Jumat, 15 Agustus 2008

REVOLUSI DAN SAKIT GIGI

Nurel Javissyarqi*

Saya ibaratkan reformasi dengan sakit perut, pembuangan demi pembersihan, pencucian. Sedangkan revolusi, menyerupai sakit gigi, proses di mana terjadi ketegangan syaraf-syaraf otak yang menyempitkan peredaran udara kebugaran. Sehingga menimbulkan tekanan-tekanan yang menarik rasa nyeri tidak tertahan. Yang berasal dari pengolahan bahan tidak seimbang, tidak bersih penuh kotoran dalam skala peta perpolitikan.

Sebagai kesalahan berulang yang bertumpuk menjelma gumpalan ledakan, pasti teriakan-teriakan yang keluar dari kondisi kesakitan itu terjadi. Jerit di mana tidak sampai dimaknai, tidak difahami sebelum datangnya kebebasan masa, atas kendornya urat syaraf kelenturan sesaat. Nantinya rasa bermasyarakat terganggu, suatu saat menemui pemberontakan.

Ada yang mengatakan ini disebabkan masuk angin. Terlalu banyak wacana yang ditelan masyarakat pribumi tanpa mengindahkan nilai mutiara atau sekadar hembusan. Dimana pola-pola analisa yang kritis tidak tertanam, mengundang para spekulan, lantas pemaknaan nilai membuyar, bercerai berai. Tanda-tanda ketegangan urat syaraf para pengemban idealitas masih terkungkung kebutuhan materi, menjelma tuntutan yang membuat watak cengeng.

Perlu digaris bawahi, sakit gigi itu kompeksitas perasaan logika. Fikiran-fikiran yang sering digunakan dengan cerdas dan lincah, cekatan dalam mengambil ungsur wacana luar atas jarak diri, namun masih kurang memperhatikan efek yang terjadi di dalamnya. Sehingga gejala kotoran sempat tertelan, menjadi permasalahan paling genting ketika sampai menghasilkan suatu karya sebagai tujuan.

Ketegangan revolusi sebenarnya bisa dihinari, sehingga tidak sampai berdarah-darah. Namun bisakah demikian? Pembekakan mulai terjadi, kian menyudutkan di ruang tunggu bernama nafas renungan. Maka revolusi perlu demi mencapai puncak kesadaran tertinggi akan realitas kesemrawutan, gejolak yang tertahan dari pemompaan tidak juntrung, atau yang tadi disebut awal munculnya masuk angin.

Tapi tujuan dari itu, bukan berarti mencabut gigi yang selalu menyeret keadaan genting. Kita bisa memperbaikinya dengan membersihan lingkungan, menambahkan gizi, disamping perlunya istirahat penuh, guna memulihkan tenaga. Lewat mengendorkan urat-urat syarat, ketika alternatif penyembuhan mulai dijalankan. Dengan sangat hati-hati, perasaan tinggi kemanusiaan, dan tetap menggunakan pertimbangan nalar, akan kapan harus berhenti, saat ketegangan mulai mendorong pada sikap keburukan.

Realitas lubangnya gigi harus diterima dengan sadar, untuk memudahkan teknik penyembuhan. Ditambah dukungan beberapa elemen, pijat urat para agamawan memberi pencerahan, obat-obatan para pakar. Dan di sini, sugesti positif pun patut dijalankan, sebab rasa sakit gigi itu tidak tertahan, karnanya sumbangsi semua pidah meredam sakit sangatlah dibutuhkan. Lingkungan penuh ketenangan, dialog tidak menggurui, atau yang harus kita telan sebagai jamu akar-akaran.

Setelah seluruh elemen di bawah kendari pemimpin tertinggi kesadaran puncak, penerimaan total dalam pelaksanaan, memungkinkan terselesaikan kemelut tersebut. Maka kudunya dimulai dengan pertimbangan sangat teliti, agar tidak mengganggu aroma revolusi. Tidakkah bau revolusi pada bidang-bidang lain memberi dampak kurang baik, sebagian dalam bentuk kepuasan anarkis.

Di sini seyogyanya dibicarakan pula makna keseimbangan, antara birokrat dan masyarakat di dalam kesadaran masa, bahwa memang terjadi revolusi. Keadaan membingungkan di satu sisi, bagi yang belum siap menerimanya. Penuh ketegangan, saling singkur pendapat, jikalau itu tidak dibersikan dengan berkumur, semacam tahap finising daripada revolusi.

Makna revolusi bukan sekali jadi, tetapi pengulangan diri menyadari keadaan, realitas gigi berlubang, dengan mengembangkan kemungkinan, agar tidak sampai tercerabut gigi yang sakit. Atau kita harus kritis menghadapi setiap persoalan, sehingga tidak timbul kecemburuan sosial. Bagi yang mengetahui persoalan tubuh pemerintahan, janganlah sok gegabah, meski dirinya seorang dokter demokrat.

Yang perlu diperhatikan pula, harus berani menjegal gejala-gejala pembekakan dari peresapan wacana, dengan analisa jitu perasaan lembut, peralatan manajemen kemanusiaan. Di mana ruang waktu lain harus diperhitungkan, sehingga masa-masa tidak terfokus pada satu gigi semata. Ini takkan sampai jika rasa sakit masih menggetarkan tubuh negara, tetapi kita bisa keluar dari keadaan genting tersebut dengan menguras keringat dingin atas kerja, semangat membangun sektor lain. Tetapi keseluruannya ditujukkan demi perbaikan gigi yang menyedot banyaknya perhatian pemerintah saat itu.

Kudanya ada perbaikan saluran informasi yang harmonis, yang sanggup menyehatkan badan kenegaraan. Aspek yang perlu dijaga, senantiasa mengukur suhu tubuh serta tekanan udara kehangatan. Sebab bagaimana pun wilayah dingin atau kebekuan informasi amat menentukan tekanan suhu rendah. Dan dari penyumbatan kesementaraan kembali berulang, yang otomatis berakibat balik keadaan darurat, atau kambuh.

Olehnya, keseiramaan segala unsur tubuh kenegaraan harus dinyanyikan dengan baik, berseruling kasih perdamaian. Di satu sisi juga memperhatikan, hal yang dapat memindahnya sakit gigi pada sakit gusi. Di sini dituntut tidak sekadar mematuhi perintah dokter demokrasi, tetapi juga melihat dampak-dampak lain. Menimbang mahalnya obat atau bahan bakar minyak, masalah struktur pemerintahan yang kaku. Atau malah berbalik seperti keadaan sebelumnya, memakan yang lezat-lezat tanpa mempedulikan dampak kurang baik bagi gigi, sejenis tuntutan kebutuhan yang tidak sesuai anggaran pemerintah.

Kita tidak bisa memanipulasi keadaan darurat dengan berpesta-ria kemerdekaan, serupa pembuangan dana yang tidak disalurkan secara tepat. Agar tidak kembali berulang keadaan krisis, perlunya prihatin atau menggunakan bahasa curiga. Mencurigai gerak-gerik pemerintah yang menimbulkan bobolnya dana rakyat, semisal anggaran pembelian mobil sekadar mentereng, sedang masih sakit gigi.

Kita dapat merombak pandangan ini dengan berhemat di segala bidang, namun tidak pada sektor yang jelas-jelas membutuhkan, semisal kasus kelaparan yang masih melanda di mana-mana, khususnya di pinggiran kota. Maka seharusnya ada ruang dialogis nyambung, pertukaran informasi pada semua lini, transparan, kalkulasi berlanjutan mencapai kejituan bentuk, efektif-efesien yang sebenarnya.

Ini cita-cita atau mimpi? Namun ketika semua bangsa tubuh bermimpi dalam keseluruhan. Tidakkah organ merasa terasing, lalu menemukan kesadaran hakiki. Realitas kebersamaan kerja, berbaur dengan sepak terjang pemerintah. Dan infestor asing hanya kembali teringat, tanpa melihat asal mula rasa sakit yang bersarang di kedalaman diri anak bangsa.

Karenanya, harus membolak-balikkan perasaan penalaran, agar tidak dalam kondisi mandek, atau slilit yang menciptakan sakit gigi yang lain. Pucak kesadaran itu penerimaan total dengan merasakan sakit sekujur badan kenegaraan, unsur pemerintahan serta rakyat menanggung hutang sebagai modal menanjaki waktu walau sangat tertatih dan hati-hati. Agar tak kembali terjerumus dalam struktur kapitalis keblinger, pemerasan yang hanya mengundang nikmat sesaat seperti prosesi dukun urat yang mengurut. Yang kembali kambuh, kalau tidak benar-benar dengan kesadaran mendasar, bukan omong-kosong belaka.

Kita tidak dapat menyelesaikan semua dengan mengesampingkan rasa sakit, atau hanya dengan perawatan seadanya, khotbah para pembual yang membuat mules masuk angin dan sebagainya. Di sini harus menyadari, antara jarak sakit dan kesembuhan itu kenikmatan tiada terkira, wujud yang menggairahkan. Dan semoga apa yang terasakan itu menuju kesembuhan total. Bentuk apa pun pemerintahan, yang terpenting demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, amin.

*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
2005, ditulis di sekretariat SPL (Serikat Petani Lampung), wilayah Surabayan, Bandar Lampung.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi