Jumat, 06 Agustus 2021

Novel Orang-Orang Bertopeng (8)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002
 
Teguh Winarsho AS
 
PEGASING, Desember 1973. 
SUBUH pecah oleh suara tangis bayi memekak telinga. Beberapa orang yang masih lelap tidur terbangun seketika. Tidak sulit untuk menemukan di mana asal bunyi tangis bayi. Di kampung terpencil di tepi hutan itu, hanya ada seorang perempuan yang sedang hamil tua. Tentu, suara tangis itu berasal dari sana. Siang sedikit orang-orang datang berduyun-duyun sekadar memberi ucapan selamat dan melihat bayi yang baru lahir. Tapi ada juga yang membawa gula, teh, kopi, beras atau makanan ala kadarnya.
 
Bayi itu laki-laki. Besar dan montok. Kedua orang tuanya menyambut  gembira buah hati yang sudah lama dinantikan kehadirannya itu dengan senyum dan perasaan bangga. Seolah kebahagian dunia ini hanya milik mereka berdua. Maklum, tiga anaknya terdahulu meninggal ketika masih dalam kandungan. Sejak itu, menurut dokter sang Ibu tidak  akan bisa hamil lagi. Tapi keajaiban terjadi. Ya, keajaiban selalu terjadi pada siapa saja yang terus berdoa dan berusaha. Pada tahun ke delapan, sang Ibu merasakan perutnya mual dan perlahan-lahan membesar. Semakin lama semakin besar dan seperti ada sesuatu yang mulai menggeliat-liat lembut di dalam perutnya. Begitulah, dokter kemudian menyatakan ia positif hamil.
 
Sebuah pesta kecil yang menandai kelahiran bayi segera diadakan. Sang Ayah mengundang tetangga kanan kiri untuk mengadakan syukuran. Orang seisi kampung turut gembira menyambut kehadiran bayi laki-laki keluarga Salim -Hamidah, yang kemudian diberi nama Hasan. Hasan Abdullah Tiro.
 
Hasan kecil tumbuh sebagai anak periang, gesit dan lincah. Hasan suka main layang-layang dan mencari belut di sawah. Salim, sang Ayah, sangat bangga pada pertumbuhan Hasan. Kemanapun Salim pergi Hasan selalu diajak serta. Tapi sayang, ajal memisahkan kedekatan Hasan dan Ayah, ketika usia Hasan belum genap sembilan tahun. Sejak saat itu Hasan jadi anak pemurung. Suka menyendiri melamun di kebun belakang. Di kebun itu pula Hasan menghabiskan hampir seluruh hari-harinya hingga menginjak usia remaja dan akhirnya pergi ke Jakarta.
 
Sebenarnya masih terlalu kecil bagi Hasan kala itu saat memutuskan pergi ke Jakarta. Tapi tekad Hasan sudah bulat, sebulat rembulan ketika purnama tiba. Tak ada seorang pun yang bisa menghalangi kemauan Hasan. Bahkan Hamidah sendiri hanya bisa mengelus dada, meratapi kepergian Hasan dengan doa dan tetesan air mata. Tapi Hasan memang lain. Hasan tidak seperti anak kampung pada umumnya. Sorot mata Hasan yang tajam dan garis-garis keras di wajahnya menyiratkan ada sesuatu yang istimewa pada dirinya. Ya, sebagaimana sang Ayah yang ulet bekerja, hanya dalam  waktu tiga bulan Hasan sudah bisa mengirim uang pada Hamidah di kampung. Tidak banyak memang, tapi cukuplah untuk hidup seorang diri di kampung terpencil seperti Pegasing.
 
Mula-mula Hasan bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah rumah makan. Menempati satu petak kecil di dekat dapur, berdampingan dengan kamar mandi. Pagi-pagi sekali Hasan sudah harus bangun karena sejak pukul lima pagi, ketika rumah makan itu mulai dibuka, langsung diserbu pembeli. Tangannya yang masih kecil, begitu trampil dan cekatan mencuci piring dan gelas. Jauh lebih trampil dan cepat dari dua pegawai sebelumnya yang kemudian dipecat lantaran kerjanya sangat lamban. Tapi sayang, hanya empat bulan Hasan bekerja di situ karena rumah makan itu tergusur pelebaran jalan. Hasan menolak ajakan pemilik rumah makan yang mengajaknya pindah. Hasan memilih mencari pekerjaan lain.
 
Sebuah pabrik roti akhirnya mau menerima Hasan sebagai pegawai baru. Kerjannya cukup ringan, hanya membungkus dan mengepak roti-roti itu ke dalam kardus lalu diangkut ke gudang. Gajinya dua kali lipat dari ketika masih kerja di rumah makan. Apalagi Hasan sering memanfaatkan sisa tenaganya untuk kerja lembur. Sebagian uang gaji ia kirimkan untuk Ibu di kampung. Bertahun-tahun lamanya Hasan bekerja di situ hingga badai krisis moneter datang menghantam. Pabrik tempatnya bekerja  sempoyongan, persis orang teler kebanyakan minum.
 
Perampingan. Begitulah kata itu mulai terkenal dan terdengar menakutkan. Membuat para pekerja senam jantung setiap hari. Hasan, juga dua ratus pekerja lain mau tidak mau akhirnya harus menerima nasib tragis; PHK. Tapi tidak seperti teman-temannya yang kemudian berunjuk rasa di halaman pabrik, minta dipekerjakan lagi atau minta uang pesangon delapan kali lipat jumlah gaji, Hasan memilih pulang kampung. Ada seraut wajah cantik yang kerap mengusik malam-malamnya ketika ia sudah tidak bekerja lagi. Memanggil-manggil namanya dalam tidur dan jaga. Fatma.
 
Meninggalkan kota, teman, sahabat, pekerjaan, yang sudah terlampau akrab memang berat. Hasan tidak tahu apakah suatu saat nanti ia bisa datang dan bekerja lagi di kota itu. Tidak ada senyum atau lambaian tangan mengiringi kepergiannya. Tidak ada kata-kata pengharapan atau semacam salam perpisahan dari teman-teman yang kala itu masih sibuk demonstrasi. Tidak ada. Hasan melangkah pulang sendiri. Menembus hiruk-pikuk jalan raya dan bising knalpot menebar polusi.
 
Pada akhirnya Hamidah sadar bahwa kepergian Hasan adalah jalan keluar terbaik, selain untuk masa depan Hasan sendiri juga untuk memecahkan persoalan ekonomi yang dari hari ke hari kian menjerat leher. Tidak banyak yang bisa dilakukan Hasan jika terus berada di kampung. Apalagi jika musim kemarau panjang datang, sawah dan ladang tidak menjanjikan apa-apa. Tidak ada yang bisa dikerjakan di situ. Hanya hamparan kegersangan yang terlihat sejauh mata memandang. Hanya perih menikam-nikam.
***
 
BARU enam bulan Hasan pulang. Melepas rindu di kampung halaman dengan Ibu, teman, sahabat, juga Fatma kekasihnya, ketika suatu hari gerombolan orang bertopeng menculik lalu menjebloskannya ke dalam ruangan mirip penjara.  Tanpa Hasan sadari sesuatu tengah berubah di kampungnya.
 
Rasa takut, rasa tidak aman, rasa tercekam, terus menyelimuti udara kampung. Perampokan, penjarahan, pencurian, mulai merajalela di mana-mana. Lapangan kerja yang sulit, harga sembako yang terus melambung, kebutuhan hidup yang tak bisa dibendung, membuat rakyat kecil semakin tercekik. Miskin.
 
Kelaparan menjadi hantu menakutkan sepanjang hari. Rakyat kecil, orang-orang kampung, orang-orang dusun, tidak banyak yang tahu kenapa keadaan bisa berubah seperti itu. Bahwa ada demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan kota-kota besar lain, bahwa akan ada pergantian pimpinan negara, siapakah yang tahu? Mereka, orang-orang kampung, orang-orang yang tidak sempat mengenyam bangku sekolah tinggi itu tidak peduli. Tidak mengerti. Yang mereka inginkan hanya bagaimana agar keadaan aman dan harga-harga turun lagi. Bagaimana agar hari ini bisa makan kenyang, juga esok, esok dan esoknya lagi. Perut. Ya, perut adalah kata kuncinya. Jika perut kenyang, kebutuhan tercukupi, tidak akan ada tindak kejahatan. Mungkin…
 
Pegasing dan juga kampung-kampung lain di sekitarnya memang sedang menggeliat. Menggeliat serupa naga yang diusik dari tempat persembunyiannya. Setiap malam selalu saja ada teror kejahatan. Membuat orang-orang kampung resah tidak bisa tidur nyenyak. Berjaga-jaga sepanjang malam, sepanjang siang. Tapi sungguh, sulit membedakan mana orang baik dan mana orang jahat. Siapa yang masih setia membela kebenaran dan siapa yang berkhianat. 
 
LIMA
 
ANGIN siang melentik dari hamparan ladang gersang meruap bau tanah terbakar. Sebuah mobil kijang melintas di atas jalan kampung berbatu dan berdebu. Orang-orang segera melongok jendela menatap laju mobil itu. Bisik-bisikpun mulai berkembang dari situ, entah apa. Beberapa lelaki dewasa dan tua lantas keluar mengikuti laju mobil di belakang. Lari. Tidak ada yang tahu siapa pengendara mobil itu. Tidak ada orang kampung yang mempunyai mobil. Ah, jangankan mobil sepeda motor pun bisa dihitung dengan jari tangan sebelah kiri.
 
Di antara para lelaki itu, tampak seorang perempuan tua terseok-seok ikut lari mengejar mobil. Tapi sebentar-sebentar perempuan tua itu berhenti, mengatur nafas. Batuk-batuk. Mengeluarkan dahak. Tubuhnya sebenarnya sudah terlalu rapuh untuk dibawa lari. Tapi ia terus memaksakan diri. Beberapa lelaki yang sempat mengetahui kondisi perempuan tua itu, menasehati agar pulang saja ke rumah. Tapi perempuan tua itu hanya melengos sambil meneruskan larinya. Dadanya yang ringkih tampak semakin kecil diterpa angin. Rambutnya yang putih acak-acakan seperti sudah bertahun-tahun lamanya tak bersentuhan dengan sisir. Perempuan itu jauh tertinggal di belakang.
 
Jalan kampung yang sebelumnya sepi dan lengang kini berubah ramai. Para perempuan, besar, kecil, tua, muda, mulai berani keluar rumah meski hanya mondar-mandir di halaman atau duduk-duduk di tepi jalan. Mereka menunggu kabar dari suami, anak, atau siapapun juga yang ikut menguntit laju mobil itu. Kabar apa? Entahlah. Yang jelas ada sesuatu yang lain di situ. Sesuatu yang ditunggu-tunggu dengan dada penuh debar.
 
(bersambung)
***

http://sastra-indonesia.com/2021/08/novel-orang-orang-bertopeng-8/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi