Kamis, 20 November 2008

Sajak-Sajak Mardi Luhung

http://www.korantempo.com/
LORONG

Aku hadir ketika minyak tanah digelapkan dari neraca warung. Orang-orang dipaksa menggendong tabung gas. Dan si tuan mengawini perempuan dari gurun. Dengan mahar: bintang munting, kuburan para jagal dan sebuah mesin pengintai yang kerap memasuki kamar-kamar yang ada. Yang saling sengkarut. Mesin pengintai yang akan mengajari aku agar berkilah semacam ini: "Karena harapan tak jelas, aku mau jadi dukun saja. Jadi dukun yang punya mata menerawang," Dan sebagai dukun, aku nanti akan punya nomer panggil sendiri. Siapa yang memanggilnya, tentu aku akan membantunya. Menandakan setiap kerusuhan yang akan menimpanya. Menyimakkan setiap nasib-kasip yang mengancamnya. Seperti pengabaran dengan janji-janjinya. Dan juga seperti para comblang yang selalu mengantarkan pengabaran janji-janji itu. Pengabaran yang sureal. Pengabaran yang membuat orang-orang yang ada akan melambaikan tangannya padaku. Sambil merona kelam. Atau sambil menghisapi tabung gas yang digendongnya tadi. Dan akh, lihat, lihatlah, tabung gas itu pun meledak. Meledakkan setiap yang melekatinya. Jadi apa orang-orang itu kini? Barangkali jadi seonggok daging yang tercacah. Ditanam di dalam pot. Lalu dikipasi. Dan tumbuhlah seratus atau lebih makhluk yang gentayangan.

Makhluk yang punya indra yang ganjil dan takabur. Yang setiap saat akan memasuki aortaku dan berlayaran di sana. Seperti pengembara lautan yang menantangi setiap yang tiba. Dengan kilat, petir atau api yang diseret-seret. Api yang begitu mencagak di sebelah mercusuar yang telah lama padam. Dan ketika ulang tahunku tiba (ulang tahun keempat-puluh), ternyata memang tak ada lagi yang dapat aku genggam. Sebab, setiap saat dan setiap waktu, aku hanya mengambang di lelangitan. Dan setiap itu pula, si tuan yang mengawini perempuan dari gurun tadi pun mendatangi aku. Perutnya tampak memelar. Kepalanya menebal. Menebal dengan silangan-silangan yang ruwet. Sedangkan, dua bola matanya yang melepuh itu pun dipertontonkannya pelan-pelan. Dengusnya: "Pergilah ke kedalaman dua bola mataku ini. Dan carilah sebuah lorong yang berduri di dalamnya. Sebab, di lorong itulah kau akan menemukan jawaban: mengapa kini semua mesti merangkak di kegelapan. Dan mengapa pula di dalam aortamu, ada pengembara lautan yang pikirannya begitu tak lagi bisa diobati!"

(Gresik, 2008)



SANGKURIANG

Karena aku tak percaya dia adalah ibuku, maka aku tetap jatuh cinta padanya. Lalu ingin memburunya. Memikatnya. Dan mengajaknya ke pantai. Melihat rembulan. Yang jika malam tiba selalu turun dan mencuci kulitnya di lengkung ombak. Dan gunung yang ada di belakang sana seperti menggeliat. Kata kabar, gunung itu dulunya adalah kucing yang dikutuk. Kucing dengan bulu yang meremang. Kucing yang pernah menjadi milik siapa saja, yang percaya, jika isi hatinya dapat dibuka-ditutup. Atau sesekali diiris kecil. Dalam bentuk terukur atau sembarangan. Seperti potongan dendeng kering. Dengan aroma anyir yang wangi. Aroma yang selalu meruap saat pulau yang tenggelam itu menghilang. Dan yang mati menjelma sinar. Sedang yang selamat, melambaikan harapannya dari atas bahtera. Di sebelah si orang suci yang bergumam: "Mengapa ada cinta terlarang yang begitu berani. Dan mengapa pula justru dari keturunan kalian yang merasainya? Ya, mengapa?"

"Tapi, ahai, apa jatuh cintaku ini salah?" Akh, karena aku tetap tak percaya dia adalah ibuku, maka aku tetap saja jatuh cinta padanya. Dan tetap ingin memburunya. Meski tak pernah sampai. Meski dari matanya, air mata terus berjatuhan. Air mata yang memercik ke setiap batu. Sampai batu itu berlubang. Lubang yang mengingatkan aku pada perut para serdadu yang kalah. Yang pulang dari medan perang dengan anggota tubuh yang berkurang. Anggota tubuh yang nanti akan berderak. Seperti deraknya batang-batang bambu yang runcing. Yang tepat di ujungnya, ada gandulan yang bertuliskan namaku. Dan ada pula, kiasan-kiasan yang memedihkan. Yang akan membuat aku menjelma seperti kucing itu. Untuk kemudian, segera dikutuk juga, jadi gunung yang lain di pulau yang lain. Pulau yang selalu berjalan di dalam tidur-tidurmu yang tak jenak. Dengarkan: mengapa si orang suci itu terus saja tak bosan bergumam?

(Gresik, 2008)



BAGAIMANA AKU BISA TAK PERCAYA

Kadangkala aku memang tak percaya pada hal yang musykil. Tapi, untuk saat ini, bagaimana aku bisa tak percaya. Ketika, tiba-tiba sepedaku berulah. Tak mau diajak jalan. Tak mau didorong. Apalagi dikayuh dan dikebut dengan kebat. Dan seperti seekor kuda yang berulah, sepedaku pun berulah dengan seenaknya. Lari sendiri ke bukit. Turun ke sungai. Dan sesekali menggaruk-garukkan tubuh-besinya ke pepohonan. Menabraki pepagaran yang menghadang. "Kembali, kembali, kembalilah kau sepedaku!" teriakku berulang sambil mengejarnya. Tapi sepedaku seperti tak mau peduli. Terus saja berlari. Dan terus saja menghindari kejaranku. Rasanya ada arah yang dituju. Dan lenyap.

Dan malamnya (setelah gagal mengejar), aku tertidur dengan gelisah. Di dalam tidur itu, aku melihat sepedaku berlompatan, dari satu genting ke genting yang lain. Lompatan yang indah. Yang mengingatkan lompatan bianglala. Ternyata, dari balkon gedung sebelah timur, ada sepeda lain yang tak berkedip melihatnya. Sepeda lain itu berwarna merah muda. Dengan garis putih terang. Dan setiap sepedaku melompat, sepeda lain itu menyalakan lampunya. Apa mereka berdua sedang bercinta? Dan apa benar sepedaku bisa bercinta? Sedang, jauh di langit sana, bulan pun sudah tak lagi bundar. Tapi, sedikit berubah. Seperti sekepal jantung yang segar. Jantung yang menggemaskan.

Lalu, paginya, ternyata sepedaku masih ada di tempatnya. Tetap bersandar di tembok. Bersebelahan dengan kulkas. Aku tak tahu, apa yang mesti aku lakukan. Menyentuhnya. Atau tetap melihatnya. Seperti melihatnya orang-orang padaku. Ketika aku menghitung, berapa jumlah kerikil yang ada di celana dalamku. Dan berapa pula, jumlah kelinci yang telah aku masukkan ke otakku. Kelinci yang mungil seperti bunga mungil: "Bagaimana aku bisa tak percaya pada hal yang musykil?"

(Gresik, 2008)



BELAJAR BERSEPEDA

Aku belajar bersepeda. Belajar di lembah. Dekat rumput, bunga dan kupu-kupu. Kupu-kupu yang jika malam tiba, selalu melepaskan rama-ramanya. Dan pulang telanjang ke dalam kerimbunan yang jauh ada di kenangan. Kenangan tentang sepasang kekasih yang selalu berjanji di pintu belakang. Aku tahu, aku harus menaiki sadelnya. Menyiapkan kaki di pedalnya. Lalu hup! Sepeda pun akan meluncur. Menembusi jarak dan angan. Dan saat itu, aku merasakan kenikmatan untuk pertama kali. Seperti kenikmatan pesakitan yang luput dari bidikan. Kenikmatan yang begitu terbuka. Seperti ingin merengkuhi keleluasaan.

"Ayo, terus, terus, terus!" Ada suara yang memantul dari pepohonan. Suara yang akrab. Tapi telah begitu lama aku lupa. Dan seperti rambatan, suara itu pun merambat ke mana disuka. Lalu jatuh pada sebuah tempat. Pada sebuah bekas. Yang kata hikayat: "Di sini dulu si penemu sepeda dihukum. Karena disangka bekerja dengan dukun!" Dan sampai pada sebuah belokan, sepeda pun tak terkendali. Terperosok di pusat lubang. Aku melayang dengan pelan. Jatuh dengan pelan juga. Dan aku melihat sebilah pedang terhunus. Kenapa mesti diarahkan ke leherku? Akh, apakah begini, ketika leher yang mesti menegak, dipaksa mesti tak berjejak?"

Tiga bidadari pun turun ke dekatku. Tiga bidadari yang warna-warni. Tiga bidadari yang seperti serupa. Dan seperti menempelkan getah mur ke keningku: "Kekasih, mengapa selalu saja kau ingat, ketika kau mesti menegak, ketika kau mesti menjejak?" Dan aku merasa, ada tangan gaib yang mengangkatku tinggi. Tinggi sekali. Jauh melampaui lembah. Jauh rumput, bunga dan kupu-kupu. Ya, di ketinggian itu, sepedalah yang justru belajar tentang aku. Menaiki aku.

Dan dunia kami, terbalik sepenuhnya bagimu....

(Gresik, 2008)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi