Selasa, 11 Oktober 2011

Rahim Sastra Ibu Pertiwi

Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS
Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

Nurel Javissyarqi, sahabatku ini seperti menyorong sampan ke arahku yang berdiri di seberang tepian telaga, saat ia menyuruhku: “Sabrank, tolong kau resensi Antologi Puisi Sihir Terahir yang ditulis Komunitas Perempuan ASAS.” Dan aku mengibaratkan 23 penyair wanita ini sebagai bentangan pulau-pulau Nusantara, yang tak akan pernah khatam kujelajahinya, sebab tiap pulau menyimpan wilayah rahasia kealaman. Lelaki hanyalah perantau yang tak pasti kakinya mampu berjejak pada jalanan setapak. Pulau Nusantara ini adalah gempilan tembok sorga yang jatuh berpuing-puing saat tersenggol Raja Malaikat ketika ia berdansa merayakan kemenangan kontes kilauan cahaya yang digelar Tuhan, jauh sebelum kehidupan ada.

Per-empu-an, kata dasarnya’empu/bentol/bonggel yang menumbuhkan tunas. Saat ia remaja disebut ‘gadis per-rawan’, kemudian nona, nyonya yang tetap konstan sebagai wanita dan memiliki perempuan.

Adalah sebuah proyek raksasa jika kemudian wanita ASAS berdebut di perpuisian, yang kreatifitas itu nyata mengisi celah di antara himpitan privacy kewanitaannya. Pengantin baru temanku diawali dengan perselisihan kecil. Sang suwami, mengajak istri berkunjung ke rumah saudara sekiar jam 11 siang. Istri menunda sore hari biar tidak terlalu panas. Suwami berargumen filsafat,”panas matahari saja takut, toh kepanasan tidak sendiri. Matahari memang tercipta untuk bumi. Kenapa harus menyesali panas? Petani, kuli bangunan, pemecah batu, lebih kepanasan dari kita.” Meski perselisihan usai beberapa jam kemudian, pengantin wanita sempat menangis. Permasalahan mereka sepeleh. Sang wanita sedang menstrulasi, dan dalam perhitungannya sekitar 2 jam lagi sudah harus banjir dan ganti softtex. Ketabuahan berganti softtex di rumah orang lain tidak dipahami suwami. Sementara istri tidak menjelaskan secara utuh.

Puisi puisi Antologi Sihir Terahir adalah ‘jabang bayi sejarah’ dari rahim 23 wanita: Aldika Restu Pramuli, Alfatihatus Sholihatunnisa, Amelia Rachman, Cut Nanda A, Dea Ayu Ragilia, Desti Fatin Fauziyyah, Dewi Kartika, Dian Hartati, Dian Budiana, Ellie R. Noer, Evi Sefiani, Evi Sukaesih, Fadhila Ramadhona, Fina Sato, Ikarisma Kusmalina, Ike Ayuwandari, Laila N. Guntari, Lela Siti Nurlaila, Maya Mustika K, Seli Desmiarti, Tita Maria Kanita, W. Herlya Winna, Winarni Rahmawati.

Corak puisi yang meraka lahirkan dalam Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS ini merupakan garis mediteranian sejarah sebelumnya, dimana keserempakan warna tekstur menisbikan kemajalan fluktuatif. Ruang medium semacam ini menjadi zona pembatas yang memisahkan corak bersikap wanita dari kungkungan hepnotis sejarah sekian lama yang memandang wanita hanya sebatas pelengkap penderita kaum Adam. Sihir Terahir bukan sekedar letupan damba puisi Seli Desmiarti, tapi ekspresi geliat wanita zaman yang menandai proses pelonggaran jerat konvensi perkembangan sejarah sastra yang menyerimpungnya.

Sebagai makhluk dunia, wanita tak bisa menghindar dari ekses muara kegelapan sitem sosial, politik suatu negara. Di Indonesia, kwantitas wanita yang lahir di atas tahun 1965 membaik seiring tertingalnya masa traumatisasi G30 S PKI. Semakin jauh meninggalkan jejak trauma, semakin baik pula. Apalagi perempuan ASAS lahir seputaran tahun 80 an. Wanita Indonesia prakemerdekaan hidup dirundung was was dan ketakutan. Sedang di sisi lain, wanita harus menggendong bayi yang dilahirkan, yang artinya ketika menggendong, wanita sedang menghembuskan suasana hati yang direkam langsung sang bayi, dan diputar ulang ketika bayi dewasa kelak. Jika ibu menggendong dengan hati was, iri, takut, merasa tertindas, maka anak akan merealisasikan dalam hidupnya. Sampai pada sekitar tahun 2017, pejabat di Indonesia adalah anak yang dilahirkan pra1965. Rasa dendam dan was wanita waktu itu tergambar jelas dari ulah pejabat sekarang yang tak henti korupsi, mencurigai yang lain, bersaing menumpuk kekayaan dll. Dunia sastra pun demikian. Simak pertikaian Lesbumi, Lekra, Manikebu, Poros Tengah, Poros Langit, Poros sorga, TUK, dll yang untung saja tidak mengeluarkan KTP sebab royokan ‘tua’. Dan ini membosankan.

Tapak-tapak jejak meninggalkan tahun 1965, wanita masih harus lekat dengan rendahnya SDM yang memberlakukan wanita sebagai sangkar madu. Dan ini terjadi sampai batas yang belum diketahui ujungnya. Kekuatan karya sastra tak pernah beranjak dari pijakan mengexploitasi aroma sex belaka. Komposisi ini disebut sastra kelamin. Paul I. Willman, WS. Rendra dan semua penulis sampai era2010 masih asyik mengexploitasi wanita sebagai karya kebesaran. Dalihnya sederhana, yakni menyibak keutuhan sastra. Bahkan sepanjang penulis wanita yang saya amati masih ajeg merelakan buka aurat dalam sastranya yang sesungguhnya hanyalah program mendukung ambisi kaum adam.

Sejak Joyce Carol Oates, Joan Didion, Susan Sontag, Nadine Gordimer, Elizabeth Bishop, sampai Ayu Utami, Lang Fang, Ida Ahdiah, Yetti A.KA, Oka Rusmini, Ana Balqis, Aquarina Kharisma Sari, Abidah El Khalieqy dan banyak lagi barisan penulis wanita yang happy enjoy dengan aroma sastra kelamin. Keadaan ini menggambarkan kesempitan ruang sastra yang seolah olah tidak ada lagi kreasi puncak suspansi terhadap wilayah sastra yang luas.

Puisi ASAS menapaki lambaikan tangan seraya membelok keadaan ke arah zamaniahnya. Inilah yang disebut garis medium. Rontaan untuk menuntut diri wanita tampil baru sebagai penghuni zaman dilontarkan Tita Maria Kanita dalam larik puisi//menyimak wanita tidak cuma dilihat, namun didengar// puisi Telinga. W. Herlya Winna dalam Cahaya di Halaman Mata//Kutanam cahaya di halaman mata//menghasilkan anak-anak matahari//Kukayuh tubuh saat petang, rubuhkan sisa-sisa waktu//. Fina Sato dalam Tak Pernah Kutemukan Wujutmu dalam Riuh//ihwal seorang perempuan bukan dongeng si penjaga cahaya//. Ellie R. Noer dalam Bidadari Mandi//dulu bidadari mandi di pelangi//sekarang mandi di menu pagi//. Puisi Bahteranya Dian Hartati juga mengambil langkah tegas//aku dan tubuhku diintai waktu//siapa penghuni berikutnya//dapatkah kujelaskan pada mereka//tempat berlabuh yang aman tetap tubuhku//. Sikap perpuisian mereka ini sedang mempersiapkan new space bangunan peradapan wanita yang proporsial.

Meski keadaan ini tidak nyata membalik sastra, tetapi gelagat Sihir Terahir awal sentakan sihir sastra dalam menggali wanita sebagai kelengkapan.

Hehehe. Tentu saja tidak bisa menuntut wanita secara berlebihan. Wanita sebagai makhluk kealaman, syarat dengan keterbatasan. Namanya juga wanita. Seluas jangkahnya terbatas jarik dan daster yang dikenakan. Meski wanita menyarap bak ular kobra yang sengit, bengis, apalagi wanita produk fakultasan, keinginannya sejajar dengan pria, kerap menghilangkan esensi kewanitaannya. Se-gander apapun, wanita tetap menstrulasi, hamil, melahirkan, mengasuh, menghembuskan suara hati untuk mewarnai si jabang bayi. Wanita hanya memiliki satu gen keturunan. Tabiatnya tentu sama sejak suku Hawa, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Minahasa, Padang, Jombang, Bandung, Aborigin, Mindanao, Arab, Yahudi, suku awal wanita hingga suku ahir wanita. Berbeda dengan laki-laki yang menurunkan berjuta-juta gen spermatozoon.

Wajar. Fitroh, jika dalam Antologi Sihir Terahir masih menyerta tradisi pramedium, yakni tradisi wanita mencipta karya sebagai pelampiasan/ekstas diri membangun dirinya, pandangan mengenai dirinya, di hadapan dirinya sendiri. Puisi wanita adalah wakil bahasa tabu dan diamnya. Kejalangan menyertakan nama seseorang yang dituju dalam puisinya sesungguhnya hanya mengotori/inveriority penafsiran sastra. Fina Sato misal, dalam puisi Mungkin Aku Lupa Menghitung Kisah, ditujukan buat Rosadi, dalam puisi Kota Kuno ditujukan buat Eko Budiharjo, dan satu lagi buat Wayan Sunarta. W.Herlya Winna ditujukan pada Kang Nyonk dan Novia, Winarni.R membingkis khusus buat inisial ‘Deng’, Fadhila Ramadhona menyertakan A.R. Kusumah dan H.S Wijaya dalam puisi Lelaki Senja-nya. Sementara Dian Hartati dan Ellie R. Noer masing-masing mendata satu tautan nama: ~ba dan Acep Zamzam Noor. Hehehe, seandainya perantauan mereka mengarungi jagat raya dan bertemu idola, kekasih, musuh, tokoh ternama, jin, malaikat, bahkan ‘tuhan’, berapa banyak lagi deretan nama dijumpai dalam puisi yang hanya untuk ngudal rasa pelampiasan.

Minggu 12 September 2010, buku Sihir Terahir baru sampai di tanganku. Aku baca serius. Aku amati. Aku orasi mondar-mandir di balai rumah, didengar saudara, bapak, ibu, teman yang mereka tak mengerti sastra. Yang mereka tau, aku penulis dan sering diundang baca puisi. Kenapa aku seriusi buku ini? Bukan karena aku laki-laki, dan Sihir Terahir ngerumpinya 23 penyair wanita, hingga aku memberi perhatian khusus. Hehehe, sederhana saja yang ingin kuketahui. Apa rahasia buku ini kok sampai menyebabkan aku dan tunanganku terpisah gara-gara buku ini.

Sebetulnya tidak ada hubungan antara pertengkaran hebat aku dengan tunanganku. Tapi juga tidak bisa jika buku ini tidak dihubungkan. Setelah 3 minggu buku ini dipinjam pacarku, ia aku mainta menghantar kerumah, karena aku ingin segera meresensinya. Sampai di tengah perjalanan pacarku tidak mau kerumah, malu bertemu ibuku. Aku marah. Dia menangis. Aku memahami pacarku tak ada militansi dengan kepentingan sastraku, persahabatabku yang sudah tertunda sebulan. Pacarku memahami bahwa aku cowok yang tak memahami wanita. Hubungan kami beku, padahal kami mestinya sudah resmi.

Ternyata, sekecil apapun oleh-oleh bagi wanita yang ia bawa saat bertamu adalah hal penting. Tetapi lelaki kerap tak memahaminya.

Suara wanita adalah yang tak diwakili laki-laki. Sebagaimana kekuatan wanita jika didampingi lelaki dekatnya. Untuk berkarya, laki-laki hanya memerlukan dukungan dari wanita. Untuk berkarya, wanita memerlukan kelonggaran waktu yang diberikan laki-laki.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi