Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS
Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/
Nurel Javissyarqi, sahabatku ini seperti menyorong sampan ke arahku yang berdiri di seberang tepian telaga, saat ia menyuruhku: “Sabrank, tolong kau resensi Antologi Puisi Sihir Terahir yang ditulis Komunitas Perempuan ASAS.” Dan aku mengibaratkan 23 penyair wanita ini sebagai bentangan pulau-pulau Nusantara, yang tak akan pernah khatam kujelajahinya, sebab tiap pulau menyimpan wilayah rahasia kealaman. Lelaki hanyalah perantau yang tak pasti kakinya mampu berjejak pada jalanan setapak. Pulau Nusantara ini adalah gempilan tembok sorga yang jatuh berpuing-puing saat tersenggol Raja Malaikat ketika ia berdansa merayakan kemenangan kontes kilauan cahaya yang digelar Tuhan, jauh sebelum kehidupan ada.
Per-empu-an, kata dasarnya’empu/bentol/bonggel yang menumbuhkan tunas. Saat ia remaja disebut ‘gadis per-rawan’, kemudian nona, nyonya yang tetap konstan sebagai wanita dan memiliki perempuan.
Adalah sebuah proyek raksasa jika kemudian wanita ASAS berdebut di perpuisian, yang kreatifitas itu nyata mengisi celah di antara himpitan privacy kewanitaannya. Pengantin baru temanku diawali dengan perselisihan kecil. Sang suwami, mengajak istri berkunjung ke rumah saudara sekiar jam 11 siang. Istri menunda sore hari biar tidak terlalu panas. Suwami berargumen filsafat,”panas matahari saja takut, toh kepanasan tidak sendiri. Matahari memang tercipta untuk bumi. Kenapa harus menyesali panas? Petani, kuli bangunan, pemecah batu, lebih kepanasan dari kita.” Meski perselisihan usai beberapa jam kemudian, pengantin wanita sempat menangis. Permasalahan mereka sepeleh. Sang wanita sedang menstrulasi, dan dalam perhitungannya sekitar 2 jam lagi sudah harus banjir dan ganti softtex. Ketabuahan berganti softtex di rumah orang lain tidak dipahami suwami. Sementara istri tidak menjelaskan secara utuh.
Puisi puisi Antologi Sihir Terahir adalah ‘jabang bayi sejarah’ dari rahim 23 wanita: Aldika Restu Pramuli, Alfatihatus Sholihatunnisa, Amelia Rachman, Cut Nanda A, Dea Ayu Ragilia, Desti Fatin Fauziyyah, Dewi Kartika, Dian Hartati, Dian Budiana, Ellie R. Noer, Evi Sefiani, Evi Sukaesih, Fadhila Ramadhona, Fina Sato, Ikarisma Kusmalina, Ike Ayuwandari, Laila N. Guntari, Lela Siti Nurlaila, Maya Mustika K, Seli Desmiarti, Tita Maria Kanita, W. Herlya Winna, Winarni Rahmawati.
Corak puisi yang meraka lahirkan dalam Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS ini merupakan garis mediteranian sejarah sebelumnya, dimana keserempakan warna tekstur menisbikan kemajalan fluktuatif. Ruang medium semacam ini menjadi zona pembatas yang memisahkan corak bersikap wanita dari kungkungan hepnotis sejarah sekian lama yang memandang wanita hanya sebatas pelengkap penderita kaum Adam. Sihir Terahir bukan sekedar letupan damba puisi Seli Desmiarti, tapi ekspresi geliat wanita zaman yang menandai proses pelonggaran jerat konvensi perkembangan sejarah sastra yang menyerimpungnya.
Sebagai makhluk dunia, wanita tak bisa menghindar dari ekses muara kegelapan sitem sosial, politik suatu negara. Di Indonesia, kwantitas wanita yang lahir di atas tahun 1965 membaik seiring tertingalnya masa traumatisasi G30 S PKI. Semakin jauh meninggalkan jejak trauma, semakin baik pula. Apalagi perempuan ASAS lahir seputaran tahun 80 an. Wanita Indonesia prakemerdekaan hidup dirundung was was dan ketakutan. Sedang di sisi lain, wanita harus menggendong bayi yang dilahirkan, yang artinya ketika menggendong, wanita sedang menghembuskan suasana hati yang direkam langsung sang bayi, dan diputar ulang ketika bayi dewasa kelak. Jika ibu menggendong dengan hati was, iri, takut, merasa tertindas, maka anak akan merealisasikan dalam hidupnya. Sampai pada sekitar tahun 2017, pejabat di Indonesia adalah anak yang dilahirkan pra1965. Rasa dendam dan was wanita waktu itu tergambar jelas dari ulah pejabat sekarang yang tak henti korupsi, mencurigai yang lain, bersaing menumpuk kekayaan dll. Dunia sastra pun demikian. Simak pertikaian Lesbumi, Lekra, Manikebu, Poros Tengah, Poros Langit, Poros sorga, TUK, dll yang untung saja tidak mengeluarkan KTP sebab royokan ‘tua’. Dan ini membosankan.
Tapak-tapak jejak meninggalkan tahun 1965, wanita masih harus lekat dengan rendahnya SDM yang memberlakukan wanita sebagai sangkar madu. Dan ini terjadi sampai batas yang belum diketahui ujungnya. Kekuatan karya sastra tak pernah beranjak dari pijakan mengexploitasi aroma sex belaka. Komposisi ini disebut sastra kelamin. Paul I. Willman, WS. Rendra dan semua penulis sampai era2010 masih asyik mengexploitasi wanita sebagai karya kebesaran. Dalihnya sederhana, yakni menyibak keutuhan sastra. Bahkan sepanjang penulis wanita yang saya amati masih ajeg merelakan buka aurat dalam sastranya yang sesungguhnya hanyalah program mendukung ambisi kaum adam.
Sejak Joyce Carol Oates, Joan Didion, Susan Sontag, Nadine Gordimer, Elizabeth Bishop, sampai Ayu Utami, Lang Fang, Ida Ahdiah, Yetti A.KA, Oka Rusmini, Ana Balqis, Aquarina Kharisma Sari, Abidah El Khalieqy dan banyak lagi barisan penulis wanita yang happy enjoy dengan aroma sastra kelamin. Keadaan ini menggambarkan kesempitan ruang sastra yang seolah olah tidak ada lagi kreasi puncak suspansi terhadap wilayah sastra yang luas.
Puisi ASAS menapaki lambaikan tangan seraya membelok keadaan ke arah zamaniahnya. Inilah yang disebut garis medium. Rontaan untuk menuntut diri wanita tampil baru sebagai penghuni zaman dilontarkan Tita Maria Kanita dalam larik puisi//menyimak wanita tidak cuma dilihat, namun didengar// puisi Telinga. W. Herlya Winna dalam Cahaya di Halaman Mata//Kutanam cahaya di halaman mata//menghasilkan anak-anak matahari//Kukayuh tubuh saat petang, rubuhkan sisa-sisa waktu//. Fina Sato dalam Tak Pernah Kutemukan Wujutmu dalam Riuh//ihwal seorang perempuan bukan dongeng si penjaga cahaya//. Ellie R. Noer dalam Bidadari Mandi//dulu bidadari mandi di pelangi//sekarang mandi di menu pagi//. Puisi Bahteranya Dian Hartati juga mengambil langkah tegas//aku dan tubuhku diintai waktu//siapa penghuni berikutnya//dapatkah kujelaskan pada mereka//tempat berlabuh yang aman tetap tubuhku//. Sikap perpuisian mereka ini sedang mempersiapkan new space bangunan peradapan wanita yang proporsial.
Meski keadaan ini tidak nyata membalik sastra, tetapi gelagat Sihir Terahir awal sentakan sihir sastra dalam menggali wanita sebagai kelengkapan.
Hehehe. Tentu saja tidak bisa menuntut wanita secara berlebihan. Wanita sebagai makhluk kealaman, syarat dengan keterbatasan. Namanya juga wanita. Seluas jangkahnya terbatas jarik dan daster yang dikenakan. Meski wanita menyarap bak ular kobra yang sengit, bengis, apalagi wanita produk fakultasan, keinginannya sejajar dengan pria, kerap menghilangkan esensi kewanitaannya. Se-gander apapun, wanita tetap menstrulasi, hamil, melahirkan, mengasuh, menghembuskan suara hati untuk mewarnai si jabang bayi. Wanita hanya memiliki satu gen keturunan. Tabiatnya tentu sama sejak suku Hawa, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Minahasa, Padang, Jombang, Bandung, Aborigin, Mindanao, Arab, Yahudi, suku awal wanita hingga suku ahir wanita. Berbeda dengan laki-laki yang menurunkan berjuta-juta gen spermatozoon.
Wajar. Fitroh, jika dalam Antologi Sihir Terahir masih menyerta tradisi pramedium, yakni tradisi wanita mencipta karya sebagai pelampiasan/ekstas diri membangun dirinya, pandangan mengenai dirinya, di hadapan dirinya sendiri. Puisi wanita adalah wakil bahasa tabu dan diamnya. Kejalangan menyertakan nama seseorang yang dituju dalam puisinya sesungguhnya hanya mengotori/inveriority penafsiran sastra. Fina Sato misal, dalam puisi Mungkin Aku Lupa Menghitung Kisah, ditujukan buat Rosadi, dalam puisi Kota Kuno ditujukan buat Eko Budiharjo, dan satu lagi buat Wayan Sunarta. W.Herlya Winna ditujukan pada Kang Nyonk dan Novia, Winarni.R membingkis khusus buat inisial ‘Deng’, Fadhila Ramadhona menyertakan A.R. Kusumah dan H.S Wijaya dalam puisi Lelaki Senja-nya. Sementara Dian Hartati dan Ellie R. Noer masing-masing mendata satu tautan nama: ~ba dan Acep Zamzam Noor. Hehehe, seandainya perantauan mereka mengarungi jagat raya dan bertemu idola, kekasih, musuh, tokoh ternama, jin, malaikat, bahkan ‘tuhan’, berapa banyak lagi deretan nama dijumpai dalam puisi yang hanya untuk ngudal rasa pelampiasan.
Minggu 12 September 2010, buku Sihir Terahir baru sampai di tanganku. Aku baca serius. Aku amati. Aku orasi mondar-mandir di balai rumah, didengar saudara, bapak, ibu, teman yang mereka tak mengerti sastra. Yang mereka tau, aku penulis dan sering diundang baca puisi. Kenapa aku seriusi buku ini? Bukan karena aku laki-laki, dan Sihir Terahir ngerumpinya 23 penyair wanita, hingga aku memberi perhatian khusus. Hehehe, sederhana saja yang ingin kuketahui. Apa rahasia buku ini kok sampai menyebabkan aku dan tunanganku terpisah gara-gara buku ini.
Sebetulnya tidak ada hubungan antara pertengkaran hebat aku dengan tunanganku. Tapi juga tidak bisa jika buku ini tidak dihubungkan. Setelah 3 minggu buku ini dipinjam pacarku, ia aku mainta menghantar kerumah, karena aku ingin segera meresensinya. Sampai di tengah perjalanan pacarku tidak mau kerumah, malu bertemu ibuku. Aku marah. Dia menangis. Aku memahami pacarku tak ada militansi dengan kepentingan sastraku, persahabatabku yang sudah tertunda sebulan. Pacarku memahami bahwa aku cowok yang tak memahami wanita. Hubungan kami beku, padahal kami mestinya sudah resmi.
Ternyata, sekecil apapun oleh-oleh bagi wanita yang ia bawa saat bertamu adalah hal penting. Tetapi lelaki kerap tak memahaminya.
Suara wanita adalah yang tak diwakili laki-laki. Sebagaimana kekuatan wanita jika didampingi lelaki dekatnya. Untuk berkarya, laki-laki hanya memerlukan dukungan dari wanita. Untuk berkarya, wanita memerlukan kelonggaran waktu yang diberikan laki-laki.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar