenjak istri saya berangkat meski tanpa izin dari saya. Sejak itu saya jadi kehilangan banyak selera: selera makan, selera tidur, termasuk selera humor. Jika dulu tetangga yang selalu datang mengobrol ke rumah saya dan kami bisa tertawa sampai larut malam, kini saya menanggapinya dengan dingin. Apalagi bila ada tetangga yang menanyakan perihal istri saya, atau membicarakan masalah TKW, saya langsung marah. Padahal itu bukanlah sifat saya selama ini. Sudah saya katakan, saya seorang yang tak gampang tersinggung apalagi marah. Namun semenjak istri saya berangkat ke Saudi, tabiat saya mulai berubah.
Setelah saya mendapatkan sebuah pekerjaan yang cukup baik, menjadi seorang Staf di perusahaan berskala nasional, saya mulai bisa melupakan istri saya. Saya tidak merasa tak perlu lagi tersinggung bila mereka membicaran masalah TKW atau bertanya mengenai istri saya. Saya akan menjawab dengan santai, tentu saja diselipi sedikit guyonan. Saya menemukan kembali sifat saya yang asli.
Pekrjaan saya di kantor tak pernah ada masalah yang berarti. Pendapatan saya melebihi cukup buat memenuhi kebutuhan saya dan anak saya. Bahkan saya mulai menabung untuk membeli motor baru yang bisa saya pakai ke kantor dan mengantar Siska sekolah. Saya juga sempat membelikan sebuah Blackberry untuk Siska. Dan tampaknya ia sangat bahagia mendapat hadiah dari saya.
Perlahan-lahan kami mulai terbiasa hidup tanpa istri saya. Kadang Siska mengatakan kepada saya bahwa ia rindu dan ingin menelepon ibu. Tetapi kami tak punya informasi sedikit pun tentang dia. Apalagi si Mirah sudah pindah dari kota kami dan usahanya jadi agen TKW terpaksa ditutup. Saya tak terlalu tahu apa sebabnya.
Pernah pula ketika kami sedang duduk santai di depan televisi, Siska menanyakan kepada saya, kenapa saya tak kawin lagi.
“Ayah memang tak pernah berminat ingin kawin lagi. Bagi ayah beristri satu kali seumur hidup, itu sudah cukup.”
“Tapi waktu itu Ayah bilang ingin kawin lagi jika ibu tetap bersikeras ingin bekerja ke luar negeri?”
“Ayah cuma main-main sewaktu mengatakannya supaya ibumu tak jadi berangkat ke Saudi.”
* * *
Setelah Siska lulus SMA, saya melanjutkannya ke Perguruan Tinggi cukup ternama di kota kami. Saya pun tak perlu repot dalam urusan biaya. Lagipula kampus Siska tak terlalu jauh dari rumah.
Sebagai seorang suami, saya tak benar-benar bisa melupakan istri saya. Bagaimanapun ia tetap bagian dari hidup saya. Saya masih mencari informasi dengan mendatangi agen yang membawa istri saya. Tapi hasilnya nihil. Saya juga kerap bertanya kesana-kemari mengenai keberadaan Mirah. Tapi tak ada yang mengetahui dimana dia sekarang.
Kadang saya menonton berita di televisi. Atau membaca di koran. Apabila ada berita mengenai TKW, saya mulai merasa was-was. Setelah mengetahui nama korban penganiayaan atau yang divonis hukuman mati itu bukan istri saya, saya merasa lega. Namun masih saja tersimpan rasa cemas.
Suatu hari saya tak menyangka, setelah hampir dua tahun bekerja di luar negeri, istri saya kembali. Tapi saya tak melihat kopor besar dan oleh-oleh yang banyak. Saya lihat ia hanya membawa tas kecil dan perutnya yang membelendung. Benih siapa itu yang ada di dalam janinnya? Dia menangis dan memeluk saya. Berkali-kali ia meminta maaf. Ketika saya bertanya anak siapa yang di dalam kandungnya.
Dengan berat hati ia menjawab. ”Ini anak majikan saya.”
Kepala saya pening. Tiba-tiba saya kembali kehilangan selera humor untuk sekadar menaggapinya sambil tertawa.
Kotaagung, Oktober-November 2010
Sumber: http://www.facebook.com/notes/muhammad-amin/istri-pergi-ke-saudi/188218184549335
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar