Dian Hartati
http://sudutbumi.wordpress.com/
Matahari tidak terlalu panas siang ini. Entah mengapa itu terjadi padahal saat ini adalah musim kemarau. Jalanan tidak begitu terik seperti kemarau tahun lalu, pohon-pohon pun seakan diam tidak terlalu sibuk membuat klorofil-klorofil. Yah, apa mau di kata mungkin itu pengaruh penduduk bumi yang terlalu apatis dengan masalah lingkungan hidup.
Angin berhembus dan menerbangkan daun-daun yang gugur ketanah. Barisan semut hitam tampaknya sibuk bekerja tanpa diperintah. Mengangkut remah-remah yang entah diambilnya dari mana. Masuk ke dalam gundukan tanah yang sepertinya telah mereka buat sendiri mencapai dasar tanah. Tak ada beban bagi semua semut-semut pekerja itu, semua diam dalam kesibukannya.
Langit tetap biru dengan gemawan yang terus berarak mengikuti pola angin yang membawanya. Gurat-gurat membentuk simbol di angkasa. Langit yang selalu saja bersahaja tanpa kebingungan memikirkan apa yang ada di bumi. Tak lama setelah gemawan pergi peri-peri cinta datang dan segera menuju bumi. Mengabarkan cerita indah kepada setiap mahkluk yang membutuhkan cinta. Cinta adalah rasa yang pasti dimiliki setiap nyawa di bumi. Begitu juga aku yang sedang menunggu hadirnya cinta entah kapan. Mungkin esok, lusa, atau hari ini. Biarlah aku akan menunggu datangnya peri-peri cinta ke pangkuanku.
*
Cinta memang dapat hadir kapanpun dan dimana pun. Saat aku terbaring lemah cinta itu datang melalui bunga-bunga yang dikirim seseorang, entah siapa dia aku tidak tahu. Yang pasti aku mencintai sosok itu. Sosok yang selalu hadir di mimpiku. Kehadiran cinta datang pertama kali saat aku meratapi nasib dan menangisi kenangan. Nasib dan kenangan telah mengikat aku pada cinta masa lalu yang abadi. Lembar-lembar kehidupan telah aku lewati bersama derasnya masalah. Begitu saja aku mulai jatuh cinta pada sosok yang aku sendiri belum pernah melihatnya secara nyata. Kelebat bayangannya selalu muncul memaku setiap raut yang kemudian remuk redam menahan rindu.
Siapa kira aku harus terbaring tak berdaya. Ketika diagnosa dokter menvonis aku, bahkan dibalik penderitaan ada hikmah terdalam. Ya, aku harus rela membagi nafas hidupku dengan sebuah penyakit tanpa obat. Aku harus mau membagi tubuhku dengan virus yang menggerogoti pertahanan tubuhku. Hingga kini aku lemah tak berdaya. Semangat itu muncul kembali setiap datangnya kiriman bunga, kadang putih, merah, bahkan sempat kuning. Seolah-olang kematian menemui diriku.
Aku tak dapat berbuat apapun selain mnerima dan tetap bertahan. Karena yang aku tahu jika kita putus asa maka siapapun tak ada yang dapat membantu termasuk diri sendiri. Perlahan aku melupakan apa yang bersarang di dalam organ-organ hidupku. Aku membiasakan diri untuk menjalani hari-hari dengan membaca, menonton televisi, dan menjelajahi dunia lewat internet.
Cinta hadir bersama kata-kata yang hadir melalui bunga-bunga. Tak ada yang aku nanti selain kedatangan buket-buket bunga. Diharumnya terselip kata-kata yang dituliskan pengirimkan sebagai pesan singkat. Terkadang aku meresapi kata-kata yang hadir dengan begitu puitis. Entahlah yang aku nanti hanyalah kedatangan pengirimnya, entah itu esok, lusa, atau kapanpun akan aku tunggu.
Tiba-tiba aku ingin melihat matahari senja di tepi pantai dengan hembusan angin yang akan menyegarkan kulitku. Menyibakkan rambutku dan, menawarkan aroma air laut yang asin. Aku begitu ingin merasakan hagatnya udara sore dengan camar laut dan gemerisik pasir putih yang terinjak-injak. Aku ingin semua itu dan ingin, hanya ingin.
Tak apa lanskap laut itu hanya membayang dalam ingatanku sampai suasana itu membekas pada mimpi-mimpiku. Hari-hari berselang dan hanya dunia maya yang kugenggam sampai saatnya aku muak dengan semua itu. Tiba-tiba saja tak ada yang dapat aku lakukan. Hanya terbaring dan terbaring. Hari ini mawar kuning terkirim dan yang kucari secarik kertas yang lama tak kujumpai.
Kutemukan kertas kecil berwarna merah muda. Laut tenang akan menjadi latar perjumpaan kita. Matahari senja akan kita pandang bersama. Aku nanti kau disana saat matahari terbenam. Setelah membaca itu apa yang kulakukan adalah menanti datangnya senja yang tenang.
Tidak jauh dari belakang rumahku, terdapat ceruk kecil yang indah. Orang-orang di sekitar tempat itu menyebutnya Laut. Walaupun kecil siapa saja yang datang sore hari akan dapat menikmati sajian alam yang begitu alami. Matahari yang terbenam dengan siluet merah dan keemasan. Senja merah yang magenta dapat terlihat dengan indah bahkan terlalu indah bagi sepasang mata yang penuh dosa. Semilir angin yang dingin akan membuat siapapun terlena, apalagi gemuruh ombak kecil yang menyejukkan telinga.
Aku mencoba mengarahkan pandanganku ke berbagai sudut. Aku ingin menemui sosok yang selalu mengirimkan bunga-bunga cantik setiap pekannya. Sosok yang sepertinya telah menancap dalam ingatanku. Lama aku menunggu, tapi tak juga aku temukan. Waktu terus bergulir, dan langit yang aku pandangi semakin merah. Mencoba berjalan mencapai kaki langit yang tak tergapai tapi sosok itu tetap tidak aku temukan.
Ada jejak langkah baru di pesisir. Aku mengikuti dan sampai pada karang hitam penuh lumut. Jejak itu hilang dan kutemukan mawar merah tanpa duri. Aku yakin sosok itu hadir diantara kebisuan Laut. Aku temukan pesan singkat yang mengecewakan. Belum saatnya kita bertemu. Nikmati senjamu dengan wamar ini. Karena saat kau menikmati senja yang merah aku tengah mereguk aroma tubuhmu. Aku hirup dalam-dalam wangi terbawa angin. Lama aku memandangi senja dengan dinginnya.
Aku harus meninggalkan ceruk yang semakin dingin. Tubuhku yang rapuh ini tak mungkin dapat bertahan lama dengan alam. Sosok yang aku incar belum dapat aku temui sekarang ini. Tapi harapan besar menanti ketika mawar merah ini menawarkan kerinduan yang panjang.
Sesampai di rumah aku diam dibalik jendela menatap malam yang menghampiri. Diam dan diam. Tak ada air mata hanya pesan yang tertangkap dan aku menuliskan pesan itu dalam relung hatiku. Malam akhirnya menjadi raja saat ini. Bagaimana hatimu yang menanti esok. Disini bintang tercerah berkat hadirmu, semoga kaupun begitu. Aku terlelap dengan senyuman bulan malam. Tak ada yang dinanti selain kedatangan sosok yang aku tunggu.
*
Matahari semakin tua dan mulai kelelahan menyinari bumi. Terbukti dengan perubahan cuaca yang tidak seimbang. Mawar itu tak juga layu, tetap segar dalam vas kaca. Matahari sepertinya bosan dengan tugasnya, sebagai sumber cahaya terbesar semua nyawa di bumi berharap padanya. Apalagi penghujan masih jauh di ujung tahun. Setiap hari cahaya yang ditumpahkan matahari pada tanah-tanah di bumi semakin berkurang. Beberapa peristiwa alam yang tak biasa menimpa bumi. Titik hitam semakin melebar di permukaan bintang yang memancarkan cahayanya sendiri itu. Violet semakin menipis dan korona matahari melebar mendinginkan suhu bumi. Dan apa yang terjadi pada bumi, semua menjadi takut akan kematian. Titik hitam matahari itu memiliki suhu 1000-1500 lebih dingin dari daerah sekitar matahari. Gurat-gurat magnet yang melingkupi matahari menyentuh lapisan bumi di angkasa. Angin pun berubah haluan, dan peri-peri cinta pun berbalik dari bumi menuju angkasa yang semakin dingin.
*
Kembali aku harus merutiki tubuh yang semakin rapuh. Menguatkan diri dengan senyuman-senyuman manis setiap pelayat yang menemani sakitku. Aku dengar dari mereka bahwa bumi dilanda kegelapan. Juga dingin yang beranjak meninggalkan kutub dan beralih pada daerah tropis.
Telah lama aku terbaring menunggu datangnya ajal. Tak sempat lagi aku membacai setiap pesan yang terselip diantara kiriman bunga. Hanya pendengaran yang menjadi hidupku yang tak lama lagi. Mataku telah mengatup dan aku sedang melayang-layang mencari kepastian pada setiap tutur yang diucapkan orang-orang.
Malam hari semuanya beku, tak ada lagi desah nafas yang terdengar. Hanya saja udara yang berputar di ubun-ubunku. Dan titik-titik hitam mengakhiri hidupku yang rapuh. Maka aku dengar seseorang membaca pesan terakhir dari bunga yang terkirim. Ini bunga terakhir yang kuberi padamu gadis rapuh. Kau telah jatuh pada pangkuan peri-peri yang membawakan cinta. Berbahagialah karena kau tak sempat melihat bumi gelap. Terselubung korona yang membadai.
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar