Jumat, 22 Desember 2017

Kritik Marxist Dalam Sastra

Sastri Sunarti
tabloidsastra.wordpress.com

Kritik Sastra Marxist dalam kesusasteraan  mempunyai sejarah yang panjang. Kritik teori Marxist ini berawal dari tiga teks besar dan terkenal. Dua diantaranya terdapat dalam surat-surat pujian dari Engels dan ketiga terdapat dalam esei pendek yang ditulis oleh Lenin, (Steiner 1967).

Ajaran Marxis sendiri berawal dari pemikiran Karl Marx dan Frederick Engels. Pada tahun 1848 kedua tokoh pemuda Jerman yang revolusioner ini mengeluarkan pernyataan-pernyataan umum mengenai kebudayaan yang besar sekali pengaruhnya kemudian terhadap sejarah pemikiran manusia. Pikiran mereka itu terbit dalam suatu dokumen yang dikenal dengan Manifesto Komunis. Karl Marx sendiri sebelumnya sudah menulis sebuah buku yang berjudul Das Kapital yang akhirnya diselesaikan oleh Engels.

Dua tema pokok dalam tulisan-tulisan Marx dan Engels yang mula-mula adalah pengaruh sosial ideologi dan pembagian kerja. Dalam hubungannya dengan konsep ideologi ini dijelaskan bahwa semua pikiran yang berbeda-beda, baik yang bersifat falsafah, ekonomi, dan historis, menampilkan tak lebih dari suatu perspektif yang berkaitan dengan posisi kelas pengarang.

Marx dan Engels juga menyadari bahwa pembagian kerja memegang peranan penting dalam kehidupan sosial. Hal itu disebabkan oleh perkembangan perdagangan dan industri; adanya kelompok masyarakat yang bergeser dari taraf produksi material ke taraf produksi mental. Pembagian kerja ini menghasilkan sebuah teori murni seperti halnya filsafat, teologi dan secara tersirat sastra dan seni. Di bawah kekuasaan ekonomi kapitalisme, sastra semakin lama semakin dianggap sebagai barang industri.

Dalam tulisan Eagleton, (1977:3) dijelaskan bahwa Marx sesungguhnya terpengaruh oleh dialektika filsafat Hegel dalam memandang seni. Namun menurut Eagleton, kemurnian pikiran  Marx tidak terdapat dalam pendekatan sastra, melainkan terletak pada pemahaman yang revolusioner terhadap sejarah itu sendiri.

Dalam suatu laporannya, Marx menjelaskan tentang Base ‘dasar’ dan Superstructur ‘superstruktur’. Superstruktur yaitu ideologi dan politik yang bertumpu pada ‘dasar’ (hubungan-hubungan soiso-ekonomi). Marx menjelaskan bahwa kebudayaan bukanlah suatu kenyataan bebas, melainkan kebudayaan itu tidak terpisahkan dari kondisi-kondisi kesejarahan. Di dalam kesejarahan itu, manusia menciptakan hidup kebendaannya. Hubungan-hubungan antara penguasaan, penindasan, atau ekploitasi yang menguasai tata sosial dan ekonomi dari suatu fase sejarah manusia akan ikut menentukan seluruh kehidupan kebudayaan masyarakatnya.

Dalam Ideologi Jerman (1846), Marx dan Engels berbicara pula mengenai moralitas, agama, dan filsafat sebagai momok-momok yang dibentuk dalam otak manusia yang  merupakan refleks dan gema dari proses kehidupan yang nyata. Dalam serangkaian surat-surat terkenal (1890), Engels menekankan bahwa ia dan Marx selalu memandang aspek perekonomian masyarakat sebagai akhir dari aspek-aspek lain. Jadi, seni menurut pandangan Marxis merupakan bagian dari superstruktur dari lingkungan sosial. Dengan demikian, menurut Marxis, untuk memahami sastra berarti memahami seluruh proses sosial.

Status kesusasteraan yang khusus, diakui oleh Marx dalam sebuah bagian terkenal dalam bukunya Grundrisse. Di dalamnya ia menjelaskan tentang ketidakcocokan yang nyata antara perkembangan ekonomi dan kesenian. Ia menganggap bahwa tragedi Yunani sebagai puncak dari perkembangan kesusasteraan dan tragedi itu bersamaan waktunya dengan sistem kemasyarakatan dan sebuah bentuk ideologi; yang tidak lagi sahih bagi masyarakat modern.

Dalam pembicaraan mengenai sebuah lakon Shakespeare, Timono of Athens, Marx mengatakan bahwa uang tidak hanya mengontrol manusia tetapi juga merupakan lambang keterpencilan manusia dari dirinya  sendiri dan masyarakat. Marx memuji Shakespeare yang telah menggambarkan esensi uang sebagai suatu yang berada di luar manusia, mengatur tindakannya, dan merupakan sesuatu yang diciptakan manusia agar dapat digunakan.

Gagasan Marx bukan merupakan hal yang penting dalam pengembangan sosiologi sastra. Tulisan -tulisan Engelslah yang banyak manfaaatnya bagi pengembangan pendekatan itu. Ada dua pokok penting dalam pikiran Engels yaitu pertama mengenai sastra. Tendensi politik penulis haruslah disajikan secara tersirat saja. Semakin tersembunyi pandangan si penulis, semakin bermutulah karya sastra yang ditulisnya. Ideologi politik bukanlah merupakan masalah utama bagi si seniman. Oleh karenanya karya sastra akan menjadi lebih baik apabila ia berhasil membuat ideologi itu tetap tersembunyi.

Pokok kedua dalam gagasan pikiran Engels lebih bersifat dogmatis. Ia menjelaskan bahwa setiap novelis yang berusaha mencapai realisme harus mampu menciptakan tokoh-tokoh yang representatif dalam karya-karyanya. Hal itu disebabkan oleh adanya pengertian realisme yang meliputi reproduksi tokoh-tokoh yang merupakan tipe dalam peristiwa yang khas pula.

Bapak realisme sosial di Uni Sovyet itu sendiri adalah Maxim Gorky yang sangat berhasil menggambarkan realisme dalam karyanya berjudul Ibu dan Anak yang dianggap sukses menerapkan ajaran realisme sosial di USSR. Namun, sebagai kritikus Marxis yang besar adalah George Lukacs, seorang Hongaria.

Karya-karya Lukacs terutama menyoroti masalah-masalah realisme, walaupun pandangannya kemudian banyak bersinggungan dengan paham realisme sosialis resmi. Pada usia 25 tahun, Lukacs merampungkan naskah bukunya yang setebal 1000 halaman yang berjudul Soul and Form yakni tentang perkembangan drama modern. Pada tahun 1918 ia bergabung dengan Partai Komunis Hongaria. Tulisan-tulisannya mulai dipengaruhi oleh pemikiran Marxis sezaman. tulisan-tulisannya dalam periode Marxis banyak bicara tentang masalah filsafat, seperti alienasi, fetishism, reifikasi yang menjadi sumbangan penting bagi teori Marxis tentang kesadaran, ideologi, dan kebudayaan. Karya Lukacs yang penting dari kurun ini adalah History and Class Consciusness yang terbit 1923.
Ia menyerang gerakan modernisme yang muncul di Eropa Barat. Ia mengatakan bahwa modernisme hanya mampu melihat manusia sebagai makhluk putus asa yang terasing, bahwa modernisme sengaja mengingkari kenyataan seutuh-utuhnya, bahwa modernisme merupakan gerakan artistik yang steril.

Dalam bidang seni dan sastra, Lukacs bicara mengenai bentuk (form) yang dianggap sangat menonjol dan berpengaruh. Sistem kapitalis menurutnya menciptakan pemisahan bidang-bidang kehidupan begitu parahnya dan pemujaan terhadap komoditas yang membutakan manusia dari jatidirinya. Dalam Studies in European Realism dan Historical Novel, ia melihat fungsi itu dipenuhi dalam karya-karya penulis realis seperti Shakespeare, Balzac, Tolstoy dan seniman Yunani kuno. Lukacs sangat terpengaruh oleh pikiran Thomas Mann.

Pengunggulan realisme dalam karya-karyanya sempat merangsang perdebatan panjang dengan Bertolt Brecht. Bagi Brecht, realisme mendamaikan kontradiksi di dalam totalitas yang merupakan sikap reaksioner. Sebaliknya Lukacs berpendapat bahwa kontradiksi semacam itu justru perlu diungkap lebih tajam dalam kesenian yang akan meransang manusia untuk membebaskan diri dari kontradiksi itu dalam dunia nyata.

Lukacs menggunakan istilah refleksi yang merupakan ciri khusus keseluruhan karyanya. Dengan menolak naturalisme bersahaja novel baru Eropa  waktu itu, ia kembali ke pandangan realis lama bahwa novel mencerminkan realitas. Pencerminan itu bukan melalui pelukisan wajah yang tampak dari permukaan saja, melainkan memberikan pada kita sebuah pencerminan realitas yang lebih benar, lebih lengkap, dan lebih hidup. Menurut Lukacs, pencerminan itu bisa saja lebih atau kurang konkret. Sebuah novel mungkin akan membawa pembaca ke arah pandangan yang lebih konkret kepada realitas. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara terasing, tetapi proses hidup yang penuh. Pembaca selalu sadar bahwa karya sastra itu bukan realitas sendiri melainkan merupakan bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Oleh sebab itu menurut Lukacs, sebuah pencerminan realita yang benar memerlukan lebih dari sekedar perwujudan luar.

Selain Lukacs, kritikus Marxis yang lain adalah Lucien Goldmann yang terkenal dengan rumusan model strukturalisme genetik. Goldmann menolak bahwa teks-teks adalah ciptaan jenius individual melainkan bahwa teks-teks sastra merupakan struktur-struktur mental trans-individual; milik kelompok-kelompok tertentu yang kemudian menghasilkan suatu pandangan dunia.

Goldmann percaya bahwa penemuannya tentang homolog (persamaan bentuk) struktural diantara bermacam-macam bagian tata masyarakat, membuat teori kemasyarakatannya khas Marxis. Dalam hal ini, karyanya merupakan kelanjutan teori Lukacs dari aliran Marxisme Hegel.

Kritikus Marxis yang lain adalah Walter Benjamin dari aliran Frankfurt. Pertemuan singkatnya dengan Adorno, memberi alasan untuk menyebutnya sebagai Marxsis meski pun cap itu sangat pribadi sifatnya.

Eseinya yang terkenal adalah Karya Seni dalam Abad Reproduksi Mekanis yang memperlihatkan sebuah pandangan kebudayaan modern yang bertentangan dengan Adorno. Benjamin berpendapat bahwa inovasi tehnik modern telah mengubah secara mendalam status karya seni yang waktu dulu hanya dapat dinikmati oleh elit borjuis. Adorno melihat hal tersebut sebagai perendahan nilai seni oleh komersialisasi.

Sebelumnya telah disinggung mengenai efek alienasi dalam sastra yang sebenarnya dikembangkan oleh Bertold Brecht. Drama-drama awal Brecht radikal, anarkistik, anti borjuis tetapi tidak anti kapitalis. Sesudah membaca Marx, jiwa remajanya berubah menjadi keterlibatan politik . Pada tahun 1930 ia menulis drama yang ditujukan pada kelas pekerja tetapi ia terpaksa meninggalkan Jerman ketika kaum Nazi berkuasa.

Brecht menolak jenis kesatuan bentuk formal yang dipuji oleh Lukacs. Menurutnya, tidak ada bentuk yang bagus yang dapat bertahan selamanya dengan kata lain, tidak ada hukum estetik yang abadi.

berdasarkan pandangan Engels mengenai hubungan sastra dan masyarakat yang menjelaskan bahwa dalam karya sastra besar, maksud pengarang tersembunyi. Sebaliknya Lenin mempunyai pandangan bahwa sastra harus sejalan dengan garis partai. Perbedaan pandangan ini menimbulkan adanya dua jalur dalam kritik sastra Marxis yaitu kritik para Marxis yang berpegang pada pendapat Engels dan kritik kaum Ortodoks yang perpegang pada Lenin (Steiner, 1967:305–324).

Perkembangan teori Marxis di Rusia akhirnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari ideologi dan pemerintahan Komunis. Di bawah Stalin, kritik di Rusia tidak bisa berbuat apa-apa. Lukacs pun dicerca oleh partai dan pandangan Engels ditolak oleh anggota partai. Akhirnya sastra diredusir menjadi sekrup dalam mekanisme  negara totaliter dan sangat sesuai dengan pandangan Lenin yang menyatakan bahwa tugas kritik hanya dua yaitu sebagai penafsir dogma partai dan pengganyang kaum murtad.

Ideologi Marxist-Leninis ini kemudian juga pernah diterapkan di Indonesia oleh kelompok Lembaga Kebudayaan Rakyat (lebih populer dengan sebutan LEKRA) pada masa-masa 60-an sebelum meletusnya gerakan 30 September 1965. Pada masa itu muncul sebuah jargon di kalangan seniman dan penulis yang menyatakan bahwa sastra adalah panglima. Dan pengganyangan terhadap kelompok yang berseberangan dengan ideologi Lekra terhadap kelompok Manifestasi Kebudayaan juga sempat terjadi pada masa itu.

DAFTAR PUSTAKA
Eagleton, Terry. 1977. Marxism and Literary Criticism, London: Methuen and Co Limited.
George, Steiner. 1967."Marxism And The Literary Critic" New York: Atheneum.
Joko Damono, Sapardi. 1984. Sosiologi Sastra Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Karyanto, Ibe. 1996. Realisme Sosialis. Jakarta: Gramedia.
Selden, Raman. 1985. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Jogya: Universitas Gajah Mada Press.
https://tabloidsastra.wordpress.com/2014/12/22/kritik-marxist-dalam-sastra/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi