Selasa, 17 Februari 2009

MADURA

Beni Setia
http://www.surabayapost.co.id/

INI adalah tenung. Ini adalah sihir yang membuat aku membatalkan naik ferry Ujung-Kamal paling pagi, dan memilih singgah di HI, Hotel Islamiah -- yang berupa musala di dermaga penyeberangan. Menyapa penjaganya, yang sejak kanak aku kenal di Batang-batang, dan bahkan diajari huruf hijayiah, bacaan surah-surah pendek dan cara benar bersembahyang di mesjid kecil di Batang-batang. ”Kiai sakit?” katanya -- santun meraih tangan dan mengecupnya. Aku menggeleng. Menguap. Idzin tidur dan dengan patuh ia berjaga seperti menjaga mayat yang belum ditakziahi keluarganya.

Ini adalah tenung. Ini adalah sihir yang mungkin menyerang setelah sepanjang malam berdiskusi dengan Poe, tidur sesaat, ambil tahajud, zikir yang mendaging dan jadi kebiasaan yang tak tertawarkan, lantas shubuh. Dan sebelum memutuskan kekal di pembaringan Poe mengajak aku dan sopir menghabiskan sarapan yang dipesan -- dua porsi. Aku sejak awal minta tak dikembalikan ke hotel meski hak menempatinya sundul sampai di tengah hari. Aku minta sekalian didrop di dermaga penyeberangan dan amat maklum saat Poe berkali-kali minta maaf tidak bisa mengantar ke loket dan ferry karena harus berada di Tuban pada 07.15 -- tapi dengan tertib menggelincirkan uang ke saku kemeja. Dan angin pagi yang sejuk membuat kantuk muncul, dan itu -- kata Parna, di Sidang Palay, Bandung satu saat, dulu -- adalah teluh kejo.

Semacam tenung di masa kanak, yang muncul karena aku terlalu suntuk bermain, yang membuat perut lapar sehingga tiga piring nasi yang disantap itu membuatku lupa mandi dan shalat. Sejenis sihir di dunia gemerlap penuh mabuk dan seks yang muncul ketika Obyage suntuk di disko, lalu mampir makan rawon setan tiga porsi, dan tiba di rumah untuk mencari alpa sempurna di ranjang, pada alam tanpa Allah, firman, agama, ibadat dan penyelamatan -- dengan atau tanpa senggama bertanda ritus agama. Serupa hipnotis kemaruk makan karena terlalu lapar, sehingga gairah digerakkan oleh enzim cerna lambung yang meruapkan semuanya jadi kantuk, yang membuat tak ingat apa-apa selain menenangkan uap produksi enzim lambung -- letup sendawa.
*

DAN pada ferry Ujung-Kamal yang berikut, yang lebih luang karena berangkat jam 11.00: aku bertemu Al Goore. Turis backpack dengan celana pendek, sandal jepit dan kaus hitam kelas Pasar Turi dengan tulisan ”Al Qurbaniah” -- tanpa ia mengerti apa artinya. Ia yang tranced merekam anak-anak yang selulupan mengejar recehan, yang dilempar para penumpang dari dek, lantas mubul sambil menyemburkan ketawa -- memperlihatkan bundar receh yang berhasil diraup. ”Ada perlambatan, dari energi reaksi balik pada tekanan dari bidang datar di permukaan air a la Archimedes dan juga effek fluida berupa hambatan friksi kepada gaya dari recehan yang masuk di air laut,” katanya bewrsungguh-sungguh meski hanya diucapkan ke handycam.


Aku menyapa. Sekaligus iseng mempertanyakan apa statusnya -- jurnaliskah?
”Al Goore,” katanya, sambil menurunkan handycam mini, menjulurkan tangan untuk bersalaman dan berkenalan dengan pengantar senyuman lepas khas Texas, “Just Al Goore -- double o. OK?” Aku tertawa a la arek Kamal, dan setengah sinis bertanya: apakah ia moslem -- berdasar pelafalan nama dan rekonstruksi hurufiah atas suaranya. Al Goore terbahak-bahak. Ambil Malboro sebatang, dan menyulut tanpa terpanggil untuk solider sosialistik menawariku. Aku segera mencabut Reco Putung, dan lebih individualistik lagi merokok. Mengiyakannya,yang bilang Indonesia sorga tembakau, kiblat ibadat asap di bawah imam nikotin yang mensunahkan rokok ekstra setiap saat.


”Aku mau bikin PPRS -- Partai Pencinta Rokok Sejati --, semacam kompatriot dari PNS -- Partai Nurul Sembako -- di Tasikmalaya,” kataku, ”Yang akan menguasai Dewan, yang akan serentak menyatakan setuju dan tak setuju atas segala materi dalam sidang pleno dengan serentak merokok klobot klembak dan bikin isyarat asap Navayo. Menggolkan presiden perokok, membuat lobi tembakau supaya di zona otonomi mana saja ada Perda yang pro-perokok -- yang mengatur ruang diskriminatif mirip penjara bagi yang bukan perokok di pojokan bus, bar, rumah makan, kantor dan apa saja.”

Dan sambil mengawasi Madura yang makin dekat itu, yang selalu mengingatkan aku pada ibu yang senantiasa menatap jalan dengan rindu, dengan mata nanar, dengan tangannya terbuka dan loncatan kaki belalang membuat seluruh tubuhnya siap untuk merangkul dan membebaskan dirinya dari gelisah melepasku mengembara --ia ingin menghapus derita dari pergi menunaikan konsultasi rohani di hotel sehari-semalam di Surabaya kemarin, yang dianggapnya pengembaraan, seperti di dua puluh tahun lalu ia membungkam tangis dengan sumpalan puting susu dari payu dara yang berdenyut penuh kemurahan Allah. Sambil selalu terharu menatap Madura aku mendesah.

”Let’s talk about another Al Gore, please” kataku. Ia berguman -- lirih. ”He’s great …” katanya. Dalam bungkam dan perrmukaan ferry yang tak pernah diam dan seimbang aku malu mendengar tuturan panjang yang cuma bisu. Teks-teks dari berita menggenang lebih luas dari Selat Madura yang tak tenang dan berarus kuat ini. Bisu yang membuat Al Gore menjulang. Membuat aku malu membayangkan betapa gentle ketika ia mencabut gugatannya di pengadilan, padahal selisih ketertinggalannya dari George W Bush itu -- mungkin cuma 16, atau 160, atau 1600 atau 16000 atau 160000 suara di satu distrik wilayah pemilihan itu -- bisa dikoreksi dengan cepat, dan totalitas angka-angka konfigurasi perimbangan suara pun berubah.

Mungkin karena ia hanya ingin menjadi orang yang mensejahterakan rakyat, dan percaya hal serupa pasti sekuat tenaga akan dilakukan oleh George W Bush -- yang di kemudian hari terbukti lebih suka memerintahkan membombardir Afganistan dan Irak, sampai di suatu hari dilempar sepatu oleh wartawan di Bagdad. Bukannya orang yang melulu dan menghalalkan segala cara demi sukses jadi presiden -- mutlak hanya ingin jadi presiden Amerika Serikat, sang adi jaya di awal melenium II. Aku malu jadi … -- seperti idiom ironik seorang penyair kesohor. Dan menangis bisu karena kami punya calon gubernur yang ngotot ingin jadi gubernur apa pun caranya. Malu sekali

”Are you sick?” kata Al Goore -- dengan dobel o. Aku melirik. Menggeleng. Tersenyum rawaniah seperti semua adegan perpisahan dua orang saling mencinta di dalam sinetron Indonesia, yang selalu ditampilkan dalam frame muka berlinangan air mata dan konfigurasi mimik berkerut seperti handuk bau tukang becak dilempar ke bangku warung kopi -- yang punya catatan bon utang setebal 32 halaman dari sekitar 7 tukang becak, 31 kuli panggul dan 22 kelasi kapal antar pulau di pelabuhan rakyat yang semakin dangkal. ”No! Sorry -- just dust. A political pollution,” kataku.

Si turis bercelana pendek itu mengernyit, tapi tetap bungkam menghabiskan sisa tembakau sampai pangkal filter rokok putihnya -- medit khas segala backpack turist di mana pun di dunia. Kikir. Kedekut. Pelit. Yahudi. Tidak seperti calon gubernur, calon anggota dewan di berbagai tingkat itu dan calon presiden yang mulai gencar pasang senyum, ramah sapa dan banyak membagi hadiah dan janji itu. Tapi apakah si calon gubernur yang yakin akan bisa mensejahterakan rakyat itu, si calon anggota dewan di berbagai tingkat yang merasa akan sangat jadi wakil rakyat dan akan selalu membela kepentingannya agar rakyat hidup sejahtera itu, dan bahkan calon presiden yang akan memperhatikan derita dan nestapa rakyat lantas merubah keadaan agar rakyat senyum dan tidur nyenyak itu -- nanti --: orang tahu, mengerti dan memahami Madura lebih dari refleksi rasa setiap orang Madura itu sendiri.
*

MUNGKIN mereka hanya turis backpack bersandal jepit, yang datang untuk memotret, mencacat peninggalan sejarah dan keramaian corak budaya. Lantas bersiul pulang -- melupakan segalanya, seperti biasanya. Seperti setiap nanti dari yang dahulu, yang melulu bilang: semua kejadian itu selalu terkait Allah, dengan berulang lantang mengucapkan kata insya Allah -- menyerahkan tanggung jawab dari semua dan segala kejadian ke dominasi kemauan Allah, ke garis takdir yang telah ditentukan Allah. Dan mungkin sedikit Iblis yang menganjurkan untuk mungpung. Ya! Ya! Dan di dermaga Kamal: Al Goore kekal merekam diriku di antara orang yang bergegas turun dan para penyerbu yang gigih menawarkan angkutan lanjutan -- dan sekedar pertolongan untuk membawakan beban.

Aku minta agar ia melupakanku. Tapi Al Goore tidak peduli. Tapi ia terus saja merekam dan melulu merekam, mencatat kami yang sepertinya tidak punya keinginan -- tidak bisa merumuskan ingin dan bagaimana sehingga dikerubuti makelar dan calo. Apa kami ini cuma cacah yang dieksploitasi para makelar dan calo yang bergelimang keuntungan dalam kekuasaan yang mumpung? ”Sorry, sir. I am sick!” -- kataku. Kelu.

Tahu bangsa, warga negara dan negara ini sedang sakit. Sakit -- sesakit-sakitnya sakit.

Kena kutuk. Kena tenung. Kena sihir serta hipnotis the founding father dan pejuang belia yang memberikan semua keceriaan masa muda demi kemerdekaan, yang marah ketika menemukan generasi penerus hanya kanak-kanak yang berebutan kesempatan untuk berkuasa dan kaya mendadak.

Terkena teluh kejo rakyat, yang tak bisa makan dan selama berhari-hari demam lapar -- sementara mereka makan apa saja dan memuntahkan semuanya bila ada menĂº lain lagi, lalu makan lagi dan muntah lagi dan makan lagi dan makan lagi dan melulu makan sampai lambung mereka menggembang menelam semua desa Indonesia. Jadi yang berperut buncit seperti Semar -- yang pernah lancung mengumbar syahwat.***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi