Sabtu, 20 Maret 2010

Sumbang Saran Kritik Seni

Baridul Islam Pr
http://www.sinarharapan.co.id/

Membaca kritik sastra yang ditulis Binhad Nurrohmat, Budi Darma, Satmoko Budi Santoso dan Edy AFN yang termuat dalam segmen Seni di Harian Kompas minggu di bulan Mei-Juni 2003 membuat perdebatan sastra dan kritiknya kembali menarik untuk dilakukan. Begitu juga dengan tulisan penyair Ajip Rosidi yang berjudul: ”Hanya Dijadikan Obyek” (Kompas, 29/6/2003). Dari kedua macam kritik sastra dan seni tersebut penulis mencoba menarik dua kesimpulan awal. Kesimpulan pertama, pada karya kritik sastra yang dibuat oleh ke empat penulis di awal menitikberatkan kritiknya pada para pekerja seni (penyair, seniman, sastrawan) di lain sisi berbalik dengan apa yang dilakukan oleh Ajip Rosidi yang mengkritik para intelektual terhadap perlakuannya pada para seniman. Meski Kompas mungkin tidak memaksudkan untuk mem-versus-kan kedua wacana di atas, secara nyata terlihat adanya relasi demikian. Yang satu bertema (perspektif) intelektual menggugat pekerja seni, satunya lagi pekerja seni gugat intelektual.

Kesimpulan kedua bahwa kedua macam tulisan di atas saling merisaukan keberadaan masing-masing: intelektual risau jika pekerja seni hanya menjadikan dirinya sebagai kritikus yang sekadar melegitimasi kepentingan pekerja seni untuk ”bekerja mencari nafkah”, di lain sisi gugatan pekerja seni adalah mereka hanya dijadikan objek penelitian bagi para intelektual yang juga untuk ”bekerja mencari nafkah”.

Dari kedua kesimpulan awal yang juga menjadi bagian dari kerja evaluasi terhadap dua bentuk tulisan terdahulu (penulis mengandaikan bahwa kedua bentuk tulisan di atas merupakan kerja reflektif dan aksi, dan posisi tulisan ini sebagai evaluasi terhadap kerja-kerja terdahulu), tulisan kali ini akan mencoba menawarkan sebuah gagasan untuk mendialogkan kedua kepentingan di atas sehingga secara bersama akan didapatkan perubahan yang lebih baik, tidak hanya untuk win-win solution bagi keduanya tetapi juga manfaat bagi siapa pun yang terkena imbas darinya (pembaca kritik dan para pencinta seni).

Merombak Paradigma Pikir
Thomas F. Khun menyebut paradigma sebagai kerangka berpikir, dan kerangka berpikir seseorang sangat mempengaruhi perbuatannya, demikian Mansour Fakih meneruskan. Banyak ragam pemetaan paradigma, di antaranya adalah yang dilontarkan Giroux dan Arenowitz. Menurut mereka ada tiga jenis paradigma, pertama adalah paradigma konservatif. Paradigma ini menyandarkan dirinya pada cara berpikir yang melihat segala sesuatu merupakan takdir Tuhan. Dalam perkembangan berikutnya paradigma ini beranggapan bahwa segalanya sudah terberi, muncul dengan seketika dan alamiah. Karena semuanya ”sudah demikian adanya”, maka penganut cara berpikir demikian akan pasrah melihat realitas, tidak mau berubah dan bila menjadi penguasa, ia akan terus berupaya mempertahankan kekuasaannya. Dalam kehidupan keseharian, penganutnya sering berucap: ”wah gimana lagi, sudah takdirnya saya seperti ini”, untuk para penguasa, maka ia akan berujar: ”kekuasaan yang dia peroleh berasal dari Tuhan atau keturunan yang sah sehingga tak boleh tergantikan kecuali oleh keturunan yang sah pula”; dalam kancah seniñjuga termasuk di dalamnya sastra—para seniman yang demikian berkecenderungan memiliki cara berpikir yang mendukung keberadaan penguasa dan sangat mengandalkan kepada bakat alamiah, serta modal keturunan trah seniman.

Kedua, paradigma liberal-reformis. Aliran ini menaruh latar pada cara berpikir yang monolog, linear, prestasi, persaingan, menghakimi kesalahan pada si manusia. Freire membahasakannya dengan kesadaran naif, yakni kesadaran yang berujung pada sikap acuh tak acuh dan cara melihat realitas sosial dan tidak berdasar pada kerangka analisis. Akibatnya, saat muncul realitas dominan seperti globalisasi yang beorientasi pada pasar, ia akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan merebut pasar dan buta akan keadaan sekelilingnya. Paradigma yang sekadar ingin memperbaiki ini sering lupa dan/atau sengaja melupakan bahwa realitas dominan yang tercipta adalah rekaan dari kepentingan besar yang dibangun oleh sekelompok kecil pemegang kapital. Dalam kehidupan keseharian, aliran ini sangat dominan dan muncul dengan jargon-jargon utama: ”dalam rangka persaingan di era globalisasi, maka siapkanlah diri Anda untuk berpacu dengan waktu dengan meraih prestasi lewat penguasaan bahasa Inggris dan internet di …….(biasanya belakangnya adalah iklan dari si pembuat jargon)”. Jika ia menjadi penguasa maka berkecenderungan mengikuti arus dominan tanpa reserve dan sekadar melakukan perubahan kosmetik. Seorang seniman yang menganut cara pikir demikian akan menghambur-hamburkan karyanya untuk produksi dalam rangka memenuhi selera dan kehendak pasar (untuk lebih lanjut lihat Kompas Minggu yang memuat perdebatan seputar seniman seni rupa yang terbit bulan Januari-Maret 2003) .

Selanjutnya adalah paradigma kritis. Paradigma ini melihat bahwa realitas yang tercipta saat ini merupakan hasil penciptaan yang sistematis, terkonstruksi dan hegemonik. Lantas siapa yang menciptakannya? Melalui analisis sosial maka realitas yang tercipta akan mudah tampak dengan melihat siapa-siapa yang berperan dan seberapa jauh dia diuntungkan dalam lingkaran relasi tersebut. Keuntungan tersebut tidak hanya soal materi tetapi juga akses kekuasaan. Pada intinya paradigma ini melihat bahwa kesalahan terletak pada struktur kekuasaan yang hegemonik dan berorientasi pada pasar. Dalam keseharian, penganutnya akan terus-menerus gelisah untuk berpikir dan menyikapi kenyataan yang hadir, jika ia adalah seorang seniman maka kegelisahannya akan dituangkan dalam karya-karyanya, contoh di antaranya adalah Saman yang mengatasi sekat-sekat tabuisme, Ca Bau Kan dengan upaya melawan segala bentuk diskriminasi ras, Borobudur Agitatif sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan budaya kaum penguasa, komunitas seni lereng gunung Merapi-Merbabu sebagai buah karya perlawanan kultural rakyat yang terpinggirkan, dan kerja seni penyadaran yang dilakukan Moelyono dengan melakukan pendidikan membangun kesadaran kritis melalui media seni.

Metodologi Kritik
Setelah keduanya ñintelektual dan seniman— paham akan arti penting cara berpikir kritis maka kelanjutannya adalah bagaimana menghadirkan metodologi dalam melakukan kerja ñpenelitian dan atau pendidikan— budaya untuk memajukan pemikiran dan kesenian.

Metodologi penelitian yang dominan sampai saat ini banyak dipengaruhi oleh cara pikir positivistik (baca: konservatif atau liberal-reformis) yakni melihat realitas sebagaimana yang ditampilkan, bebas nilai, objektif. Cara berpikir demikian banyak mengadopsi cara pandang ilmu alam yang pasti, dalam perkembangan selanjutnya cara berpikir positivistik ini berimplikasi pada penggeneralisasian terhadap setiap kenyataan yang ada, selain itu melihat segala sesuatunya jauh dari kepentingan. Meski sebetulnya justru kepentingan itulah yang dipertahankan, sebagai misal: banyak pekerja seni kita yang tanpa sadar atau (pura-pura) tidak sadar terus-menerus memproduksi karyanya untuk kepentingan dan selera pasar sehingga ia tidak berpikir bahwa saat menuangkan suatu gagasan lewat karyanya maka si seniman akan mempengaruhi para penikmatnya.

Dalam perkembangannya mulai muncullah kritik terhadap dominasi positivistik, dengan memulainya melalui kerja budaya yang berasal dari kalangan bawah yang disesuaikan dengan realitas yang terjadi. Meminjam perkembangan penelitian desa yang ditulis Robert Chambers dan kemudian memodifikasinya dalam bentuk penelitian untuk para seniman dan karya-karyanya, penulis mencoba menawarkan gagasan belajar bersama untuk transformasi sosial berupa pendidikan penyadaran yang merupakan kritik atas metodologi penelitian sebelumnya. Untuk lebih sistematis dalam melihat perbedaan tersebut lihatlah skema berikut:

Melakukan Aksi
Setelah terjadi pemahaman bersama tentang bagaimana menjalankan metodologi pendidikan penyadaran selanjutnya adalah secara bersama-sama pemahaman yang ada dituangkan dalam kerja-kerja berupa aksi, seperti Moelyono yang bersama-sama dengan anak-anak di SD Kebonsari, Punung, Pacitan berkesenian (gambar, puisi dan lagu) untuk menggambarkan problem yang dihadapi, membahasnya dalam diskusi dan hasilnya berupa ide-ide untuk memperbaiki kualitas hidup. Dengan seni penyadaran inilah Moelyono mencoba menggugah kesadaran anak untuk memahami realitas sosial yang ada di sekelilingnya. Selain peningkatan daya kreatif dan kritis buat anak, apa yang mereka lakukan juga berimbas pada orang tua mereka, di mana orang tua jika ingin berkumpul membahas kondisi ketertindasannya menggunakan gamelan sebagaimana anak menggunakan gambar, puisi dan syair lagu. Dengan demikian misi penyadaran melalui seni bukan sebagai corong propaganda yang tidak berestetika, tetapi ruang belajar bersama untuk transformasi sosial yang mengandung nilai-nilai estetik.
Dan jika kita runut ke belakang, maka ”isu lama, dengan kemasan baru”, dan perdebatan tiada henti antara LEKRA (baca: corong propaganda) dan MANIKEBU (baca: seni untuk estetika) dapat sementara terselesaikan lewat kerja budaya yang salah satunya dilakukan oleh Moelyono dan beberapa lainnya adalah para seniman lereng Merapi-Merbabu dengan simbol: ”Transformasi Sosial, YES, Estetika, YES”.

*) Penulis adalah Direktur Institut Kebudayaan Banyumas (IKB) dan periset New Social Movement, alumnus Sosiologi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi