Liza Wahyuninto
Sosok Maulana Jalaluddin Rumi kini mulai sering dibahas di seluruh penjuru dunia. Ketokohannya dalam bidang sufi dan sastra mulai menjadi perbincangan yang seolah tiada mengenal kata “lawas”. Tidak salah jika pada pertemuan pertama Fariduddin al-Attar dengan Rumi, dengan optimis ia meramalkan: "hari akan datang, dimana anak ini akan menyalakan api antusiasme ketuhanan ke seluruh dunia". Dan hari yang diramalkan oleh sang penulis karya agung “Musyawarah Burung” tersebut telah lama datang dan hingga kini masih dinikmati oleh kalangan pengkaji Rumi dan karya-karyanya.
Kemunculan kembali nama Rumi setelah lama terpendam sebenarnya meliputi banyak faktor. Rumi dikenal tidak hanya lewat aliran tasawuf yang didirikannya (baca : Maulawiyah), kebesaran namanya dalam bidang sastra telah mendunia. Atas karya-karyanya, banyak tokoh sastra dunia “mengangkat topi” karena kedalaman akan makna dan diksi yang sulit ditandingi. Di samping itu, faktor kekaguman akan karakteristik Rumi seolah menjadi trend baru.
Annimarie schimmel – salah seorang pengkaji dan peneliti karya-karya Rumi – mengatakan bahwa kekuatan rumi ada pada cintanya, suatu pengalaman cinta dalam makna manusiawi tetapi sama sekali didasarkan pada Tuhan, ia merasa bahwa dalam setiap do'a itu ada rahmat Ilahi, dan ia membukanya sendiri rahmat Ilahi itu, beserta dengan kehendak Ilahi, ia menemukan pemecahan bagi teka-teki taqdir dan mampu menjulang ke puncak kebahagiaan dari kesedihan yang paling dalam karena perpisahan.
Berbicara mengenai Rumi tidak akan terlepas pada dua hal, yaitu Tabriz dan karya-karya Rumi. Tabriz merupakan seorang sufi yang faqir dalam arti yang sebenarnya, namun mampu mencuri hati Rumi. Kemunculan Tabriz merubah segenap kehidupan Rumi, sama halnya ketika Musa bertemu dengan Khidir. Hanya saja perbedaannya, Tabriz bukanlah seorang nabi. Namun, baik Tabriz maupun Khidir keduanya membukakan ruang baru untuk digunakan sebagai pijakan. Pertemuan dengan Tabriz-lah yang mengantarkan Rumi akan mahabbatullah. Sayang, di saat-saat Rumi sedang intim dengan Tabriz takdir mengharuskan keduanya berpisah.
Kepergian Tabriz yang telah dianggap sebagai matahari bagi Rumi sempat membuat Rumi mengalami ”stress” yang cukup lama. Kehilangan seseorang yang menjadi penuntun hidup bereaksi pada kehidupan keduniawiannya, Rumi enggan untuk mengajar para murid-muridnya. Peristiwa ini berakhir ketika Rumi bertemu dengan salah satu muridnya, Husamuddin. Meskipun kehadiran Husamuddin tidak mampu menggantikan posisi Tabriz, namun lewat Husamuddinlah karya-karya Rumi tertuliskan. Lahirnya karya terbesar Rumi, Matsnawi fi Ma’nawi, merupakan ide cemerlang dari Husamuddin yang setia untuk menemani dan bersedia untuk menuliskan setiap tutur kata Rumi.
Di dalam matsnawi-lah akan banyak ditemukan pemikiran-pemikiran cemerlang Rumi. Seluruh ajarannnya tertuang di dalam kitab tersebut. Matsnawi berisikan penceritaan peristiwa-peristiwa suci, tanggapan dan tafsiran akan al-qur’an serta al-hadits. Secara gamblang, Rumi menceritakan dunia di dalam sebuah kitab bernama Matsnawi.
Menurut Profesor RA Nicholson, Matsnawi mengandung sesuatu kekayaan puisi yang mencerahkan. Tetapi para pembacanya harus menempuh jalan melalui apologi, dialog dan penafsiran-penafsiran nash-nash Qurani, kepelikan-kepelikan metafisis dan petuah-petuah moral secara bersamaan sebelum mereka memiliki kesempatan menikmati suatu bagian dari kidung murni dan tinggi. Maka tidak perlu kaget jika kemudian ketika membaca matsnawi menemukan pembahasan yang mengharuskan membuka madzhab-madzhab filsafat dunia.
Ini semua dikarenakan Mathnawi berisi penuh dengan spektrum kehidupan di dunia, setiap kegiatan manusia; religi, budaya, politik, perdagangan; setiap karakter manusia dari yang vulgar sampai yang halus. Hingga seperti tiruan dari dunia yang secara detail, sejarah dan geografi. Juga sebuah buku yang menampilkan demensi vertikal dari kehidupan -dari nafsu keduniawian, kerja, dan level paling mulia dari metafisik dan kesadaran cosmis.
Melahirkan (Kembali) Rumi lewat Matsnawi
Keajaiban pemikiran Rumi yang tertuang dalam Matsnawi jika mau dicermati akan banyak menemukan penyadaran akan jiwa yang selama ini hilang. Matsnawi yang berisikan peringatan, ancaman, analogi dengan diceritakan secara elok dengan bahasa sastra yang sempurna mampu menghujam langsung ke dasar hati. Seperti dibangunkan dari mimpi, begitulah pengibaratan pembaca-pembaca Matsnawi.
Sebelum kemunculan Matsnawi, telah ada Hadiqqah al-Haqiqah yang ditulis oleh Syekh Sana’i dan Mantiq al-Tayr buah karya Fariduddin al-Atthar. Ketiga karya ini menuliskan pemikiran akan tasawuf yang dituliskan dalam bentuk karya sastra. Sebenarnya masih ada karya lain, seperti yang ditulis oleh Ibn Thufail. Namun, keunggulan Matsnawi terletak pada nilai didaktis dan sastranya yang mengagumkan. Meskipun demikian, tidak mengurangi sedikitpun akan uraian keluasan dari lautan semangat kerohanian dan perjalanan manusia menuju dunia dan dari dunia menuju kebenaran hakiki. Sehingga pantas kiranya Matsnawi mendapat predikat sebagai al-Qur’an kedua bagi bangsa Persia.
Kitab yang ditulis dalam waktu 12 tahun ini oleh Afzal Iqbal dalam bukunya Life and Works of Rumi (1956) disebutkan bahwa Matsnawi terdiri dari 25.000 bait prosa lirik, dan Enciclopedia Britanica (vol. XIX, 1952) menyebutkan terdiri dari 40.000 bait. Dengan kekaguman inilah, Abdul Rahman al-Jami’ menyebut bahwa Matsnawi adalah Hast Quran dar Zaban-i Pahlavi.
Terlepas dari itu semua, Rumi akan dapat ditemukan ketika pembaca karya-karyanya mampu melukiskan ulang jiwa Rumi pada saat penulisan karyanya tanpa harus mengalami sendiri. Diharapkan dengan pencitraan ini, Rumi akan hadir selayaknya para pengikut aliran Maulawiyah yang begitu menikmati setiap putaran dalam tarian ekstasenya.
”Menari tidaklah menyerah pada rasa sakit, seperti butiran debu yang tertiup berputar dalam angin. Menari adalah ketika bangun di dua dunia, menyobek hatimu menjadi serpihan-serpihan dan membangunkan jiwamu," kata Rumi. Tentang tarian ini Rumi menggambarkan "Seperti gelombang di atas putaran kepalaku, maka dalam tarian suci Kau dan aku pun berputar. Menarilah, Oh Pujaan hati, jadilah lingkaran putaran. Terbakarlah dalam nyala api-bukan dalam nyala lilin-Nya”.
Para Pencipta Ulang Rumi
Jauh setelah Rumi meninggalkan kefanaan dunia, lahirlah Muhammad Iqbal pada 1873 M. Iqbal pernah bertutur bahwa dirinya pernah ditemui Rumi di dalam mimpinya. Setelah pertemuan tersebut, Iqbal kemudian mengklaim Rumi sebagai guru spiritualnya. Setiap karya dan pemikiran Iqbal tidak luput dari corak pemikiran Rumi.
Dalam salah satu pendapatnya, Iqbal mengungkapkan bahwa ”Tuhan bukan lagi keindahan luar tetapi sebagai kemauan Abadi. Keindahan adalah hanya salah satu sifatNya selain Esa. Tuhan menyatakan Eksistensinya bukan pada wilayah dunia yang terindera tetapi dalam ruang yang sangat pribadi dan terbatas, jadi mengetahui Tuhan hanya bisa lewat jalan pribadi. Dengan menemukan Tuhan jangan biarkan Ego kita terserap oleh Tuhan,tetapi kitalah yang berusaha menyerap sebanyak-banyaknya sifatnya. Sehingga ketika Ego beruba menjadi super Ego maka ia akan naik sebagai wakil Tuhan.”
Iqbal kemudian berhasil mengenalkan Rumi kembali pada dunia. Dan selanjutnya tidak hanya Iqbal, tokoh-tokoh sastra Barat-pun ikut melakukan pengkajian yang membuat nama Rumi semakin populer di telinga masyarakat dunia. Namun, meskipun Rumi hanya dikaji lewat sastra, pemikiran sucinya akan konsep ketuhanan tidak dapat dipisahkan. Ini juga tidak dapat dipisahkan dari tarekat Maulawiyah, aliran tarekat yang didirikan oleh Rumi yang berpusat di Anatolia, Turki. Lewat aliran darwis berputar inilah konsep ketuhanan Rumi juga ditunjukkan.
Rumi akan terus terlahir lewat karya-karyanya, lewat setiap kata-kata magicnya hingga mampu menjadi penuntun spiritual sebagaimana yang dirasakan oleh Iqbal. Untuk mampu menari menuju puncak ekstase sebagaimana yang digambarkan Rumi tidaklah harus dengan mengulang cerita pengembaraan Rumi, namun akan mampu ditemukan dengan melakukan perenungan akan setiap paparan Rumi akan dunia dalam karyanya.
Sebagai penutup tulisan ini, perlu dditegaskan bahwa bagi Rumi, kata-kata adalah cahaya yang menerangi keraguan dan penglihatan atas cinta Tuhan. Maka wajar jika dalam setiap karya-karyanya, ungkapan pesan cinta begitu universal dan ini merupakan wujud bahwa semua orang dapat hidup berdampingan secara damai.
”Kuingin sebuah dada koyak sebab terpisah jauh dari orang yang dicintai, dengan demikian dapat kupaparkan kepiluan cinta” (Matsnawi fi Ma’nawi)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar