Rabu, 30 Juli 2008

Elit yang Mengolah Alam

Hudan Hidayat

Tragedi bangsa Indonesia sebagai negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah, adalah abainya kebijakan negara yang membuat segenap warganya berpikir obsesif, bahwa untuk menjadi kaya dan sejahtera haruslah mengolah kekayaan alamnya dengan tangannya sendiri. Sehingga kita membangun dan tumbuh bukan semata berdasar pengetahuan (tehnologi) dan bantuan orang lain, tapi bertumpu dengan modalnya sendiri. Yakni sumber daya manusia Indonesia yang mengolah alamnya yang kaya raya.

Abainya kebijakan ini terbaca dari tiadanya policy dengan strategi pertumbuhan yang berkait dengan sistem persekolahan sebagai penopang yang menghasilkan sumber daya manusia untuk mengolah sumber daya alamnya.

Ini berimplikasi pada sekolah-sekolah kita yang tumbuh dan berkembang bukan sebagai sebuah sistem dari kehidupan intelektual yang menghayati kenyataan hidup, yang lalu menghasilkan pengetahuan dan tehnologi yang membawa anak didiknya berorientasi mengelola alam dimana mereka tinggal. Kurikulum serta contoh saat peroses pendidikan itu berlangsung, menjauh dari kenyataan kehidupan di mana sang anak berada. Bahkan menjauhkan anak dari desa dan melemparkan mereka ke kota.

Kita bisa “menghitung” hanya ada satu “Institut Tehlogi Bandung” ketimbang ribuan perguruan tinggi yang alpa kepada orientasi pengelolaan kekayaan alam. Hanya ada satu SPMA ketimbang ribuan Sekolah Menengah Atas lainnya. Hanya ada satu Sekolah Tehnik ketimbang ribuan Sekolah Menengah Pertama.

Dalam perbandingan yang ekstrem itu, sistem persekolahan yang dipompakan puluhan tahun telah membuat bangsa kita kehilangan arah esensial untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan. Sebab apresiasi terhadap pekerjaan bukan atas dasar apa yang telah terberi dan kita miliki. Yakni kekayaan alam. Tapi atas dasar undangan dari ilmu-ilmu lain.

Maka kita saksikan perbandingan yang timpang dari tokoh-tokoh kita di segala bidang kehidupan. Kita mempunyai secara berlimpah tokoh yang mampu memproduk wacana kemanusiaan, tapi miskin tokoh yang mampu memproduk wacana dengan perangkat pengetahuan dan tehnologi untuk mengolah kekayaan alam. Akibatnya kekayaan alam kita terus terbengkalai. Hanya dihuni oleh ibu bapa-kita yang mengelola alam secara tradisional, tanpa sentuhan tokoh-tokoh yang memiliki pengetahuan dan tehnologi sebagai produk dari sebuah sistem persekolahan.

Kegagalan terbesar dari abainya negara menciptakan sekolah dan hidup yang berorientasi kepada alam, adalah kenyataan pahit yang harus kita terima saat ini, akan pengertian bangsa kita terhadap makna bekerja.

Bukan hanya elit kita yang gagal memaknai pengertian bekerja, dalam persepktif modal yang kita miliki, dan bagaimana menyeimbangkan langkah proporsional yang dibutuhkan untuk menggerakkan modal agar menjadi kekayaan yang mensejahterakan melalui sistem persekolahan, tapi sudah meruyak kepada segenap bangsa.

Manusia Indonesia saat ini sudah jauh sekali dari pikiran untuk mengolah alamnya sendiri, sebagai jalan keluar yang nyata untuk melangsungkan kehidupan. Ini terjadi bukan hanya karena tiadanya pengetahuan dan tehnologi yang mereka dapatkan dari sekolah, dari perusahan tempat mereka bekerja, atau program-program yang dibuat oleh pemerintah, tapi terlebih karena memang orientasi seperti itu memang tidak pernah dipompakan oleh sistem sekolah dan cara hidup di masyarakat.

Janggal rasanya, di ruang-ruang entah seminar, kampus, lembaga penelitian, LSM, muktamar, kongres, bahkan di ruang-rapat pemerintahan sekalipun, kita mendengar seorang tokoh yang menguraikan pentingnya pengetahuan akan alam kita sendiri, lalu merancang pendidikan dengan sistem riset pada suatu daerah tertentu atau komoditi tertentu. Atau merancang strategi budaya bagaimana menggerakkan sebuah komunitas masyarakat di daerah tertentu untuk mempunyai kesadaran bersama dan merumuskan langkah bersama agar mengolah alamnya, sebagai langkah untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan.

Bahkan kaum muda yang dimitoskan sebagai lapisan idealis, yang profesional maupun mereka yang tergabung dalam dunia ilmu, politik atau LSM, tak menjadikan “mengolah alam” sebagai sebuah orientasi bagi bangsa yang membutuhkan jalan keluar paling realistis, dari krisis yang menderanya.

Kerja bagi mereka, bukanlah bagaimana menghasilkan dari tanah-tanah yang subur itu menjadi biji-bijian yang bisa kita makan, atau kita ekspor. Tapi sesuatu yang abstrak: mereka yang bergelut di bidang sosial politik telah menganggap bekerja, apa bila telah berhasil menyelenggarakan perhelatan besar, atau merumuskan pokok pikiran yang, konon, demikian dimitoskan, sebagai alternatif jawaban dari krisis yang menimpa bangsanya.

Kerja bagi mereka, entah disadari entah tidak, adalah terbawa gelombang dari arus elit politik negeri ini, yang sejak awal mulanya berdiri, telah abai membuat kebijakan hidup untuk mengolah alam, yang terrepsentasi dari institusi pendidikan dengan riset sebagai sarana untuk mengolah alam. Ke alamat semacam ini bisa pula diarahkan kritik terhadap program televisi seperti Republik Mimpi, Save Our Nation atau Soegeng Suryadi Forum.

Situasi kolonial bisa menjadi titik perhitungan kita kembali. Sebagai negeri jajahan, sangatlah wajar bila elit politik pada waktu itu memfokuskan diri bagaimana bisa menjadi negara yang merdeka. Bahkan pada era Orde Lama pun, tarik-menarik politik dalam mengkristalkan perasaan kebangsaan yang masih muda, dengan bayang-bayang negara adi-daya yang bertarung secara vis-a-vis saat itu, masih pulalah bisa diterima alpanya kita menciptakan sumber daya manusia yang bisa mengolah alam melalui sekolahnya sendiri.

Tapi kemudian dengan Orde Baru, dan terutama dengan Orde Reformasi yang sangat amat terbuka, mengapa kebijakan untuk membuat sekolah atau hidup yang mengolah alam Indonesia masih juga belum tercipta? Bahkan konsepnya sebagai sebuah wacana yang ditawarkan tidak juga muncul. Padahal hanya dengan mengolah kekayaan alam dengan tangan kita sendiri, kita bisa menjadi mandiri, kaya dan sejahtera sebagai sebuah bangsa.

Kini bangsa Indonesia dibingungkan oleh dua impian bersama. Yakni mencari sosok pemimpin yang bisa membawa bangsanya keluar dari masalah yang sedang kita hadapi, dan sekaligus bekerja untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia.

Agaknya dua impian itu bisa dimulai dari renungan akan modal kita sendiri. Yakni kekayaan alam kita dan sumber daya manusia kita. Pada elit atau manusia terdidik Indonesia di mana pun mereka berada, yang memimpin dan terutama yang ingin menjadi pemimpin, bisa kita alamatkan beban itu. Yakni sejauh mana kesungguhan mereka mau memasuki alam pikiran untuk mengajak bangsanya mengolah kekayaan alamnya, dengan menciptakan sekolah dan cara hidup yang berorientasi pada pengelolaan akan kekayaan alam.

Kesungguhan itu akan terlihat dari pikiran, apakah ada kemauan yang bisa kita amati bersama untuk mewacanakan transformasi dari sekolah-sekolah kita saat ini dan cara hidup kita saat ini, ke dalam suatu proporsi pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengelola alam, dengan mempertimbangkan luas dan daerah dan besarnya jumlah penduduk. Sebuah transformasi yang akan berimplikasi kepada seluruh tatanan kehidupan, baik dari sudut tujuan pendidikan, regulasi, alokasi progam APBN, koordinasi antar departemen, sosialisasi serta mobilisasi masyarakat, yang akan membawa bangsa Indonesia bertumbuh ke arah baru yang paling realistis dan berdaya tahan untuk masa depan.

Bila hanya wacana demokrasi dan perubahan yang abstrak, sambil mengusungnya ke dalam pertemuan massal yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain, agaknya impian kita terhadap pemimpin dan kepemimpinan yang bisa membawa perubahan ke arah kekayaan dan kesejahteraan bagi bangsanya melalui kekayaan alamnya sendiri, masih harus kita tunda dulu. Sampai datang tokoh dan pengikut-pengikutny a yang mampu melejit dari cara berpikir dan bertindak yang diperagakan oleh elit politik Indonesia yang telah membuat kita terpuruk seperti saat ini.

Jakarta, 4 april 2008

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi