Antologi tentang cerpenis perempuan dan karya mereka. Sumbangan bagi literatur sastra dan kajian perempuan.
Dunia Perempuan: Antologi Cerpen Wanita Cerpenis Indonesia
Penyunting :Korrie Layun Rampan
Penerbit :Bentang Budaya, Yogyakarta, November 2002, 620 hlm. + xxx.
Peresensi :Anton Kurnia
http://majalah.tempointeraktif.com/
SETELAH lama ”dikuasai” lelaki, lima tahun belakangan ini muncul kebangkitan perempuan dalam sastra Indonesia. Sejak Saman karya Ayu Utami, kiprah perempuan dalam sastra kita kian marak. Beberapa nama: Dewi Lestari, Dinar Rahayu, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki. Mereka menyambung era Nh. Dini yang produktif sejak 1970-an.
Seiring dengan maraknya penerbitan sastra karya perempuan, terbitlah buku Dunia Perempuan; Antologi Cerpen Wanita Cerpenis Indonesia suntingan Korrie Layun Rampan. Buku berisi 55 cerpen karya 55 pengarang perempuan ini merekam jejak perempuan di dunia cerita pendek sejak awal perkembangan sastra Indonesia modern. Menurut Korrie, buku ini disusun berdasarkan data hingga tahun 2000. Karya-karya diseleksi dari 125 cerpen karya 125 cerpenis yang terbit dalam rentang waktu 60 tahun. Angka itu dihitung sejak Taman Penghibur Hati (1941) karya Saadah Alim, kumpulan cerpen pertama oleh perempuan dalam sejarah sastra Indonesia. Dari 55 cerpenis, hanya separuh yang punya kumpulan cerpen, separuh lagi mempublikasikan karya melalui majalah, koran, dan antologi bersama.
Korrie menyusun antologi secara bio-kronologis, mulai dari Saadah Alim (1897-1968) dengan Kalau Timur Masih Memanggil (hlm. 1-10), lalu Suwarsih Djojopuspito (1912-1977) dengan Kesepian (hlm. 11-18), hingga Dyaning Widya Yudhistira (1974) dengan Pernikahan Angin (hlm. 578-557), ditutup cerpen Helvy Tiana Rosa, Lelaki Kabut dan Boneka (hlm. 558-595). Tapi Korrie salah ketika menaruh Helvy di urutan terakhir. Dilihat dari tanggal lahirnya, mestinya Helvy (lahir April 1970) di urutan ke-48, sebelum Anil Hukma (September 1970).
Sebagian besar cerpen dalam antologi ini berkisah tentang keseharian perempuan yang diceritakan dari sudut pandang perempuan, dengan tokoh utama perempuan. Tak semuanya berkisah secara realis, beberapa di antaranya bertutur dengan gaya surealis, seperti Hati karya Nenden Lilis Aisyah yang juga penyair itu (hlm. 549-556).
Buku ini merupakan antologi sejenis yang paling komprehensif dalam literatur sastra Indonesia. Sebelumnya telah terbit Apresiasi Cerita Pendek 1: Cerpenis Wanita (1991) yang juga disusun Korrie. Upaya mengembangkan telaah yang memusatkan perhatian pada karya sastra yang berfokus pada perempuan, dengan memberi ruang lebih leluasa bagi suara perempuan, merupakan hal positif dalam bingkai sastra kita.
Tapi, seperti banyak antologi yang tak lepas dari subyektivitas penyusunnya, buku ini menyisakan sejumlah kelemahan. Misalnya, luputnya sejumlah nama yang layak dimasukkan. Antologi ini disusun berdasarkan data hingga tahun 2000, sehingga jarak antara 2000 dan 2003 membuat sejumlah cerpenis yang muncul belakangan dengan karya berbobot tak tercantum. Salah satunya Djenar Maesa Ayu, yang melejit dengan Mereka Bilang Saya Monyet! (2002). Padahal, menurut cerpenis Danarto, Djenar telah merintis cara pengucapan baru dalam cerpen kita.
Beberapa cerpenis lain yang layak masuk adalah Dewi Anggraeni dan Nukila Amal. Dewi, yang bermukim di luar negeri dan banyak menerbitkan karya dalam bahasa Inggris, memiliki kekhasan: ia mengolah tema akulturasi budaya. Adapun Nukila Amal semula mempublikasikan cerpen di Matra, Pikiran Rakyat, dan The Jakarta Post sekitar akhir 1990-an. Belakangan, karyanya muncul di Kalam, Prosa, dan Koran Tempo. Karya-karya mutakhirnya memperlihatkan bentuk pengucapan yang khas dengan bahasa indah yang eksploratif. Meski begitu, antologi ini merupakan sumbangan berharga bagi literatur sastra dan kajian perempuan kita.
*) Cerpenis dan pemerhati cerpen.
Dunia Perempuan: Antologi Cerpen Wanita Cerpenis Indonesia
Penyunting :Korrie Layun Rampan
Penerbit :Bentang Budaya, Yogyakarta, November 2002, 620 hlm. + xxx.
Peresensi :Anton Kurnia
http://majalah.tempointeraktif.com/
SETELAH lama ”dikuasai” lelaki, lima tahun belakangan ini muncul kebangkitan perempuan dalam sastra Indonesia. Sejak Saman karya Ayu Utami, kiprah perempuan dalam sastra kita kian marak. Beberapa nama: Dewi Lestari, Dinar Rahayu, Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki. Mereka menyambung era Nh. Dini yang produktif sejak 1970-an.
Seiring dengan maraknya penerbitan sastra karya perempuan, terbitlah buku Dunia Perempuan; Antologi Cerpen Wanita Cerpenis Indonesia suntingan Korrie Layun Rampan. Buku berisi 55 cerpen karya 55 pengarang perempuan ini merekam jejak perempuan di dunia cerita pendek sejak awal perkembangan sastra Indonesia modern. Menurut Korrie, buku ini disusun berdasarkan data hingga tahun 2000. Karya-karya diseleksi dari 125 cerpen karya 125 cerpenis yang terbit dalam rentang waktu 60 tahun. Angka itu dihitung sejak Taman Penghibur Hati (1941) karya Saadah Alim, kumpulan cerpen pertama oleh perempuan dalam sejarah sastra Indonesia. Dari 55 cerpenis, hanya separuh yang punya kumpulan cerpen, separuh lagi mempublikasikan karya melalui majalah, koran, dan antologi bersama.
Korrie menyusun antologi secara bio-kronologis, mulai dari Saadah Alim (1897-1968) dengan Kalau Timur Masih Memanggil (hlm. 1-10), lalu Suwarsih Djojopuspito (1912-1977) dengan Kesepian (hlm. 11-18), hingga Dyaning Widya Yudhistira (1974) dengan Pernikahan Angin (hlm. 578-557), ditutup cerpen Helvy Tiana Rosa, Lelaki Kabut dan Boneka (hlm. 558-595). Tapi Korrie salah ketika menaruh Helvy di urutan terakhir. Dilihat dari tanggal lahirnya, mestinya Helvy (lahir April 1970) di urutan ke-48, sebelum Anil Hukma (September 1970).
Sebagian besar cerpen dalam antologi ini berkisah tentang keseharian perempuan yang diceritakan dari sudut pandang perempuan, dengan tokoh utama perempuan. Tak semuanya berkisah secara realis, beberapa di antaranya bertutur dengan gaya surealis, seperti Hati karya Nenden Lilis Aisyah yang juga penyair itu (hlm. 549-556).
Buku ini merupakan antologi sejenis yang paling komprehensif dalam literatur sastra Indonesia. Sebelumnya telah terbit Apresiasi Cerita Pendek 1: Cerpenis Wanita (1991) yang juga disusun Korrie. Upaya mengembangkan telaah yang memusatkan perhatian pada karya sastra yang berfokus pada perempuan, dengan memberi ruang lebih leluasa bagi suara perempuan, merupakan hal positif dalam bingkai sastra kita.
Tapi, seperti banyak antologi yang tak lepas dari subyektivitas penyusunnya, buku ini menyisakan sejumlah kelemahan. Misalnya, luputnya sejumlah nama yang layak dimasukkan. Antologi ini disusun berdasarkan data hingga tahun 2000, sehingga jarak antara 2000 dan 2003 membuat sejumlah cerpenis yang muncul belakangan dengan karya berbobot tak tercantum. Salah satunya Djenar Maesa Ayu, yang melejit dengan Mereka Bilang Saya Monyet! (2002). Padahal, menurut cerpenis Danarto, Djenar telah merintis cara pengucapan baru dalam cerpen kita.
Beberapa cerpenis lain yang layak masuk adalah Dewi Anggraeni dan Nukila Amal. Dewi, yang bermukim di luar negeri dan banyak menerbitkan karya dalam bahasa Inggris, memiliki kekhasan: ia mengolah tema akulturasi budaya. Adapun Nukila Amal semula mempublikasikan cerpen di Matra, Pikiran Rakyat, dan The Jakarta Post sekitar akhir 1990-an. Belakangan, karyanya muncul di Kalam, Prosa, dan Koran Tempo. Karya-karya mutakhirnya memperlihatkan bentuk pengucapan yang khas dengan bahasa indah yang eksploratif. Meski begitu, antologi ini merupakan sumbangan berharga bagi literatur sastra dan kajian perempuan kita.
*) Cerpenis dan pemerhati cerpen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar