Salyaputra *
cetak.kompas.com
PERTEMUAN Sutardji Calzoum Bachri dan Umbu Landu Paranggi boleh jadi hal yang lumrah saja. Namun, mengingat peran dan mitos mereka selama ini sebagai tokoh perpuisian Indonesia, tak pelak perjumpaan dua sahabat lama ini mengandung sekian kemungkinan arti dan juga tafsir tersendiri: sebuah kilas balik sekaligus refleksi akan kehidupan susastra Indonesia di masa depan.
Dalam tahapan sejarah sastra Indonesia, keduanya terbilang angkatan 1970-an, yang tumbuh senyampang kemelut dan tragedi sosial politik tahun 1965. Apabila Chairil Anwar dan rekan-rekan seniman segenerasinya, melalui "Surat Gelanggang", memaklumatkan sebagai ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia serta menegaskan diri sebagai "binatang jalang" yang meradang dan menerjang (individualis), Sutardji-Umbu bersama sejawatnya malahan menggaungkan kehendak untuk "kembali ke akar". Ini sesungguhnya tidak semata pertarungan keyakinan antargenerasi, tetapi mencerminkan pula apa yang disebut oleh para ahli sejarah sebagai "jiwa zaman".
Pertemuan Sutardji dan Umbu di sela-sela perhelatan Ubud Writers and Readers Festival 2010 di Bali, bukanlah sesuatu yang direncanakan atau bagian dari agenda festival itu. Di hadapan para seniman Indonesia dari generasi yang lebih kini, mereka saling menunjukkan secara spontan kehangatan persahabatan, yang sudah lebih dari 40 tahun tak bersua. Yang seketika mengemuka adalah sisi-sisi pribadi, sentuhan manusiawi penuh keharuan. Mitos yang selama ini membayang-bayangi eksistensi mereka di dunia sastra, dan membuat keduanya tampak "angker" dan berjarak dari keseharian, di mana masing-masing menyandang sebutan yang serupa, Sutardji "Presiden Penyair Indonesia" dan Umbu "Presiden Malioboro", seketika cair. Umbu yang dikenal sebagai sosok yang serba "konon", misterius, sulit ditemui, dan jarang hadir di ruang publik, kali ini tampil ekspresif, terbuka, dan spontan. Sedangkan Sutardji, yang hingga belakangan ini terus terpublikasi sebagai sosok nyentrik, heboh, dan fenomenal, memperlihatkan bagian dirinya yang sehari-hari.
Mitos
Jadi jelaslah, di balik selubung mitos selama ini, kita mungkin saja luput merunut bahwa mereka sesungguhnya mengalami sekian tahapan pergulatan sebelum mengukuhkan eksistensinya sebagaimana yang terbaca di khalayak sekarang ini. Keduanya memang terbilang tokoh berpengaruh, dan kini sama-sama menjelang usia 70-tahun. Namun, latar sosial budaya serta cara masing-masing merespons pilihan hidupnya telah menempatkan keduanya sebagai pribadi dengan kecenderungan yang boleh dikata bertolak belakang.
Adapun Sutardji, mencermati tahapan kreatifnya, tumbuh sebagai penyair yang ekstrovert, di mana publik tersihir oleh tampilannya di atas panggung yang dramatik dan nyeleneh, berikut karyanya yang penuh kejutan serta menyimpang dari mainstream perpuisian. Sedangkan Umbu sebaliknya. Ia diingat orang sebagai sosok yang introvert, lebih mengemuka selaku motivator, menghindar dari publikasi, bahkan hingga kini belum memiliki antologi puisi tunggal. Apabila Sutardji layaknya seorang single figther yang menonjol secara individual, Umbu lebih memilih di luar ring, hidup bersahaja dalam semangat komunal. Keduanya boleh dikata berbeda latar. Sutardji dilahirkan 24 Juni 1943 di Rengat, Riau, bagian barat Indonesia, sedangkan Umbu dilahirkan di wilayah timur, tepatnya Sumba, mungkin sekitar 10 Agustus 1943.
Melalui pencapaian karyanya, sosok Sutardji hadir dan memengaruhi kehidupan perpuisian generasi berikutnya. Sementara Umbu meneguhkan figurnya sebagai motivator dan apresiator melalui komunitas-komunitas yang turut didirikannya, di Yogyakarta dan di Bali, di mana penyair-penyair binaannya mewarnai perjalanan susastra nasional, serta secara tidak langsung menciptakan mitos tersendiri perihal "kebohemianan" hidupnya. Dedikasi dan seluruh tahapan perjalanan mereka bermuara pada satu hal yang sama, yakni menjadikan kepenyairan sebagai jalan hidup dan puisi sebagai pilihan ekspresi yang hakiki.
Dengan ciri pribadi yang bertolak-belakang itu, baik Sutardji maupun Umbu telah memberikan sumbangsih yang besar pada apa yang harus diraih di masa depan. Keduanya telah menunjukkan kepada kita bahwa puisi bukanlah sebuah dunia di mana pelakunya asyik masyuk dengan diri sendiri. Sutardji, tercermin pada tahapan dan periodisasi karya-karyanya, tidak hanya menciptakan puisi yang bernada personal, tetapi juga menegaskan kepedulian sosial, semisal sajak Tanah Air Mata. Sedangkan Umbu, meskipun kehidupan pribadinya terbilang tertutup dan penyendiri, tetapi melalui kegiatan-kegiatan apresiasi yang konsisten ke sekolah-sekolah dan komunitas-komunitas telah turut menumbuhkan kegairahan bersastra di kalangan generasi muda.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa baik Sutardji maupun Umbu adalah produk dari suatu zaman yang tentunya berbeda dengan era sekarang ini. Apabila angkatan 1970 menyatakan kembali ke akar serta memiliki romantikanya tersendiri dengan kehidupan yang diwarnai kebohemianan, situasi kini dan juga masa depan tentulah memerlukan suatu bentuk ekspresi dan jalan kreatif yang lain. Apa mau dikata, 10 tahun belakangan ini, kemajuan teknologi audiovisual dan informasi telah memaksa kita untuk mempertanyakan ulang nilai-nilai baku dan mendasar yang sekian waktu telah diyakini sebagai kebenaran atau acuan. Dalam kenyataan yang paling banal, serbuan bahasa iklan serta tampilan visual di aneka media telah meminta para kreator di bidang seni apa pun untuk mengolah ragam bahasa estetiknya secara lebih kontekstual serta tak kehilangan kedalaman renungan serta kandungan nilai-nilai yang esensial.
Memang, semangat tiap zaman memerlukan respons kreatif yang berlainan. Namun, tentu saja, generasi penyair terkini dan mendatang dapat memetik pelajaran dari apa yang telah didedikasikan Umbu dan Sutardji pada kehidupan puisi. Guna menjawab percepatan perubahan yang terjadi serta banjir informasi yang serentak mengepung kita dari segala lini, seseorang sepatutnya mengolah diri dengan intens sebagaimana telah ditunjukkan seorang Sutardji. Dengan kata lain, seorang kreator era kini hendaknya adalah seorang yang memiliki disiplin pribadi yang tinggi.
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan sosial kini yang dipenuhi oleh seruan pluralisme dan multikultur, serta diwarnai suatu perubahan iklim yang bersifat global, meniscayakan pentingnya membangun komunitas-komunitas kreatif. Dalam naungan kesadaran seperti itulah, para kreator seni mencipta dan mempersembahkan karyanya untuk panggilan yang lebih jauh dari sekadar ekspresi tentang keindahan. Era komunitas ini, jelaslah menuntut setiap pribadi yang terlibat di dalamnya untuk memiliki suatu disiplin organisasi yang terjaga.
Dengan demikian, selaras dengan jiwa zaman kini, kehidupan susastra yang kreatif produktif memerlukan sosok-sosok kreator yang kuasa mempertautkan antara disiplin pribadi dan disiplin organisasi, antara kehidupan keseharian yang soliter dan kenyataan sosial yang menuntut sikap diri yang solider. Mungkin di masa mendatang yang kita perlukan adalah bagaimana mengolah mitos, bukan sekadar peneguh legitimasi, melainkan suatu capaian ekspresi yang mencerahkan dan membebaskan kita dari selubung sensasi, guna meraih yang esensi.
Salyaputra, penyair.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar