Hendry CH Bangun
http://www.suarakarya-online.com/
"Jadi, yang penting dalam menunaikan ibadah haji adalah memahami makna napak tilas perjalanan hidup Nabi Ibrahim dan keluarganya. Selama ini banyak yang pergi haji, tapi tidak tahu apa filosofi dari ritual yang dikerjakannya. Yang penting tahu melakukan ini, tahu melakukan itu. Tata cara memang penting, tetapi kurang-kurang sedikit tidak apa-apa, sudah sah lah itu," ujar ustad yang berkhotbah di mesjid dekat kantornya, Jumat itu.
Lalu Saidi ingat akan undangan syukuran melepaskan jemaah haji yang akan berlangsung hari Minggu nanti di mesjid perumahan sederhana tempatnya tinggal. Ada tiga pasang suami istri yang tahun ini pergi menjadi tamu Allah. Pertama adalah Pak Suroto, yang belum lama masuk pensiun dari sebuah instansi pemerintah. Dia sebenarnya sudah bergelar haji, jadi kali ini perjalanan kedua. Ayah satu anak ini penggiat mesjid, sering memimpin salat, dan perilakunya menyenangkan tetangga. Istrinya pun anggota majlis taklim.
Yang kedua Pak Robi, yang baru saja membeli rumah di blok lain dan merenovasinya sehingga tidak pantas lagi disebut rumah sederhana. Dia wiraswastawan yang rajin menyumbang mesjid, senang berolahraga, dan tidak pernah absen jaga malam bersama atau gotong royong membesihkan lingkungan komplek. Saidi kurang tahu bidang yang ditekuni Pak Robi, tapi kalau mereka bertemu, sejauh yang diingatnya tegur sapa tetangganya itu menyenangkan hati.
Yang terakhir Pak Wahyu. Tetangganya yang satu ini termasuk yang jarang bergaul, hanya berteman dengan orang-orang tertentu saja. Seingat Saidi, jarang sekali dia ikut salat berjamaah, di saat ramai dipenuhi warga seperti salat magrib di hari Minggu. Setiap Idul Fitri, Pak Wahyu dan keluarga pasti tidak ada, karena pergi ke luar kota.
Lebih 10 tahun tinggal di kompleks, Saidi tidak ingat lagi kapan terakhir Pak Wahyu itu salat Idul Fitri atau Idul Adha. Memang sih dia selalu senyum atau menyapa bila pas berpapasan ketika jalan-jalan pagi di hari Sabtu atau Minggu, tapi ya segitu saja. Musyawarah warga, halal bi halal yang lalu pun dia absen. Istrinya yang seorang guru pun termasuk jarang bergaul, begitu pula anaknya yang sudah remaja, tidak pernah ikut kegiatan dengan warga kompleks seumur.
Sebenarnya ada warga yang kurang akrab, apalagi yang tidak satu jurusan atau kantor, wajar saja. Biasanya sekitar 5.30 mereka sudah keluar rumah, pergi ke stasiun kereta terdekat untuk bekerja di Jakarta. Begitu juga anak-anak yang pergi sehabis subuh dan kadang pulang sehabis magrib. Tetapi keluarga Pak Wahyu ini termasuk yang agak ekstrem mengucilkan diri, entah kenapa. Makanya Saidi jadi terkejut ketika nama Pak Wahyu masuk dalam daftar orang yang akan pergi haji dan mengundang untuk selamatan di mesjid. Dua hal yang membuatnya kaget.
Yang pertama, dia tidak tahu bagaimana tingkat kesalehan tetangganya itu. Mungkin saja dia salat lima waktu sehari semalam tetapi karena dilakukan di rumah, dia tidak tahu. Tetapi kalau benar demikian, maka biasanya orang yang rajin beribadah akan menyempatkan diri untuk salat berjamaah, entah subuh sebelum berangkat, magrib sehabis pulang kantor, atau pas hari libur seperti Sabtu dan Minggu. Rasa-rasanya Saidi belum pernah bertemu di mesjid komplek.
Yang kedua, Saidi ingat Pak Wahyu seperti tidak peduli dengan tetangga. Beberapa kali kerja bakti dalam rangka HUT RI, hampir pasti dia absen.
Berolahraga bersama 17 Agustus, nggak pernah tampak di lapangan maupun sekadar menonton di pinggirnya. Ada yang meninggal, dia pun hampir pasti tidak datang. Apalagi ikut besuk ke rumah sakit melihat tetangga sakit.
Waktunya bukan tidak ada, dia adalah PNS di sebuah departemen, sehingga sebenarnya masuk tidak buru-buru dan sore pun sudah sampai di rumah. Kalau diniatkan, dia bisa salah magrib di mesjid, tapi ya itu tadi, dia malas bergaul dengan warga di kiri-kanan rumahnya. Jadi buat apa dia berpaminatan kepada tetangga ketika akan berangkat haji? "Lha, selama ini kemana aja?
Kerja bhakti nggak, rapat RT nggak. Bahkan halal bihalal warga kompleks bulan lalu juga dia nggak datang," ujar Saidi dalam hati.
Tetapi tentu saja Saidi berjanji untuk datang, meski sebenarnya agak sebal dengan Pak Wahyu. Dia akan datang karena menghormati Pak Suroto dan Pak Robi, yang dikenalnya baik
* * *
Bagi Saidi, menunaikan rukun kelima itu bagaikan mimpi. Jangankan pergi ke Tanah Suci Mekah, untuk menghidupi keluarga dengan tiga anak dia sudah harus berhemat di sana-sini. Untuk transport dirinya ke kantor, dan tiga anak ke sekolah setiap hari, setidaknya 40 puluhan ribu harus tersedia. Belum lagi untuk belanja sehari-hari, yang sekarang setidaknya minimal Rp 25.000. Ditambah berbagai kebutuhan lain seperti gas, bayar listrik, dan cicilan ke koperasi, setidaknya dia mengeluarkan Rp 2 juta perbulan. Dan pendapatannya hanya lebih sedikit dari pengeluaran rutin, praktis tidak ada untuk menabung. Kalau ketiga anaknya sudah musim naik-naikan, maka Saidi sudah harus jauh-jauh hari memesan untuk berutang. Biasanya dia bisa bernafas sedikit lega bila ada pembagian bonus, yang besarnya bisa 2-3 kali gaji di awal tahun.
Dia hanyalah pegawai kecil, staf bagian administrasi di perusahaan swasta yang bergerak di bidang penerbitan. Dengan modal ijazah SMA, dia merasa bersyukur bisa menjadi pegawai tetap sehingga setidak-tidaknya ada pemasukan rutin. Kebaikan hati rekan sekampungnya, membuat Saidi mendapat posisi yang lowong, belasan tahun lalu. Kalau tidak mungkin dia sudah keleleran hidup di Jakarta.
Oleh karena tahu diri itu, Saidi, merasa beribadah sebaik-baiknya sebagai kompensasi. Paling tidak dengan melakukan Ibadah sesuai perintahNya, mulai dari salat, zakat, puasa, kecuali berhaji, dia merasa sudah berusaha semampunya. Entah lah kalau mendapat keajaiban, misalnya dikirim oleh kantornya karena dianggap patuh atau berprestasi. Kalau sekarang, ya tidak jelas.
Tidak urung dia iri juga dengan Pak Wahyu, yang ternyata memliki rezeki untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim yang didambakan setiap muslim. Beribadah jarang, tapi malah mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Tanah Suci. Bergaul jarang, malah kini sudah siap-siap pergi haji. Padahal kata ustad, pintu rezeki biasanya terbuka bagi mereka yang habluminnannas dan habluminallah, yang hubungannya baik dengan sesama manusia dan begitu pula dengan Allah. Perasaan hatinya tiba-tiba menguggat ketidak adilan ini.
"Aku heran mengapa orang yang menurut kita nggak pantas tapi rezekinya besar ya," kata Saidi bertanya tanpa menginginkan jawaban.
"Kita yang capek, banyak kebutuhan, malah seret-seret aja."
"Seperti hidup, maut dan rezeki sudah ada yang mengatur. Dari sananya sudah ada jatahnya," kata Rois, teman satu gerbong Saidi di kereta komuter, ketika mereka berbincang dalam perjalanan pulang hari itu. Rois merupakan teman ngobrolnya bila pergi atau pulang dari kantor. Persaudaran sesama penglaju membuat bahan obrolan bisa apa saja, mulai dari urusan kantor sampai urusan rumah tangga. Saidi mengangguk, tapi merasa tidak puas.
"Kalau begitu gunanya ihtiar apa?" "Usaha ya tetap, berdoa juga jangan sampai lupa. Tapi hasilnya, Yang Di Atas yang tahu," kata Rois. Sampai turun dari kereta, naik angkot yang melewati pinggir kompleknya, batin Saidi merasa kurang terisi dengan jawaban rekannya itu.
* * *
Masih terngiang-ngiang ucapan Rois membuat Saidi kurang sreg ketika mengangkatkan kaki untuk mendatangi acara syukuran yang digelar sehabis salat isya. Kalau tidak datang, dia nggak enak, tapi kalau datang, dia merasa ada yang mengganjal. Tokh dia berpikir untuk legawa menerima apa adanya.
Mesjid sudah ramai, dia memilih duduk agak di pinggir. Setelah sambutan dan pembacaan ayat suci, ada sambutan dari calon haji yang kebetulan disampaikan Pak Wahyu. Warga tampaknya menunggu karena baru sekali ini Pak Wahyu bicara di mesjid. Setelah membuka dengan salam dan salawat Nabi dengan lancar Pak Wahyu bicara.
"Saya mohon maaf selama ini kurang bergaul, tidak perduli, dan seperti terkucil dari lingkungan. Saya tahu itu hal yang kurang baik dalam bertetangga, Saya tahu itu salah dan oleh karena itu dalam kesempatan ini memohon maaf sebesar-besarnya. Bukan agar saya dilapangkan menjalankan ibadah haji, bukan.
Tapi karena itu sudah menyalahi hukum bertetangga. Sekali lagi saya minta maaf," katanya dengan suara tersendat. "Sebenarnya saya malu menyadari hal itu, tetapi saya tidak tahu harus dari mana memulainya. Saya malu mengutarakannya. Tapi rupanya Tuhan membuka pintu dengan acara ini, saya harus memberikan sambutan mewakili bapak-bapak dan ibu yang akan berangkat haji.
Dan kesempatan baik karena semua tetangga hadir di sini, sehingga saya bisa meminta maaf kepada semua. Sekali lagi saya minta maaf," katanya berhenti sejenak dalam melanjutkan sambutannya. Acara jadi mengharukan. Banyak yang menundukkan kepala, tidak tahu harus bilang apa.
Pembawa acara jadi sempat bengong, apakah meneruskan sambutan dari Pak Wahyu atau harus menyudahinya.
Karena sebetulnya sambutan belum berakhir, karena belum menyinggung hal-hal kepergian ke Mekkah. Akhirnya dia berinisiatif meminta Ustad Gafur untuk memberi sambutan dan menyilakan Pak Wahyu turun.
Ustad lalu bercerita tentang betapa besarnya jemaah haji Indonesia setiap tahun, lebih dari 200.000, tetapi korupsi masih merajalela, kemiskinan bertebaran di seluruh negeri, protitusi seperti dibiarkan oleh mereka yang menegakkan hukum, dsb.
"Oleh karena itu sering dibilang di Indonesia banyak haji tomat. Berangkat tobat, pulang kumat," kata Ustad Gafur yang disambut tawa warga yang memenuhi mesjid. "Waktu berangkat niatnya bagus, tapi waktu pulang dia sudah lupa dengan janjinya di depan Kabah.
Semua penyelewengan dilakukan lagi demi uang, demi kekuasaan."
"Kita bersyukur ke hadirat Allah Swt karena di kesempatan ini, ganjalan yang ada di hati Pak Wahyu dapat terlepas dan dia kini merasa lega untuk bertolak ke Tanah Suci. Mudah-mudahan ketiga pasang ini kelak menjadi haji yang mabrur," kata Ustad Gafur, yang segera diamini hadirin.
Ketika mendapat kesempatan mengucapkan selamat jalan kepada ketiga pasangan yang berdiri itu, Saidi, sengaja berbisik kepada Pak Wahyu. "Semoga menjadi haji mabrur, bukan haji tomat," sambil tersenyum menyalami dengan pegangan tangan yang erat. Pak Wahyu pun tersenyum. Mudah-mudahan maknya sama.
* Palmerah Barat, 30 Oktober 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 30 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar