Selasa, 06 Januari 2009

KEMBALI KE MASA DEPAN

Dian
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Porong, 29 Mei 2078
Profesor Suprapta Prawira memperhatikan foto masa kecilnya, ketika masih berusia sekitar 7 tahun. Hanya itu foto masa kecil yang masih tersisa, selebihnya terkubur berpuluh-puluh meter di bawah perut bumi seiring terkuburnya kepahitan masa kecilnya.

Hal ini mengingatkannya pada peristiwa 70 tahun lalu. Ketika itu dia belum begitu memahami apa yang terjadi. Yang ia tahu, menjelang maghrib, 10 Februari 2008, tanggul yang mengelilingi desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo Jawa Timur, jebol di titik 40. mendengar kabar ada tanggul yang jebol, ayahnya segera mengemasi beberapa helai pakaian dan kertas-kertas yang diduganya surat tanah menggunakan sarung kotak-kotak hijau.

Sang ayah tak sempat menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun Suprapta kecil dapat menangkap aura-aura kepedihan dari airmata yang menitik sedikit di sudut mata ibu yang menggendongnya dengan tergopoh-gopoh, juga dari nafas ayahnya yang tak beraturan seperti nafas kucing. Suprapta belum mengerti. Ketika semakin jauh langkah sang ibu dari rumahnya, saat itulah rumahnya telah tenggelam oleh lumpur yang meluber dari jebolan tanggul.

Di tak tahu, foto keluarga yang tergantung miring di ruang tamu tak bercat itu tak dapat ia temukan lagi selamanya. Pekarangan rumah Joko, yang begitu nyaman untuk bermain engklek, saat itu sudah tak berbekas, namun Suprapta belum menyadari ketika itu. Yang ia tahu hanya airmata yang menitik sedikit di sudut mata ibu yang menggendongnya dengan tergopoh-gopoh nafas ayahnya yang tak beraturan seperti nafas kucing.

Tanpa sadar, muncul genangan bening di kedua matanya yang sayu, lalu ada semacam intan menggelinding di permukaan pipinya yang keriput. Ia tersadar. Ia rindu masa kecilnya dan kenangan-kenangan yang terkubur sejak 72 tahun yang lalu. Rumah mungil yang terdapat foto keluarga tergantung miring di ruang tamu yang tak bercat. Juga makam kakek neneknya di desa Kedungcangkring yang dulu beberapa kali ia ziarahi, tak dapat lagi ia temui. Profesor Suprapta Prawira tersedu-sedu di ruang kerjanya, di sebuah ruangan kecil dekat kamar tidurnya yang modern. Segala kemudahan tak mambuatnya lupa dengan masa kecil yang tak begitu lama ia nikmati. Semua banda di rumah itu dikendalikan gelombang hati tak perlu membuka atau menutup pintu seperti awal-awal tahun 2000, pintu di sana bisa membuka dan menutup secara otomatis sesuai keinginan pemiliknya dengan sistem password.

”ada apa mas? Sudah tua kok nangis, malu dilihat cucu...” suara lembut istrinya membuyarkan lamunannya, ia menoleh dan matanya menabrak seulas senyum yang manisnya selalu bertambah sejak 53 tahun terakhir.

“aku rindu dengan desa Besuki, walau hanya 7 tahun aku lalui masa kecilku di sana, namun banyak peristiwa manis yang aku alami, termasuk 1 yang baru ku sadari akhir-akhir ini. Ketika ibu menggendongku dan mengajakku meminjam uang kepada ibumu, itu kali pertama aku melihatmu” kalimat sang profesor membuat pipi istrinya yang juga keriput itu memerah.

“lalu apa yang bisa ku lakukan untukmu agar kau tidak sedih seperti ini suamiku?”
“sudahlah, cukup kau temani masa tuaku, itu sudah membuatku sangat bahagia”
***

Di garasi rumah nan modern kawasan real estate Glagaharum, 10 Mei 2079.
Sebuah desain otomotif tercanggih abad itu, yang tak mungkin terbayang di benak orang-orang di tahun 90-an hingga awal-awal 2000. Mungkin sekitar tahun 2000-an orang menyebutnya mobil. Namun beda, ini adalah mesin waktu Super Vim Zion, hasil kerja keras Profesor Endang Sukarsih, istri Profesor Suprapta Prawira, sejak 30 tahun. Mulai dari morfolologi, sebuah benda menyerupai setengah bola tengkurap, berwarna florid, bisa beroperasi hanya jika ada tenaga listrik plutonium 1.21 gigawatt, ’mobil’ ini dilengkapi fluks kapasitor.

Jangan salah, teknologi mutakhir ini memungkinkan pemilik tak perlu repot mencari colokan listrik di pinggir jalan. Pengisian energi listrik bisa dilakukan saat kendaraan berjalan seperti mobil konvensional. Atau, mengembangkan teknologi regenerative braking. Ketika kendaraan melambat, panas akibat gesekan roda dan rem diubah menjadi energi listrik, lalu disimpan dalam baterai. Jadi, saat menekan pedal rem di lampu merah, secara otomatis baterai terisi.

Yang lebih mengguncang dunia IPTEK 2079 adalah adalah kemampuannya menembus ruang dan waktu jika kecepatannya memcapai 88 mil per jam. Sungguh penemuan yang di luar dugaan. Tak lain dan tak bukan, mesin waktu tercanggih ini di desain khusus untuk suaminya, Profesor Suprapta Prawira, yang sangat ingin melihat kampung masa kecilnya yang sudah terendam lumpur 70 tahun lebih.

Profesor Suprapta Prawira yang merupakan guru besar ilmu genetika di Universitas Islam terbesar di Malang, sangat terkagum-kagum atas keberhasilan istrinya. Terlebih setelah istrinya mengatakan bahwa Super Vim Zion ini di hadiahkan baginya, untuk mengobati kerinduan Profesor Suprapta Prawira kepada masa kecil. Seperti yang telah diceritakan oleh istrinya, dia juga bisa menembus waktu di mana SukarnoHatta sedang membaca teks proklamasi..

Dia tak sabar ingin mencoba mesin waktu tercanggih. Dengan sangat sabar Profesor Endang Sukarsih membimbing suaminya mengoperasikan mesin itu. Cukup distarter mesinnya sudah bisa hidup. Tak lupa juga menentukan jam, menit, detik, hari, tanggal, bulan, dan tahun yang dituju, juga menentukan hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, dan detik kembali ke masa kini yang sesungguhnya, yaitu masa keberangkatan.

”aku ingin segera mencobanya, aku ingin tahu kronologis semburan lumpur Lapindo, aku tidak sabar lagi”
”begini, kita harus mengujinya dulu”
”maksudnya?”

”jangan langsung kau yang mencobanya, kita tidak boleh ceroboh, jika nanti kau coba dan kau tak bisa kembali ke masa depan aku harus bagaimana? Apa kau rela hasil risetku malah membuatku menjadi janda?”senyumpun mengembang di bibir kedua ilmuwan lansia itu.

”lalu?”
”kita gunakan Catty sebagai hewan cobanya, jika Catty bisa kembali tepat pada waktu yang kita tentukan berarti mesin ini boleh kita gunakan untuk pergi ke Porong 70 tahun yang lalu”

”tapi jangan Catty, kasihan jika dia tak bisa kembali, yang lain saja”
”ok, sekarang kita beli kucing yang biasa saja”
***

Kedua suami-istri saintis mulai sibuk di garasi rumah nan modern kawasan elit Glagaharum, membalut si hewan coba dengan pakaian anti radiasi. Profesor Suprapta Prawira mulai memencet tombol-tombol sebagaimana petunjuk istrinya.

“nah, aku sudah menyeting tujuan dan waktu kembalinya, aku menyetingnya seperti ini, sekarang di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum hari Senin 10-05-2079(10:46:01), aku mengirimnya ke garasi rumah kawasan real estate Kedungbendo Senin 10-05-2079(10:45:01), dan kembali di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum Senin 10-05-2079(10:47:01), coba, mari kita starter dengan remote control” Profesor Suprapta Prawira sangat ber semangat.

Zzzzzzttssststtsst........benda kecil dengan 2 tempat duduk itupun melesat keluar garasi, melewati jalan sepi di depan perumahan elit itu, dan menghilang setelah mencapai kecepatan 88 mil/h. Dan benar saja, 1 menit kemudian benda itu muncul lagi dari titik hilangnya tadi. Kucing sebagai hewan cobapun keluar dari benda berasap itu dngan selamat, mungkin sedikit terbatuk akibat asap yang mengepul di sekitar Super Vim Zion. Namun bagaimana mesin waktu ini bekerja? Bukankah jika aku kembali ke bulan Mei 2006 dan kembali ke masa depan pada Januari 2008, setelah jobolnya tanggul, berarti aku harus membolos 1 tahun 8 bulan, bisa dipecat kegurubesaranku. Profesor Suprapta Prawira gundah bukan main. Diapun menceritakan kegundahan itu.

Sambil tersenyum khas para cendikia, Profesor Endang Sukarsih memegang tangan suaminya lalu mendekat dan berkata.

“jika kita kembali ke masa lalu atau pergi ke masa depan, kapanpun waktu yang kita tuju, tentunya ada perbedaan dimensi, dan pastinya ada relativitas waktu, untuk penggunaan mesin ini, selama apapun engkau pergi menembus dimensi ruang dan waktu, sama dengan 1 menit di kehidupan nyata kita” Profesor Endang Sukarsih menjelaskan, suaminyapun mengangguk-angguk mata tuanya yang telah lama rabun nampak berbinar-binar bahagia. Keinginannya untuk melihat lagi desanya sebelum ditenggelamkan lumpur hampir tercapai.

Dengan hati riang bak anak kecil yang mendapat mainan baru, Profesor Suprapta Prawira mulai mengenakan pakaian anti radiasi berwarna putih silver, mirip astronot. Dia masuk Super Vim Zion sendirian. Dia menyeting waktu: di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum hari Selasa 11-05-2079 (08:37:01), Rumah masa kecil desa Besuki Senin 29-05-2006 (08:36:01), dan kembali di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum Senin 10-05-2079 (08:38:01). Sejurus kemudian Super Vim Zion melesat dan lenyap diikuti asap.
***

Porong, 29 Mei 2006 08:36:01
Langit mendung Porong tak mengisyaratkan apapun. Angin nan semilir menyapu keheningan kampung Besuki. Yang sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi sore nanti. Tak akan ada lagi anak kecil yang bermain engklek di halaman rumah Joko, batin Profesor Suprapta Prawira setelah keluar dari Super Vim Zion-nya yang-mungkin-menyerupai kendaraan luar angkasa. Benar saja, tak lama setelah ia mendarat di lapangan sepak bola dekat pemakaman, dilihatnya seorang anak kecil bercelana pendek merah hati khas anak SD di masa kecilnya, Profesor Suprapta Prawira kenal betul siapa dia, ya.. tak salah lagi, itu Joko, sahabatnya.

”Joko..!!”serunya.
Namun anak kecil dekil itu malah lari tunggang langgang demi melihat makhluk aneh sekelas UFO. Sang profesor bingung, mengapa Joko yang dulu sangat setia sebagai sahabatnya kini malah lari ketakutan melihatnya. Ooo...rupanya kostum Profesor Suprapta Prawira masih sangat asing bagi masyarakat masa itu. Dengan cekatan, ia lepas kostum anehnya. Super Vim Zion-nya ditutup dengan dedaunan semak di sekitar lapangan. Untung saja ia bawa baju koko kumal dan sarung kotak-kotak hijau peninggalan ayahnya yang masih familiar digunakan di tahun 2006.

Tanpa buang waktu lagi, Profesor Suprapta Prawira bergegas menuju rumahnya di Besuki. Tepat di halaman depan ia bertemu pria yang sangat ia kenal, pak Suryo, ayahnya. Profesor Suprapta Prawira menghambur dan memeluk orang di depannya itu.

“bapak...”penuh haru sang profesor memeluk pria 40 tahunan itu. Namun bukan balas memeluk, malah berteriak teriak.

“tolooong...ada orang gila!!!”tariak bapak setengah baya itu.
“pak, tolong jangan teriak...saya ini anak bapak, saya Prapto, Suprapta Prawira, memang semenjak kita terpisah di pengungsian saat berebut bantuan, kita tak pernah bertemu pak..saya rindu bapak...saya rindu ibu..”ucap profesor 78 tahun itu dengan terisak-isak.

Dengan sedikit terheran bercampur geli dan takut, pak Suryo menyalami sang profesor dan mengajaknya berbincang di pinggir jalan. Namun tetap saja pak Suryo tidak percaya dengan kata-kata sang profesor. Akhirnya Profesor Suprapta Prawira pergi dari halaman rumah masa kecilnya itu dengan hati yang perih teriris-iris.

Satu hari dia menggelandang, hidup di jalanan. Memakan sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat sampah. Dia tak menyangka nasibnya akan setragis itu dan ingin kembali ke masa depan saja, di mana dia dihargai sebagai guru besar. Dia kembali ke Super Vim Zion-nya yang lama terparkir di lapangan dekat pemakaman desa. Dipakainya pakaian anti radiasi, dan mulai menstarter Super Vim Zion. Namun si canggih tak jua hidup mesinnya. Dilihatnya speedometer, jarum bahan bakar menunjuk E. Dia baru ingat, Super Vim Zion hanya bisa beroperasi 3 kali perjalanan walau dengan pengisian sumber energi penuh.

Rasa sedih yang bertambah-tambah, tak mungkin dia memaksakan diri untuk mencari plutonium di Porong kala itu. Satu-satunya energi yang bisa membantu adalah petir. Ya, petir. Tapi kapan petir akan menyambar di sekitar desa itu, siapa yang tahu.

Aha, bukankah ini adalah tahun masa kecilnya, dulu sepulang dari rumah budhe Suprapti tanggal 29 Mei 2006 pukul 22.41 hujan deras, dan petir menyambar pohon kelapa di belakang rumahnya. Satu-satunya cara adalah menampung energi petir itu ke dalam mekanisme Super Vim Zion.

Pagi itu juga Profesor Suprapta Prawira memasang kabel super jumbo di puncak pohon kelapa dan satunya dikaitkaan ke fluks kapasitor di Super Vim Zion. Banyak sekali yang meneriakinya orang gila, namun dia tidak peduli. Yang dipikirkannya adalah bagaimana dia bisa kembali ke masa depan agar terbebas dari celaan-celaan.

Setelah kabel dirasa sudah cukup kaitannya, dia baru sadar, hari ini adalah tanggal 29 Mei 2006, hari pertama muncul semburan lumpur. Bukankah misi utamanya adalah melihat kronologis semburan lumpur? Tapi apa daya? Jam sudah menunjukkan pukul 22.39. Hujan mulai rintik-rintik, kilatpun menyambar. Dia sangat menyayangkan jika tak bisa melihat langsung semburan pertama. Namun apa daya pulalah, petir hanya akan menyambar pohon kelapa itu satu kali, seperti yang dia tahu dulu saat petir itu menyambar, setelah itu tak ada lagi.

Dia mulai masuk Super Vim Zion dengan hati tak karuan, bingang. Tik tok tik tok... sekian detik lagi petir menyambar. Dan, Jdaarrr...! kemudian, zzttsssttsst... benda kecil dengan dua tempat duduk itupun melesat.

“ Lalu aku kembali ke sini, dan mereka semua tetap mengatakan aku gils. Padahal aku kembali ke masa depan agar tak ada lagi yang menganggapku gila. Aku juga tak tahu mereka sembunyikan di mana Super Vim Zion-ku, satu-satunya alat yang bisa antar aku ke rumah masa kecilku sebelum semuanya tenggelam. Ha ha ha, semuanya gila! Mereka iri karena aku bisa menembus dimensi ruang dan mengalami relativitas waktu. Gila! Kamu juga...!!!” Profesor Suprapta Prawira mengarahkan telunjuknya padaku. Matanya tajam. Seperti mau menerkamku. Aku takut, lalu aku tinggalkan rumah sakit jiwa itu dengan hati remuk[.]

Malang, 2 Juni 2008

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi