Minggu, 12 September 2010

Kita Semua Terlahir Gila, Beckett

Kurniawan
http://www.ruangbaca.com/

“Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan.”

Dunia sedang merayakan peringatan seabad kelahiran sastrawan besar Irlandia, Samuel Beckett. Bank Sentral Irlandia memperingatinya dengan mengeluarkan edisi terbatas koin emas senilai 20 euro (sekitar Rp 220 ribu) bergambar wajah Beckett. Irlandia juga mempersembahkan sebuah jembatan dengan namanya.

The Gate Theatre di Dublin, kampung halaman Beckett, menggelar kembali dua drama terkenal sang maestro, Waiting for Godot dan End Game. Seniman Indonesia juga merayakannya di Gedung Kesenian Jakarta pada pertengahan April lalu dengan menggelar empat drama pendeknya, Laku Tanpa Kata II (Act Without Words II), Bara (Embers), Datang dan Pergi (Come and Go) dan Rekaman Terakhir Krapp (Krapp’s Last Tape).

Nama Beckett memang melekat pada karya drama, terutama Waiting for Godot yang menjadi buah bibir sejak pertama kali dipentaskan di Paris pada 1953. Drama itu mengisahkan dua tokoh, Vladimir dan Estragon, yang menunggu seseorang atau sesuatu bernama Godot di dekat sebuah pohon di tepi jalan yang lengang.

Si Godot tak datang-datang, tapi mereka terus berharap, sambil menghabiskan waktu dengan mengobrol sana-sini. Di tengah perbincangan Estragon berucap, “Kita semua terlahir gila. Hanya sedikit yang tetap begitu.” Ucapan itu seakan membingkai perilaku para tokoh di drama itu yang tak berbuat apa-apa kecuali menunggu sesuatu yang tak jelas.

Kegilaan itu mencakup kesunyian, kenangan, kesedihan,luka, kekerasan dan keputusasaan. Ia menguras segalanya tanpa sisa, meninggalkan kekosongan dan serentak dengan itu menjadi ironi yang menggelikan bagi orang-orang yang mengira masih ada harapan di sini.

Tapi, kekosongan itulah senyata-nyatanya kenyataan. “Tak ada yang lebih nyata daripada ketiadaan,” kata tokoh Malone dalam Malone Dies. Pergulatan Beckett dengan kekosongan tampaknya sudah sejak awal karir kesastraannya. Pada musim panas 1932 dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women.

Ketika naskah itu ditawarkan ke sejumlah penerbit, mereka menilai naskah itu terlalu nyastra, terlalu berisiko. Semua menolak menerbitkannya dan Beckett muda, masih berusia 26 tahun, menyimpannya rapat-rapat di lacinya. Belakangan, ia menyebut novelnya itu “dada tempat kutumpahkan semua pikiran liarku”.

Naskah itu akhirnya diterbitkan setelahsang pengarang wafat. Novel itu mengisahkan seorang pemuda, Belacqua, yang cintanya terbagi antara dua perempuan, Smeraldina- Rima dan Alba. Di situ kita menemukan sosok Belacqua yang melakukan masturbasi di pojok sebuah galangan kapal sambil merindukan gadis Jermannya, Smeraldina-Rima.

Novel ini adalah kisah pergulatan dengan gairah yang mengantar sang tokoh menjelajah berbagai pengalaman dan akhirnya berakhir dalam kemabukan. “Di sini,” katanya, “aku terapung-apung.” Karya sastra Beckett bersifat nirwaktu, abadi, mengalir begitu saja dalam sebuah rentang menit dan jam yang tak begitu penting kapannya.

Ciri inilah salah satu warisan besarnya terhadap kesastraan. Novel keduanya, Murphy, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan kemudian dia terjemahkan ke Prancis, semula juga ditolak 50 penerbit lebih sebelum dapat dibaca khalayak. Kegilaan kembali menjadi tema dalam novel ini.

Tokohnya Murphy dan kekasihnya Celia Kelly. Murphy digambarkan sebagai manusia dengan pikirannya berupa ruang kosong yang sering menyarankan hal-hal ganjil kepadaa Celia, misalkan menasihatinya untuk memakai kuning sebagai warna keberuntungan. Tapi, cinta Celia gagal memulihkan kecenderungan solipsisme menyedihkan kekasihnya.

Murphy memandang bahwa hanya dirinya yang eksis dan ingin menghapus yang lain. Murphy kemudian menjadi perawat di Magdalen Mental Mercyseat (disebut MMM) di London (novel ini menjadi pengecualian dari karya Beckett yang menyebut nama tempat dan waktu tertentu). Murphy menemukan catatonia (semacam skizofrenia yang ditandai dengan ketiadaan gerak atau perilaku hiperaktif) dari para pasien MMM, khususnya Tuan Endon yang sangat atraktif.

Setelah kalah main catur dengannya, Murphy melihat bayangannya sendiri di dalam mata kosong Endon. Ia lantas beristirahat di loteng dan segera tubuhnya menjadi diam, kemungkinan besar karena gas pemanas telah membunuhnya sebelum pengorbanan terakhirnya. Novel berikutnya, Watt, sukar dikategorikan jenisnya. Kalaupun layak disebut plot, barangkali plotnya pada tokoh bernama Watt.

Watt diceritakan naik sebuah trem, lalu naik kereta api, menuju sebuah rumah Tuan Knott yang penuh teka-teki. Di sini Watt mengganti Arsene melayani Knott. Kemudian, sebagaimana Watt muncul secara misterius menggantikan Arsene, seorang pria baru, Micks, muncul secara misterius menggantikan Watt.

Tokoh kita kemudian kembali ke staiun kereta api dan menghilang. Pola yang berputar, berulang, menegaskan gagasan absurditas Beckett yang tercermin jelas dalam Waiting for Godot dan muncul dalam berbagai variasi di novel-novelnya. Pola ini kembali muncul dalam novel Mercier and Camier. Di sini kedua tokoh, Mercier dan Camier, menghabiskan banyak waktunya untuk kehilang, menemukan, dan kehilangan lagi berbagai barang remeh, seperti sepeda, jas hujan dan payung, serta berbincang-bincang yang rada nggak nyambung.

Puncak karya fiksi Beckett adalah trilogi Molloy, Malone Dies, dan The Unnamable. Novel pertama terbagi dalam dua bagian, pertama dinarasikan oleh Molloy dan kedua oleh Moran. Kedua bagian bergerak paralel dan saling berhubungan.

Bagian pertama berupa serangkaian ambiguitas yang disajikan oleh Molloy yang ompong dan bermata satu yang terbaring lumpuh di sebuah ruang yang juga milik ibunya. Molloy adalah makhluk asing bagi siapapun, juga bagi tangannya sendiri. Tujuan yang diakuinya adalah “bicara hal-hal yang tertinggal, mengatakan selamat tinggal kematian akhirku”.

Bagian kedua fokus pada Moran, seorang lelaki dingin yang masturbasi di depan cermin, membawa serangkai kunci seberat satu pound dan senang menggertak anaknya yang berusia 13 tahun bernama.

Suatu pagi Minggu seseorang bernama Gaber mendatanginya dan menyuruhnya mencari Molloy. Bersama putranya, Moran berkeliaran mencari Molloy. Dalam Malone Dies, tokoh Malone lebih “maju” daripada Molloy dan Moran. Tanpa gigi, hampir seabad membusuk, Malone disuapi sup oleh seorang nenek di dalam sebuah ruang.

Dengan sebuah tongkot berujung kait, dia menemukan bermacam- macam barang dan membangun ceritanya. The Unnamable sepenuhnya berupa sebuah monolog tak menyatu dari perspektif seseorang tokoh yang tak dinamai (mungkin tak dapat dinamai) dan tak bergerak. Tak ada plot atau setting yang nyata, bahkan tak jelas apakah tokoh lain (Mahood dan Worm) yang disebut di sana juga nyata.

Tapi, nada penuturannya jelas berupa keputusasaan: “Di mana aku, aku tak tahu, aku tak akan pernah athu, dalam sunyi yang kamu tak tahu, kau harus terus, aku tak bisa terus, aku akan terus.”

Jejak Langkah Beckett

1906 13 April,
Samuel Barclay Beckett lahir di Foxrock, dekat Dublin, Irlandia, sebagai anak bungsu pasangan May dan Bill Beckett

1919
Dia sekolah di Portora Royal School di Enniskillen, County Fermanagh, sekolah yang juga diambil Oscar Wilde.

1923
Dia mengambil studi bahasa modern Prancis dan Italia di Trinity College Dublin.

1926
Ia bermain kriket untuk kampusnya dan mengikuti tur ke Inggris selama 1926-1927. Di masa ini ia mulai menderita insomnia dan kadang disertai degup jantung memburu yang membuat berkeringat di malam hari dan panik. Meskipun sering ke dokter untuk pengobatan, hal ini terus berlangsung bertahuntahun kemudian.

1927
Beckett lulus dengan gelar Bachelor of Arts kehormatan dan mendapat medali emas dan hadiah 50 pound sterling. Ia berkunjung ke Florence.

1928
Dia pindah ke Paris dan mengajar di Ecole Normale Superieure. Ia bertemua Thomas MacGreevy dan diperkenalkan dengan James Joyce. juga bertandang ke keluarga Sinclair di Kassel. Di masa ini ia punya kisah asmara yang tak menggembirakan dengan sepupunya, Peggy.

1929
Beckett menerbitkan karya pertamanya, Dante… Bruno.Vico… Joyce, sebuah esai kritis yang membela tulisan James Joyce. Tapi, ia bertengkar dengan Joyce soal cinta tak terbalas dari putri Joyce, Lucia.

1930
Beckett mempelajari filsafat Descartes dan Schopenhauer. Puisinya, “Whoroscope”, meraih juara pertama sebuah lomba puisi masa itu. menjalin hubungan cinta dengan Nancy Cunard, penaja lomba puisi itu.

1931
Beckett meraih gelar Master of Arts di Trinity College. Dia menerbitkan kumpulan esai Proust.

1932
Dia menulis novel perdananya, Dream of Fair to Middling Women, tapi baru diterbitkan setelah dia wafat. Dia kembali ke Dublin.

1933
Ayahnya meninggal. Ia merampungkan kumpulan cerita pendeknya, More Pricks than Kicks, yang diterbitkan pada 1934. Ia tinggal di London dan mengikuti terapi di Klinik Tavistock oleh psikoanalis Wilfred Bion.

1935
Beckett menghadiri kuliah C.G. Jung di Klinik Tavistock. Ia mulai menulis novel Murphy dan menerbitkan kumpulan puisi Echoes Bones and Other Precipitates, lantas kembali ke Dublin.

1936
Ia melancong ke Jerman, lalu kembali ke Dublin dan membaca Geulincx di Perpustakaan Trinity College Dublin. Dia mulai tergilagila dengan Betty Stockton dan menjalin kasih dengan Mary Howe.

1937
Dia sejenak menjalin asmara dengan kolektor seni Peggy Guggenheim.

1938
Beckett menerbitkan novel keduanya, Murphy, oleh Routledge di London. Di tahun ini pula ia nyaris mati garagara ditusuk di jalanan oleh seorang bajingan yang meminta uang darinya. Suzanne DescheveauxDumesnil menjenguknya di masuk rumah sakit.

1940
Tak senang dengan pendudukan Nazi Jerman atas “tanah air”nya, Beckett bergabung dengan kelompok Perlawanan Prancis “Gloria”.

1942
Beberapa anggota kelompok perlawanan bawah tanah “Gloria” ditahan Gestapo. Beckett bersama Suzanne terpaksa mengungsi ke Roussillon, Vaucluse, kawasan yang tidak diduduki Nazi.

1945
Beckett kembali ke Paris setelah Jerman kalah.

1946
Ia mulai menggarap beberapa novelet (First Love, The Expelled, The Calmative, dan The End) dan memulai novel Mercier et Camier.

1947
Ia menulis Molloy dalam bahasa Prancis, sebagian di Dublin dan sebagian di Prancis.

1948
Beckett menulis Malone meurt (Malone Dies), aslinya L’absent.

1949
Ia menyewa ruang di rumah petani di Ussysur Marne dan mulai menulis l’Innommable (The Unnamable).

1950
May Beckett meninggal. Beckett mengirim naskah Molloy ke Jerome Lindon (Editions de minuit).

1951
Dua novel, Molloy dan Malone Dies diterbitkan Lindon.

1952
En attendant Godot (Waiting for Godot) diterbitkan Lindon.

1953 5 Januari,
Waiting for Godot dipentaskan pertama kali di Theatre de Babylone di Paris dengan sutradara Roger Blin. “Drama sedikit aneh yang tanpa kejadian apaapa di panggung” itu dipentaskan hingga 400 kali. Beckett menerbitkan dua novel, Watt dan The Unnamable. Ia mulai berselingkuh dengan Pamela Mitchell.

1954
Kakaknya, Frank, meninggal.

1955
Produksi pertama drama Waiting for Godot dalam bahasa Inggris dipentaskan secara sinambung di London dan Dublin. Beckett mulai menggarap Fin de Partie (Endgame).

1957 13 Januari,
Drama radio Beckett All That Fall disiarkan BBC. Pada 3 April, drama Endgame dalam bahasa Prancis dipentaskan pertama kali di Royal Court Theatre di London di bawah sutradara Roger Blin. Drama itu disambut baik dan memperkokoh posisi Beckett sebagai empu drama. Pada 19 November, sebuah perusahaan aktor dari San Francisco Actor’s Workshop mementaskan Waiting for Godot di penjara San Quentin, Amerika Serikat yang disaksikan 1400 lebih narapidana. Pementasan ini dinilai sangat berhasil.

1958 28 Oktober,
Krapp’s Last Tape dipentaskan perdana di Royal Court Theatre di London. Ia mulai menjalin asmara dengan Barbara Bray di London.

1959 24 Juni,
Embers, sebuah drama radio, disiarkan oleh BBC. Trinity College Dublin menganugerahinya gelar doktor sastra kehormatan.

1961
Beckett bersama Jorge Luis Borges memenangi Prix International des Editeurs (atau Prix Formentor) senilai US$ 10 ribu. Beckett menerbitkan How It Is, karya prosa panjang terakhirnya. Pada 25 Maret, dalam sebuah upacara rahasia, Beckett menikah dengan Suzanne Deschevaux Dumesnil. Pada 17 September, drama Happy Days dipentaskan perdana di Cherry Lane Theatre di New York.

1963 13 Oktober,
Cascando, sebuah sebuah drama dengan musik dan suara, disiarkan oleh ORTF.

1964
Melancong ke New York, satusatunya kunjungan Beckett ke Amerika Serikat, untuk hadir dalam produksi filmnya, Film, yang dibintangi Buster Keaton dan disutradarai Alan Schnieder.

1965
Film diputar perdana di Festival Film New York. Beckett menulis Eh Joe dan Come and Go dan menerbitkan kumpulan cerita pendek Imagination Dead Imagine. Film menang Prix Filmcritica di Venesia.

1966 4 Juli,
Eh Joe, sebuah drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC.

1969 10 Desember,
Beckett dianugerahi Hadiah Nobel untuk sastra. Dia menolak menghadiri upacara penyerahan hadiah.

1973 16 Januari,
Not I tampil perdana di Royal Court Theatre di London.

1976 20 Mei,
That Time and Footfalls pentas perdana di Royal Court Theatre di London.

1977 17 April,
Ghost Trio dan …but the clouds …, dua drama untuk televisi, disiarkan oleh BBC2.

1979
Dia menerbitkan novelet Company.

1980
Ia menulis drama Rockaby dan Ohio Impromptu.

1981
Ohio Impromptu pentas perdana di Ohio State University.

1982
Dia menerbitkan novela lain, Ill Seen, Ill Said. Drama Catastrophe, ditulis untuk Vaclav Havel, dipentaskan perdana di Festival Avignon. Pada 16 December, Quad disiarkan di BBC2.

1983 15 Juni,
What Where dipentaskan perdana di Harold Clurman Theatre di New York.

1984
Beckett dipilih sebagai Saoi di Aosdana, GIlda Seniman Republik Irlandia. Dia lalu menerbitkan novela terakhirnya, Worstward Ho.

1987
Beckett didiagnossi terkenal Parkinson. Ia menerbitkan kumpulan cerita pendek Stirrings Still dan menulis “What is the Word”.

1989 17 Juli,
Istrinya, Suzanne, meninggal. Pada 22 Desember, Samuel Beckett meninggal dalam usia 83 tahun di Paris dan dikubur di Cimitiere du Montparnasse, Paris. Walau dia terus menulis hingga wafatnya, kata dia, pada akhirnya, setiap kata itu tampak “sebuah kebekuan tak berguna pada kesunyian dan ketiadaan”.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi