Kamis, 21 Agustus 2008

Pita Merah

A Rodhi Murtadho

Pita merah melekat erat di kepang rambut. Tertali rapi disengaja. Menambah kesan hati. Tertarik, imut merayap. Menitip segala yang mengguncang hati. Adat meratap tak bertuan. Hanya menyalahkan. Tak tertahan degup jantung. Mencuat menadakan rasa dari pandang. Menggeliatkan seluruh asa yang memekakkan. Hanya harap bertambah cemas terus melayang. Tak juga mengguncang karena dia belum juga datang. Hanya bisa menjadi selayang pandang berdendang. Pada setiap kehidupan.

Daya menitihkan peluh Rani yang terjerambab dalam udara yang pekat dengan panas. Menari-nari di atas kulitnya yang mulus. Bersabar menunggu dia datang. Meski pandang terus malang melintang meresap ke segala pojok rindang. Siang tak pernah merasa kasihan. Hanya angin yang merayap menyapu halus menyejukkan hati.

”Selamat siang, Rani! Kau sudah menunggu lama?” tanya dia.
”Baru sebentar, hanya saja daun-daun itu sudah terlihat capek melambai. Semut-semut sudah enggan menitipkan pandang padaku. Mungkin sudah terlalu bosan.”
”Maafkan saya!”

Seperti biasa. Hanya diam membimbang menggelayut. Tak ada tutur menyanjung. Keromantisan dongeng cinta tak pernah ada. Kisah Romeo dan Juliet atau Laila dan Majnun atau Sampek dan Ingtek tak pernah memirip. Mereka menjadi kisah sendiri. Kisah yang tak pernah diceritakan menggema dalam dunia dongeng. Mungkin anggapan bahwa kisah seperti mereka tak enak untuk diceritakan. Menghalalkan segala macam norma.

Nasib semata yang menjadi arah penentu utama. Menjalani kisah dari ketidakwajaran. Pita merah melambai menghibur. Mencairkan suasana beku di antara panas menganga. Hanya ada degup jantung dan nafas yang teratur. Pandang sudah tak menyematkan kasihan. Amarah terpendam. Nyalang mata tersapu kelu. Rindu bertemu berubah semu. Setahu angin berhembus meyiratkan dengus. Hangus dan menghilang. Kebutuhan tetaplah menjadi kebutuhan. Hanya kaki jenjang penentu tujuan.
***

Rani sering bertemu dan bercengkrama dengan Anton. Dulu. Pemuda yang mengikrarkan rasa hati padanya. Rasa tertarik. Bukan sebagai teman. Sebagai seorang yang patut dirindu tentunya. Kekasih.
”Ran, bagaimana aku akan mengungkapkan isi hati lagi. Semua isi hatiku sudah kau ketahui. Kau sudah mengenal aku. Tapi mengapa kau tidak memberikan pasti padaku yang terus berharap padamu.”
”Maaf!”

Rani hanya melintas acuh. Membiarkan kecamuk terus bergelora dalam diri Anton. Namun bagaimanapun kharismanya membuat Anton tak bisa untuk sedetik pun melupakan. Mungkin juga rasa yang sudah melekat membuat bayang Rani terus tersenyum.

Tak ada kepercayaan dalam diri Rani. Membias maya dalam senyawa yang mudah terurai. Memudar. Bagi Rani, tak ada tempat bersandar selain dirinya dan kepercayaan. Menggantungkannya pada orang lain tanpa kepercayaan. Fatal. Menjadi budak yang mampu mengumpat diri sendiri. Tak bisa berlaku semestinya meski sekadar menghela nafas.
***

Rani bertemu dengan dia tanpa sengaja. Saling bercerita kehidupan. Saling menceritakan keluarga. Menguak diri dan derita hati. Memberedel segala uneg-uneg yang bersarang di hati. Tak ada sepakat. Hanya benang merah pengikat saling terikat. Membenamkan diri dalam kasih.

Rani menghampiri dia. Seperti biasa. Hanya tersenyum. Membuka sebagian mulutnya untuk sekadar menampakkan giginya yang runcing dan putih. Jembatan senyum yang tulus mengakrabkan mereka dalam binar kasih yang indah. belum ada atau bahkan tak ada yang mampu mengerti mereka. Hanya keikhlasan yang menyibakkan rasa. Kebutuhan yang menyatukan. Tak ada ikatan tentunya karena tak berizin.

Debaran jantung mendetakkan tangan mereka untuk memuaskan hasrat sejenak. Menggerayang mampir di segala lekukan dan pori yang menganga. Memainkan segala kelu yang tertahan. Hanya aliran-aliran nafas panas menghanyutkan. Pandang sudah melenggang. Mengikuti yang terasa. Tak terpejam dan tak juga memandang.
***

Dia keluar rumah dengan muka masam. Rambut berkepang dua. Bedak tipis sepertinya mampir sejenak. Bibir merekah berlip gloss. Pakaian yang ala kadarnya menutup. Tak peduli. Meski banyak bagian terawang dan merangsang pandang. Hanya keinginannya untuk bertemu dengan kekasih hati yang didamba. Terfokus segala arah mata melihat, curahan pikiran, tumpahan perasaan, mata hati.

Siang teramat megah dengan sinar matahari yang berbisa. Melumpuhkan keinginan dan harap yang tak kuat. Dia berjalan dan terus berjalan. Dia ingin sampai tujuan tepat waktu. Hambatan-hambatan ditepis. Segala upaya dilakukan dengan lihai. Menghindar secepat mungkin dari masalah yang terlihat. Acuh tak acuh.

”Hei, mau ke mana?”
Suara yang tiba-tiba menghenyakkan konsentrasi. Suara yang pernah dia kenal. Suara yang beberapa tahun lalu menemani. Suara yang selalu berkata mesra. Suara yang menghanyutkan dalam buaian mimpi. Melengking begitu keras. Mungkin sengaja untuk diteriakkan. Tergopoh-gopoh sosok kurus, tinggi semampai, dan tak atletis. Menghampiri.

Dia hanya menatap. Tak bisa berkata atau meratap. Tubuh kaku terpaku. Siang menghilang. Terang menggantinya dengan muram dan hitam. Kecewa dan tangis sedih berdatangan mengingatkan. Dia sejenak lupa dengan janji. Masa lalu membinarkan perasaan.

”Eeeh...”
”Kau terlihat tergopoh-gopoh. Pasti mau bertemu dengan pacarmu yang baru, ya? Tak usah bingung. Santai sajalah. Kekasihmu itu pasti menunggu.”
”Bu…bu…b…buk…i..iya. Aku mau bertemu dengannya sekarang.”

Sikap manis yang ditunjukkan Doni membuat jantung dia berdegup cepat. Menggetarkan semua bagian tubuh. Menggugupkan ucap. Memberatkan nafas. Malas untuk sekadar berkedip. Demam kangen sebagai manusia biasa membuatnya tak bisa berkutik. Berbuat sekehendak pikir. Hanya getaran-getaran yang membimbing dengan segala keraguan.

”Ya sudah. Tapi aku minta waktu sejenak. Kita makan es krim dulu di seberang jalan itu. Aku ingin ngobrol sebentar denganmu. Soalnya sudah sangat lama kita tidak bertemu. Sudah hampir…berapa ya? Setahun lebih…”
”Satu tahun empat bulan empat belas hari.”
”Mari kita ke sana sambil makan es krim.”

Pikir tak selamanya menyatu dengan hati. Apalagi laku yang ditunjukkan. Jarang untuk dipikirkan. Hanya perasaan menuntun. Meski segala protes menerjang dari segala sisi diri. Tak berpengaruh banyak ketika rasa ditindik dan diseret perasaan sendiri.

Meski hanya sekadar es penopang gemetar tangan. Namun tetap juga meleleh dan menampakkan keaslian. Jerambab ratap dalam binar pandang melayang pada kenangan. Pikiran kadang berpikir lain. Gerakan-gerakan masih dalam kewajaran bisa dikontrol. Hati tetap saja menggetarkan degup jantung cepat. Rasa kelam kembali datang. Meski sudah sepakat namun tak pernah bisa ingkari diri.

Sepi sendiri hanya dalam dunia sendiri. Otak berputar ingin segera menghindar. Menjalankan komitmen yang pernah diruntuhkan. Sekadar menepati janji hati. Bergegas pergi.
***

Rani jarang betah tinggal lama-lama di rumah. Perang rumah tangga sering terjadi. Menjadikan Ayahnya kalap dan bertindak kasar. Menampar, memukul, menendang Ibunya. Mengharuskan seorang Ibu yang patut dicintai selalu menangis kesakitan. Tersedu-sedu dengan muka memar dan lebam di sekujur tubuh. Air mata yang mengalir tak mengiba haru.

Derita yang melanda merasuk dalam diri Rani. Sakit yang menghiba Ibunya menjadi penderitaannya juga. Berpersepsi sendiri tentang sosok Ayah. Seorang laki-laki. Tertanam begitu dalam di benak.

Nilai tersimpan. Laki-laki berperawakan sama. Struktur tubuh sama. Keinginan sama. Kelakuan tentu akan sama juga. Penderitaan tentu akan sama dirasa. Ibu dan dirinya adalah perempuan. Tentu akan bernasib sama jika mendekati yang sama didekati oleh Ibu dan para perempuan.

Namun kadang juga Rani merasa canggung dengan yang dinilai. Derita yang dirasakan Ibu adalah bentuk kasih dari ayah. Hal itu yang pernah dikatakan Ibu kepada Rani. Tentu Ibu suka dengan derita itu. Dan jika tindakan itu disukai Ibu, tentu saja Ayah akan kalap. Terus menyiksa dengan dalih kasih.

Ayah suka melihat Ibu menderita. Ibu juga suka untuk disiksa. Apalagi melihat kepuasan Ayah. Ibu akan tersenyum di antara benjolan-benjolan hantaman. Ayah juga ikut tersenyum ketika Ibu menampakkan gigi yang kadang tanggal atau berdarah.
***

Pegkhianatan atas nama apapun tetaplah menjadi sebuah khianat. Sudah tak mampu menjalankan amanat yang terbebani sebelum dikhianati. Dia merintih tengah malam hingga pagi. Bukan sakit dari badan. Hati tertancap pisau khianat dari kekasih. Janji yang dirasa sebagai sebuah rasa manis berubah menjadi pahit dan kalut ketika dihinggapi kepalsuan.

Rasa yang menggelembung dan membumbung pecah tak bersisa. Kisah kasih suci yang terukir seakan menjadi permainan semata. Dia tahu kalau Doni yang dicintainya menjalin kisah kasih dengan banyak perempuan. Dia tak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan selalu mengutuknya dengan berbagai macam umpatan. Dia sangat kecewa dengan Doni. Seorang laki-laki. Pengkhianat.

Janji di hati dan sumpah di mulut diucap. Meski tak didengar telinga seorang pun, dia tetap menjalani. Tak ada kasih untuk Doni dan orang semacamnya. Hanya merayu dan cumbu mengganggu. Akan dibuang seperti tebu jika sudah dikercap. Cumbu rayu akan dirindu. Mengharu biru dalam kelam petang. Tatap pandang hanya sebuah dendang penyenang.
***

Dia melangkah tertatih-tatih. Mengharapkan kekasih masih menunggu kedatangan. Dia tahu kalau dirinya tidak tepat waktu. Panas yang menyengat membuat keringat bercucuran dan terengah-engah. Dia hanya bisa berpasrah.

Lanskap cucuran perasaan menjadi melegakan ketika dia tahu kalau yang menunggunya masih setia di sana. Belahan-belahan jiwa yang tercecer dalam perjalanan seakan ditemukannya kembali. Kerinduan akan pelukan menadakan kasih yang mendalam.

”Selamat siang, Rani! Kau sudah menunggu lama?” tanya dia..
”Baru sebentar, hanya saja daun-daun itu sudah terlihat capek melambai. Semut-semut sudah enggan menitipkan pandang padaku. Mungkin sudah terlalu bosan.”
”Maafkan saya!”

Kebimbangan dalam perjalanan menghantuinya. Namun tekad yang sudah dibangun tak bisa begitu saja dia tinggalkan. Kasih sayang kepada laki-laki sudah habis terbuang. Dia hanya mau tahu kalau Rani adalah orang yang tepat untuk dirinya. Tempat berkasih. Dia terdiam tak berucap.

Rajuk suasana melantunkan senang. Gairah nyalang tumbuh dan terbakar. Ciuman umpatan. Saling meremaskan dada mendempetkan tubuh. Tangan tak berhenti saling mengelus dan menyingkirkan rambut yang terurai menghalangi. Panas matahari atau orang menaruh jijik tak mendera. Tak mengganggu. Kenikmatan memberi segala. Lupa. Pinggir jalan menjadi saksi. Penjaja roti, penjual minuman, dan orang-orang berlalu lalang bersaksi. Dia dan Rani meloncat ke kali.

Lamongan, 19 Agustus 2006

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi