Baridul Islam Pr
http://www.sinarharapan.co.id/
Membaca kritik sastra yang ditulis Binhad Nurrohmat, Budi Darma, Satmoko Budi Santoso dan Edy AFN yang termuat dalam segmen Seni di Harian Kompas minggu di bulan Mei-Juni 2003 membuat perdebatan sastra dan kritiknya kembali menarik untuk dilakukan. Begitu juga dengan tulisan penyair Ajip Rosidi yang berjudul: ”Hanya Dijadikan Obyek” (Kompas, 29/6/2003). Dari kedua macam kritik sastra dan seni tersebut penulis mencoba menarik dua kesimpulan awal. Kesimpulan pertama, pada karya kritik sastra yang dibuat oleh ke empat penulis di awal menitikberatkan kritiknya pada para pekerja seni (penyair, seniman, sastrawan) di lain sisi berbalik dengan apa yang dilakukan oleh Ajip Rosidi yang mengkritik para intelektual terhadap perlakuannya pada para seniman. Meski Kompas mungkin tidak memaksudkan untuk mem-versus-kan kedua wacana di atas, secara nyata terlihat adanya relasi demikian. Yang satu bertema (perspektif) intelektual menggugat pekerja seni, satunya lagi pekerja seni gugat intelektual.
Kesimpulan kedua bahwa kedua macam tulisan di atas saling merisaukan keberadaan masing-masing: intelektual risau jika pekerja seni hanya menjadikan dirinya sebagai kritikus yang sekadar melegitimasi kepentingan pekerja seni untuk ”bekerja mencari nafkah”, di lain sisi gugatan pekerja seni adalah mereka hanya dijadikan objek penelitian bagi para intelektual yang juga untuk ”bekerja mencari nafkah”.
Dari kedua kesimpulan awal yang juga menjadi bagian dari kerja evaluasi terhadap dua bentuk tulisan terdahulu (penulis mengandaikan bahwa kedua bentuk tulisan di atas merupakan kerja reflektif dan aksi, dan posisi tulisan ini sebagai evaluasi terhadap kerja-kerja terdahulu), tulisan kali ini akan mencoba menawarkan sebuah gagasan untuk mendialogkan kedua kepentingan di atas sehingga secara bersama akan didapatkan perubahan yang lebih baik, tidak hanya untuk win-win solution bagi keduanya tetapi juga manfaat bagi siapa pun yang terkena imbas darinya (pembaca kritik dan para pencinta seni).
Merombak Paradigma Pikir
Thomas F. Khun menyebut paradigma sebagai kerangka berpikir, dan kerangka berpikir seseorang sangat mempengaruhi perbuatannya, demikian Mansour Fakih meneruskan. Banyak ragam pemetaan paradigma, di antaranya adalah yang dilontarkan Giroux dan Arenowitz. Menurut mereka ada tiga jenis paradigma, pertama adalah paradigma konservatif. Paradigma ini menyandarkan dirinya pada cara berpikir yang melihat segala sesuatu merupakan takdir Tuhan. Dalam perkembangan berikutnya paradigma ini beranggapan bahwa segalanya sudah terberi, muncul dengan seketika dan alamiah. Karena semuanya ”sudah demikian adanya”, maka penganut cara berpikir demikian akan pasrah melihat realitas, tidak mau berubah dan bila menjadi penguasa, ia akan terus berupaya mempertahankan kekuasaannya. Dalam kehidupan keseharian, penganutnya sering berucap: ”wah gimana lagi, sudah takdirnya saya seperti ini”, untuk para penguasa, maka ia akan berujar: ”kekuasaan yang dia peroleh berasal dari Tuhan atau keturunan yang sah sehingga tak boleh tergantikan kecuali oleh keturunan yang sah pula”; dalam kancah seniñjuga termasuk di dalamnya sastra—para seniman yang demikian berkecenderungan memiliki cara berpikir yang mendukung keberadaan penguasa dan sangat mengandalkan kepada bakat alamiah, serta modal keturunan trah seniman.
Kedua, paradigma liberal-reformis. Aliran ini menaruh latar pada cara berpikir yang monolog, linear, prestasi, persaingan, menghakimi kesalahan pada si manusia. Freire membahasakannya dengan kesadaran naif, yakni kesadaran yang berujung pada sikap acuh tak acuh dan cara melihat realitas sosial dan tidak berdasar pada kerangka analisis. Akibatnya, saat muncul realitas dominan seperti globalisasi yang beorientasi pada pasar, ia akan berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan merebut pasar dan buta akan keadaan sekelilingnya. Paradigma yang sekadar ingin memperbaiki ini sering lupa dan/atau sengaja melupakan bahwa realitas dominan yang tercipta adalah rekaan dari kepentingan besar yang dibangun oleh sekelompok kecil pemegang kapital. Dalam kehidupan keseharian, aliran ini sangat dominan dan muncul dengan jargon-jargon utama: ”dalam rangka persaingan di era globalisasi, maka siapkanlah diri Anda untuk berpacu dengan waktu dengan meraih prestasi lewat penguasaan bahasa Inggris dan internet di …….(biasanya belakangnya adalah iklan dari si pembuat jargon)”. Jika ia menjadi penguasa maka berkecenderungan mengikuti arus dominan tanpa reserve dan sekadar melakukan perubahan kosmetik. Seorang seniman yang menganut cara pikir demikian akan menghambur-hamburkan karyanya untuk produksi dalam rangka memenuhi selera dan kehendak pasar (untuk lebih lanjut lihat Kompas Minggu yang memuat perdebatan seputar seniman seni rupa yang terbit bulan Januari-Maret 2003) .
Selanjutnya adalah paradigma kritis. Paradigma ini melihat bahwa realitas yang tercipta saat ini merupakan hasil penciptaan yang sistematis, terkonstruksi dan hegemonik. Lantas siapa yang menciptakannya? Melalui analisis sosial maka realitas yang tercipta akan mudah tampak dengan melihat siapa-siapa yang berperan dan seberapa jauh dia diuntungkan dalam lingkaran relasi tersebut. Keuntungan tersebut tidak hanya soal materi tetapi juga akses kekuasaan. Pada intinya paradigma ini melihat bahwa kesalahan terletak pada struktur kekuasaan yang hegemonik dan berorientasi pada pasar. Dalam keseharian, penganutnya akan terus-menerus gelisah untuk berpikir dan menyikapi kenyataan yang hadir, jika ia adalah seorang seniman maka kegelisahannya akan dituangkan dalam karya-karyanya, contoh di antaranya adalah Saman yang mengatasi sekat-sekat tabuisme, Ca Bau Kan dengan upaya melawan segala bentuk diskriminasi ras, Borobudur Agitatif sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan budaya kaum penguasa, komunitas seni lereng gunung Merapi-Merbabu sebagai buah karya perlawanan kultural rakyat yang terpinggirkan, dan kerja seni penyadaran yang dilakukan Moelyono dengan melakukan pendidikan membangun kesadaran kritis melalui media seni.
Metodologi Kritik
Setelah keduanya ñintelektual dan seniman— paham akan arti penting cara berpikir kritis maka kelanjutannya adalah bagaimana menghadirkan metodologi dalam melakukan kerja ñpenelitian dan atau pendidikan— budaya untuk memajukan pemikiran dan kesenian.
Metodologi penelitian yang dominan sampai saat ini banyak dipengaruhi oleh cara pikir positivistik (baca: konservatif atau liberal-reformis) yakni melihat realitas sebagaimana yang ditampilkan, bebas nilai, objektif. Cara berpikir demikian banyak mengadopsi cara pandang ilmu alam yang pasti, dalam perkembangan selanjutnya cara berpikir positivistik ini berimplikasi pada penggeneralisasian terhadap setiap kenyataan yang ada, selain itu melihat segala sesuatunya jauh dari kepentingan. Meski sebetulnya justru kepentingan itulah yang dipertahankan, sebagai misal: banyak pekerja seni kita yang tanpa sadar atau (pura-pura) tidak sadar terus-menerus memproduksi karyanya untuk kepentingan dan selera pasar sehingga ia tidak berpikir bahwa saat menuangkan suatu gagasan lewat karyanya maka si seniman akan mempengaruhi para penikmatnya.
Dalam perkembangannya mulai muncullah kritik terhadap dominasi positivistik, dengan memulainya melalui kerja budaya yang berasal dari kalangan bawah yang disesuaikan dengan realitas yang terjadi. Meminjam perkembangan penelitian desa yang ditulis Robert Chambers dan kemudian memodifikasinya dalam bentuk penelitian untuk para seniman dan karya-karyanya, penulis mencoba menawarkan gagasan belajar bersama untuk transformasi sosial berupa pendidikan penyadaran yang merupakan kritik atas metodologi penelitian sebelumnya. Untuk lebih sistematis dalam melihat perbedaan tersebut lihatlah skema berikut:
Melakukan Aksi
Setelah terjadi pemahaman bersama tentang bagaimana menjalankan metodologi pendidikan penyadaran selanjutnya adalah secara bersama-sama pemahaman yang ada dituangkan dalam kerja-kerja berupa aksi, seperti Moelyono yang bersama-sama dengan anak-anak di SD Kebonsari, Punung, Pacitan berkesenian (gambar, puisi dan lagu) untuk menggambarkan problem yang dihadapi, membahasnya dalam diskusi dan hasilnya berupa ide-ide untuk memperbaiki kualitas hidup. Dengan seni penyadaran inilah Moelyono mencoba menggugah kesadaran anak untuk memahami realitas sosial yang ada di sekelilingnya. Selain peningkatan daya kreatif dan kritis buat anak, apa yang mereka lakukan juga berimbas pada orang tua mereka, di mana orang tua jika ingin berkumpul membahas kondisi ketertindasannya menggunakan gamelan sebagaimana anak menggunakan gambar, puisi dan syair lagu. Dengan demikian misi penyadaran melalui seni bukan sebagai corong propaganda yang tidak berestetika, tetapi ruang belajar bersama untuk transformasi sosial yang mengandung nilai-nilai estetik.
Dan jika kita runut ke belakang, maka ”isu lama, dengan kemasan baru”, dan perdebatan tiada henti antara LEKRA (baca: corong propaganda) dan MANIKEBU (baca: seni untuk estetika) dapat sementara terselesaikan lewat kerja budaya yang salah satunya dilakukan oleh Moelyono dan beberapa lainnya adalah para seniman lereng Merapi-Merbabu dengan simbol: ”Transformasi Sosial, YES, Estetika, YES”.
*) Penulis adalah Direktur Institut Kebudayaan Banyumas (IKB) dan periset New Social Movement, alumnus Sosiologi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar