Ilenk Rembulan
http://www.kompas.com/
Diiringi lantunan lagu taking chances by Celine Dion, pagi cerah di Sabtu awal Maret walau di ujung kota bogor bergayut awan kelabu, namun tetap membuat saya ingin cepat-cepat menikmati kumpulan puisi dari Dino F. Umahuk.
Sebagai penikmat dan pelahap puisi, saat membaca puisi-puisi Dino, saya berusaha meresapi jiwanya ketika metafora kata dalam buku itu terbentuk.
Terdiri dari 127 puisi yang terbagi dalam 5 bagian yaitu haluan menuju, narasi tanah asal, sajak lautan ridu, kipas lensa putih dan jejak sunyi. Dari 5 bagian tersebut bagian Jejak Sunyi yang memuat paling banyak sajak-sajak Dino sekitar 36 puisi.
Yang menarik pada bagian pertama yaitu Haluan menuju, tercatat ada 13 kata “cahaya” yang termuat di 9 sajak Dino. Mungkin bagi seorang penyair pengulangan beberapa kata dalam beberapa puisi hal yang lazim, tetapi bagi saya yang berusaha menikmati sajian kata yang sudah terbentuk cukup mengganggu makna yang kutangkap.
Tentu saja dalam hal ini saya hanya terbatas sebagai penikmat yang tidak berhak mengatur sang penyair menyajikan kata dalam masakan berupa sajak, namun pengulangan demi pengulangan yang terhampar dari satu bagian dan disajikan dalam urutan sajak yang berdekatan cukup membingungkan sesaat, walau pada akhirnya memaklumi saja mengapa kata “cahaya” itu harus ada di sajak tersebut.
Ketika lembaran pertama pada bagian ini, saya langsung suka dengan puisi yang berjudul “agama bunuh diri” yang dimasak pada tahun 1999, rangkaian kata yang diramu dengan sederhana namun sarat makna dan dalam artinya, langsung yang terbayang adalah kobaran api yang memanas ketika Ambon pada waktu itu membara.
Lamunan ini melompat pada beberapa waktu lalu, karena salah satu sahabat saya sempat memberitahu, dia terjebak dengan kobaran api di kantornya.
Ah, dendam selalu menyisakan luka yang mendalam, lebih-lebih kita tak tahu dendam apa yang terjadi dan mengapa harus terjadi. Bara telah menjadi abu, puisi Dino di halaman pertama pada bagian awal ini, menggores luka menyisakan tanya.
Apakah mereka mengajarkan agamaTuhan
Agar kita saling membunuh?
Kalau memang demikian
Mengapa agama melarang bunuh diri
Bagian pertama dari buku inipun banyak berbicara soal Ilahi rabbi, kematian yang ditulis dengan metafora kata pulang, dan beberapa sajak berbicara dengan religiusnya. Adakah Dino sedang gelisah terhadap kematian? Ataukah sedang gelisah berbicara denganNYA? Ada satu sajaknya yang berjudul “pulang” yang cukup menawan juga menangkap kegelisahan akan kematian. Sebagian saya kutip di bawah ini, sajak ini diramu pada mei 2007 di Banda Aceh:
Ke arah manapun kau mendayung
pelayaranmu hanya menelan buih
perahu merapuh
layar-layar sobek
nasibmu karan di gerus waktu
Maka pulanglah ke rumah cahaya
rumah yang darinya kau telah lam melarikan diri
sebelum aja menikammu dian-diam
dalam satu kedipan mata
Pada bagian ke dua “narasi tanah asal”, terdiri dari 27 puisi yang sebagian besar bercerita soal alam, gempa Yogja juga peristiwa tsunami di Aceh dan beberapa kenangan tentang Maluku. Ada beberapa puisi yang bercerita soal tanah asal Dino, ini yang paling saya suka. Ungkapan bahasa daerah yang terselip di sajak-sajaknya mengingatkan saya akan lambaian pantai-pantai di gugusan pulang Maluku yang memang katanya terkenal indah luar biasa.
Saya jatuh cinta pada puisi dino yang berjudul “enggo lari”
Bawa berlayar kole-kole
cari ikan, bikin api
di paparisa bikin janji, kawin lari
jadi kasih, jadi rindu
jadi kami putra Maluku
Terasa terdengar petikan ukelele sambil bergoyang ala penari hawaian….Ah ! semilir angin pantai berhembus…
Kemudian puisi yang berjudul “fragmen para leluhur” yang sarat akan beberapa istilah bahasa daerah, kemudian “menuju tanah asal” dan “nona panggil pulang” puisi ini saya baca sambil memdendangkan seperti menyanyi lagu olesio…..oh sio mama sio nona…..terasa banget Ambone maniseee.
Dan di bagian inilah puisi yang berjudul “metafora birahi laut” yang kemudian menjadi ikon judul kumpulan puisi pada buku Dino terdampar.
Ini puisi paling bagus dari seluruh puisi yang ada di bagian kedua ini, terasa banget asinnya, ombaknya, deru angin kencangnya dan terakhir menimbulkan birahi laut yang luar biasa. Terasa badan seger basah kuyub seperti habis selancar…..
Pada bagian ke tiga yang terangkum dengan “sajak lautan rindu”, terdiri dari 21 puisi yang sebagian besar ditujukan pada nama sandi edelweiss. Nama ini cukup membuatku bertanya-tanya “siapakah edelweiss?” bunga yang paling saya suka, kata para pendaki gunung bunga lambang cinta seperti salju abadi di puncak Himalaya (ah, apa iya ?). Dino tidak salah kalau memakai ramuan kata edelweiss buat seseorang yang dia cintai, sayapun sampai kini masih menyimpan edelweiss dari pegunungan Jayawijaya yang dibawa “sang pengembaraku”.
Di samping edelweiss ada satu lagi nama disebut ada dibeberapa puisinya “rifa”, wah adakah memang penyair itu ada banyak perempuan di imajinasi dan realitanya seperti kata banyak orang? Kalau banyak tak mengapa, karena perempuan memang merupakan salah satu ladang penghasil imajinasi ribuan kata bagi penyair . Dan sekarang saya membaca sajak-sajak Dino pun sarat dengan beberapa nama perempuan. Ah!…inspirasi yang tidak akan habis habisnya.
Pada bagian ini saya juga suka puisi “antara Ternate dan Jakarta” di bawah judul ada tulisan edelweiss, mengingatkan akan lagu antara Anyer dan Jakarta. Hem…romantis banget puisi in. Di buat di Ternate feb 2007.
.....................................
Rindu yang menggigil telah kularungkan pada setiap desahan ombak
Laut Halmahera yang fasih telah menerjemahkan aroma tubuhmu
………………………………………………………
Dino, katakan padaku rindu yang menggigil itu seperti apa? Jadi kepingin nih ? yang terbayang ketika membaca bait ini adalah iklan dari obat sakit flu yang ada rintik salju turun (ah..!)
Di samping flamboyannya Dino terhadap perempuan , dia tidak lupa membuat puisi yang berjudul “ibu”, terus terang sayapun jatuh cinta pada puisi pendek ini, terdiri dari lima bait, sarat makna dalam, tiba-tiba membacanya sayapun kangen almarhum ibuku.
Ibu
mimpi pasti membunuhku malam nanti
di tanah pelarian yang begini jauh
akah doamu akan sampai?
Ibu
Doa ibu itu tak lenkang oleh jarak yang ribuan, selalu sampai dan sampai, itulah hebatnya do’a seorang ibu, yang membuat Dino sekarang menjadi penyair dan semoga menjadi penyair yang sukses mendulang kata di setiap do’a ibu.
"Jangan biarkan perempuan itu sendiri", ini judul puisi yang dibacakan penyair Jonathan Rahardjo sambil melukis di peluncuran buku ini tempo hari. Puisi ini dibawah judulnya ada tulisan edelweis. Hem, lagi lagi edelweis. Akhirnya rasa penasaran terjawab sudah "siapakah edelweiss” ini sebenarnya pada puisi dino yang berjudul "tunggu aku besok pagi", kukutip penggalan puisinya :
Siang nanti akan kurajut layar bagi perahu yang akan berangkat
mengikat janji di lepas pantai dimana camar sebagai saksi
dibawah restu Sang Pemilik Bumi kita menikah
selembar puisi akan kutulis sebagai maskawin
jadi menanda hingga saat mati
Akan kubangun istana mungil beratapkan anggrek berdinding edelweiss
kelopak putih dan ungu semerbak wangi bagi cinta yang mekar di dada
Lalu dari rahimmu kau lahirkan aditya dan nadya
buah cinta kita kita dalam dekapan bumi dalam damai dan wangi puisi
bocah-bocah lucu yang akan menemanimu saat aku sibuk, saat waktu manua
Ada satu pertanyaan yang menggelitik saat membaca puisi tersebut, adakah cewek sekarang mau diberi selembar puisi untuk maskawin?
Pada bagian ke empat “kipas lenso putih” terdiri paling sedikit hanya 18 puisi, menceritakan tentang lelaki pantai dan beberapa sajak sarat istilah bahasa Maluku. Salah satu puisi yang saya suka dibagian ini adalah “kipas lenso putih” :
Hanya jika angin menggasak dahan bakau
kita saling menitipkan senyuman di jemari langit
lautan warna-warni tiang layar perahu nelayan
Ombak putih-putih ombak datang dari laut
kipas lenso putih nona manis sudah jauh
ole sio-sio sayangee
Petikan ukulele terasa bangget, padahal di kejauhan suara Celine Dion dengan lagu “shadow of love” masih mengalun di tape recorder, antara imajinasi dan realita gak klop blas!, tapi sengaja saya biarkan bercampur , karena menikmati sajak sajak Dino memang terasa campur seperti alunan music antara angin, ombak , desingan daun kelapa dan teriakan nona nona manis serta suitan camar di kejauhan jadi satu.
Beberapa sajak menceritakan tentang gelisah rindu, amarah yang tercekat atau kemungkinan juga gelisah tentang ’sunyinya Dino”
Puisi yang berjudul ”menghilang dalam gelap”, membuat bulukuduk ikutan menggigil, terdiri dari 4 baris kalimat , ini kutipannya :
Tiba-tiba kau sudah sebegitu menghilang pada gelap
Bayangan dan batang ara sama menghitam pada jarak
Meski rindu tak terbilang seperti bintang
Mencari nafasmu hembusan angin menggigilkan bulu roma
Ada satu puisi berjudul ”Pelayaran ke hulu ajal”, sebagian saya kutipkan :
..........
Sudikah kau mengirim perahu bila tiada percaya di binar mata
Darimana layar mengembang jika angin kau sumbat di mulut telaga
Pelayaran ini semakin mengirimkan nasib ke hulu ajal
Jika saja kau sampai nanti
Barangkali aku telah berpaling
Wuihhhh....kalimat terakhir itu lho Dino......”barangkali aku telah berpaling”...selingkuh yaaa???? ......hehehehehe
Ada satu puisi berjudul ”perempuan di tenda biru”, jadi inga inga lagunya Desi tenda biru.
..........................
Tenda biru
Puting beliung bertiupan
Dengus nafasmu aroma pelangi
Daun-daun menari geliatmu hasrat memenjara
......................
Selepas sudah saya baca semua kumpulan birahi lautnya Dino ini. Setangkup gelombang masih menggelitik di relung sudut mata. Ah, rindunya Dino...marahnya Dino...tercekat dalam kalam Ilahi Rabbi....dan gejolak riak pesisir Halmahera....semuanya dengan manise terangkum indah.
Puisi Dino telah mengirim bahasa rindu pada Maluku.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar