Ahmad Zaini*
http://sastra-indonesia.com/
Selama bertahun-tahun aku mengabdi di sekolah swasta. Jika dihitung sejak pertama aku berseragam safari, sudah hampir dua puluh lima tahun lamanya. Berkali-kali pula aku mengadu nasib mengikuti tes penerimaan pegawa negeri. Namun, berkali-kali pula kegagalan yang kudapatkan.
Sebagai guru swasta yang berhonor kecil, aku tetap melaksanakan tugas dengan ikhlas tanpa mengiri kepada para guru yang statusnya lebih mentereng. Setiap pagi aku selalu datang paling awal di sekolah yang berdinding kusam itu. Setiap pagi pula tangan anak-anak menjabat dan mencium tanganku lebih dahulu sebelum menjabat tangan guru-guru yang lain. Aku ikhlas ini adalah sebuah pengabdianku untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini.
Usiaku sudah berkepala lima. Kata Pak Qosim, kepala sekolahku, aku sudah memasuki usia seksi. Aku kaget saat Pak Qosim mengatakan demikian.
”Apa maksud usia seksi?” tanyaku penasaran.
”Usia seksi itu, ya, usia seket siji !” sahutnya dengan enteng.
Kontan saja aku dan teman-teman tertawa karena plesetan ala Pak Qosim itu.
Harapanku menjadi pegawai negeri sudah tertutup. Karena usiaku saat ini sudah 51 tahun. Berarti itu usia yang sudah kedaluwarsa. Tapi semangatku untuk melaksanakan tugas tak surut. Aku tetap masuk mengajar dengan semangat pengabdian yang tinggi. Aku tak mau kalah dengan guru-guru muda yang baru saja bertugas di sekolah ini. Bahkan sebagai guru tua, aku harus bisa memberi contoh kepada mereka.
Tak pernah sedikit pun aku menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat apa dan bagaimana kinerja teman-teman seperjuangan. Aku tak pernah mengiri kepada guru-guru muda yang baru lulus kuliah kemudian langsung diangkat menjadi PNS. Aku tak pernah menegur atau menyindir mereka karena sering datang terlambat. Aku juga tidak pernah protes kepada kepala sekolah karena guru-guru muda yang statusnya sudah negeri itu mempunyai jam mengajar lebih sedikit daripada jumlah jam megajarku.
”Yang penting aku berusaha melaksanakan tugas yang diberikan kepadaku dengan sebaik-baiknya,” kataku dalam hati.
Pada siang hari saat jam istirahat, Pak Qosim memanggilku ke ruangannya. Aku tak tahu apa yang ingin disampaikan kepadaku. Demi rasa hormat aku memenuhi panggilannya.
”Ada apa Pak?”
”Silakan duduk dulu! Begini Pak Poniman, ini ada surat dari kantor tentang peluang guru usia lima puluh tahun ke atas untuk mengikuti program guru sertifikasi. Nah, di sekolah ini tinggal Bapak saja yang memenuhi kriteria itu. Pada hari Kamis lusa, ada undangan untuk mengikuti pengarahan pembuatan portofolio di kantor dinas. Bapak wajib datang, lho!”
”Alhamdulillah, Terima kasih Pak!” jawabku dengan riang.
”Ya, Pak. Sama-sama,”
Saya langsung keluar dari ruangan Pak Qosim dengan perasaan haru. Ternyata buah dari pengabdianku selama ini datang juga kepadaku. Aku mendapatkan kesempatan mengikuti program guru sertifikasi.
Usai menerima informasi dari kepala sekolah tentang peluang mengikuti program guru sertifikasi, yang terbayang dalam benakku adalah saya akan mendapatkan tunjangan guru profesional yang jumlahya setara dengan gaji pokok pegawai negeri.
***
Kini kumulai menata berkas instrumen portofolio yang harus kusetorkan ke dinas pada minggu depan. Beberapa piagam, SK, dan surat tugas yang berkitan dengan komponen-komponen yang ada dalam portofolio telah kupersiapkan.
Untuk menata berkas-berkas yang diperlukan itu, aku harus lembur hingga lima hari. Setelah itu, berkas yang tersusun rapi sesuai dengan petunjuk yang telah kudapatkan dari dinas, lantas kugandakan sebanyak lima bendel. Empat bendel kusetorkan kepada panitia dan yang satu kugunakan sebagai arsip.
Sepanjang hari kumenanti hasil penilain portofolio dengan rasa optimis yang tinggi. Dengan pengabdian yang cukup lama dan didukung dengan berkas-berkas yang banyak, aku menyongsong hasil penilaian portofolioku dengan memuaskan. Aku yakin pasti lulus tanpa mengikuti PLPG (Pendidikan dan pelatihan profesi guru).
Pagi hari saat aku membariskan anak-anak di halaman sekolah untuk persiapan pelaksanaan upacara bendera, Pak Qosim datang. Ia membawa tas warna hitam yang sarat dengan isinya. Aku melihat ia berisyarat memanggilku. Tangan kanannya melambai-lambai ke arahku. Agar jelas siapa yang ia maksud, aku menunjuk dadaku dengan jari telunjuk. Pak Qosim mengangguk. Kemudian aku bergegas mendekatinya. Ia mengajakku masuk ke kantor.
”Selamat, Pak! Bapak lulus portofolio. Sekarang Bapak telah masuk sebagai guru sertifikasi dan berhak mendapatkan tunjangan senilai gaji pokok pegawai negeri.,” ucap Pak Qosim dengan senyum gembira atas keberhasilanku dalam penilai portofolio.
”Benarkah yang Bapak sampaikan?” tanyaku penasaran.
”Jika Pak Pon tidak percaya, lihat selembar kertas pengumuman yang kubawa ini!” sahut Pak Qosim dengan mengeluarkan kertas pengumuman dari dalam tas hitamnya.
”Poniman,” bunyi tulisan dalam pengumuan tersebut. Aku lihat nomor pesertanya juga cocok dengan nomor pesertaku. Aku lantas bersujud syukur di hadapan Pak Qosim sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas karunia yang baru saja diberikan kepadaku.
***
Setahun lamanya aku menunggu kabar tentang tunjangan guru profesional. Namun selama itu juga belum ada kabar yang jelas dari kepala sekolah. Aku mencoba bertanya kepada guru yang seangkatan dengaku. Namun, ia juga belum mengetahui kapan tunjangan itu cair. Sebagai guru swasta dengan pangkat rendahan seperti saya ini hanya bisa pasrah menunggu dan menunggu pencairan tunjangan yang kumimpi-mimpikan.
Pada suatu hari aku bertemu dengan Pak Solihin. Dia juga guru berusia seksi yang mendapatkan kesempatan mengikuti program sertifikasi seperti aku. Dia juga lulus portofolio. Dia memberi kabar bahwa tunjangan itu akan cair dalam minggu ini. Menurut ceritanya, dia mendapatkan kabar ini dari pegawai dinas yang mengurusi nasib guru swasta yang berusia seksi.
“Kita akan merapel tunjangan tersebut selama dua belas bulan,” katanya.
”Alhamdulillah…!” sahutku.
Tapi berapa besarnya dia tidak cerita dan saya juga tak menanyakan itu kepadanya. Saya bisa lolos sertifikasi saja sudah untung-untungan. Berapa pun nanti yang akan saya terima, semua akan kuanggap sebagai karunia yang luar biasa dan wajib kusyukuri.
Apa yang disampaikan oleh Pak Solikin ternyata benar. Kepala sekolah mendapat instruksi dari atasannya bahwa guru sertifikasi yang telah lulus portofolio dapat mencairkan tunjangannya lewat bank yang telah ditunjuk oleh dinas yang terkait. Maka keesokan harinya saya pergi ke bank tersebut dan mencairkan tunjangan sertifikasi yang ternyata baru keluar enam bulan.
”Enam bulan berikutnya akan dicairkan pada minggu terkahir bulan ini,” kata petugas bank.
Saya sempat meneteskan air mata saat menerima uang dari bank itu. Aku terharu dengan tunjangan yang baru saja aku terima.
”Usai menerima tunjangan ini, aku harus melaksanakan tugas mengajar dengan lebih baik daripada sebelumnya,” Kata hati kecilku.
Tapi, bukan berarti aku harus berada di sekolah selama dua puluh empat jam dalam sehari. Itu keterlauan namanya. Saya kan juga punya keluarga di rumah yang juga membutuhkan perhatianku.
”Yang dimaksud dua puluh empat jam itu dalam satu minggu, bukan sehari,” jelas Pak Solikin yang juga ikut mengantre di bank saat itu.
”Ya, saya tahu itu. Saya pernah mendengar cerita bahwa ada guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi harus seperti itu. Katanya dia harus siap di sekolah selama dua puluh empat jam,”
”Ah, itu tidak mungkin! Kepala sekolah tidak boleh semena-mena seperti itu. Itu sama saja dengan mlokotho guru!” putusnya.
”Jangan karena guru sudah mendapat tunjangan sertifikasi, lantas kepala sekolah seenaknya saja main perintah. Itu semua ada aturan mainnya!” tambahnya. Aku terus diam sambil memegangi uang yang baru saja kuterima.
Sebongkok uang telah kugenggam sebagai hasil pengabdianku selama ini. Aku sudah berencana akan menggunakan uang tersebut untuk memperbaiki tempat tinggalku yang sudah tak layak huni.
Sesampai di sekolah, Pak Qosim memanggilku. Dia lantas menyeret tangaku masuk ke ruang kerjanya. Saya didudukkan di kursi tepat di depan meja tugasnya.
”Ada apa, Pak!”
”Sudah Bapak cairkan uang tunjangannya?”
”Sudah, Pak. Baru cair enam bulan. Yang enam bulan berikutnya katanya akan dicairkan pada minggu terkahir bulan ini,”
”Saya ikut bahagia karena Bapak telah menerima tunjangan sertifikasi. Sebagai ucapan terima kasih atas karunia yang Bapak terima, kami telah membuat catatan-catatan perihal uang tunjangan Bapak,”
”Catatan? Apa maksudnya?”
”Begini Pak Pon, guru yang menerima tunjangan sertifikasi harus menyumbang ke sekolah sebanyak satu juta rupiah. Terus untuk kepala sekolah lima ratus ribu rupiah. Jadi, jumlah yang harus Bapak setorkan kepada saya adalah satu juta lima ratus ribu rupiah. Itu belum yang lain-lainnya. Misalnya, membelikan seragam teman-teman guru. Kalau Bapak membelikan kain seragam yang kualitasnya sedang, ya, sekitar sejutalah. Tapi yang terkahir ini kalau Pak Pon ikhlas, lho!” katanya.
Aku terperangah keheranan dengan apa yang baru saja disampaikan oleh kepala sekolah. Baru saja aku pulang dari bank, uang sudah dibetheti seperti ini.
”Nanti sampai di rumah tinggal berapa? Bagaimana dengan rencanaku? Apakah ada aturan resmi seperti itu? Kalau sifatnya itu syukuran mestinya, ya, terserah saya. Jangan dibandrol seperti itu,” grundelku.
Hatiku berkecamuk antara menolak atau menerima apa yang disampaikan oleh kepala sekolah. Tapi demi keutuhan dan ketentraman di sekolah ini, aku harus menerima semua yang dikatakan oleh kepala sekolah. Saya tidak ingin dengan tunjangan seperti ini terus terjadi sikap saling bermusuhan sesama guru di sini.
“Baiklah, Pak! Ini uang satu juta lima ratus ribu untuk sekolah dan Bapak. Untuk teman-teman guru, ya, menunggu pencairan tunjangan yang berikutnya,”
“Nah, begitu. Ini namanya guru yang benar-benar profesional!” sanjungnya dengan menimang-nimang uang yang baru saja kuberikan. Setelah itu aku keluar dari ruang kepala sekolah dengan sedikit kecewa.
Perasaan dongkol tetap ada di dalam hatiku. Aku menggerutu sepanjang jalan yang kulalui.
”Pemerintah memberikan tunjangan guru senilai itu adalah demi mendongkrak semangat guru dalam melaksanakan tugasnya. Kalau kenyataannya seperti itu, jangan salahkan guru jika prestasi di sekolah tersebut tak ada perubahan setelah ada guru yang mendapatkan tunjangan profesi. Belum lagi tuntutan dari kepala sekolah yang meningkat tajam. Setiap kali ada pekerjaan untuk sekolah, sebentar-bentar guru sertifikasi, sedikit-sedkit guru sertifikasi. Guru akan semakin tertekan sehingga mereka tidak bisa mengembangkan potensi dan profesinya,” ungkap kejengkelanku yang kutumpahkan pada istriku di rumah.
Suasana rumah yang semestinya ceria berubah jadi hening berbalut kecewa lantaran uang tunjangan guru sertifikasiku dibetheti oleh kepala sekolah. Kusandarkan kepala pada dinding papan yang sudah dimakan usia. Aku mengantuk, lelah, lantas tertidur untuk menghilangkan rasa kecewa walau hanya sesaat.(*)
Desember 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 25 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar