Jumat, 01 Oktober 2010

“50% Merdeka” Heri Latief

Gita Pratama
http://sastrapembebasan.wordpress.com/

Puisi bagi Heri Latief adalah alat anti penindasan, di dalam dunia sastra internet selalu ada karya yang memuat isu-isu sosial. Pembaca sastra tidak melulu orang-orang yang ahli terhadap sastra, tetapi juga orang yang mengalami penindasan sosial. Untuk itu puisi seharusnya memuat hal-hal yang mampu mewakili suara hati orang lain (rakyat) bukan melulu suara hati sendiri (ego). Dengan demikian puisi akan dapat menjadi milik umum dan bisa berkeliaran bebas menentukan sasaran. Karya Heri Latief tidak sekedar puisi dengan rangkaian kata-kata indah yang menjual mimpi.

Di dalam buku antologi Puisi “50% Merdeka” milik Heri Latief yang memuat 50 puisi, hendak menyadarkan kita akan iklim sosial yang terjadi. Keseluruhan puisi menceritakan adanya penindasan pada rakyat, penjajahan terselubung, korupsi, dll. Walaupun ia berdomisili di negeri belanda, ia tak pernah berhenti mengamati gejala sosial yang terjadi di indonesia. Ia menulis berdasarkan informasi yang ia dengar dari media massa, internet, bahkan kawan-kawannya yang berada di Indonesia. Dalam karyanya Ia mencoba menyentuh hati nurani pembaca untuk kembali menjadi manusia sosial yang sesungguhnya. Sebagai orang yang sangat peduli nasib bangsanya, maka ia menyuarakannya lewat puisi dan meneriakkannya di mimbar-mimbar diskusi sastra semacam ini.

Menurut Winarti pembicara dalam diskusi di Balai Pemuda Galeri Surabaya (25/07/08), puisi Heri Latief dalam antologi puisi ”50% Merdeka” dirangkai dengan bahasa yang sederhana dan apa adanya tetapi justru di situlah letak kekuatannya Tidak ada yang ditutupi dengan metafora yang biasa dipakai para penyair kebanyakan.

50% merdeka berisi pesan-pesan kemanusiaan. Kemerdekaan yang sesungguhnya masih berada di interval 50 dari keseluruhan nilai sempurna 100 persen. Masih banyak penindasan, masih banyak kemelaratan yang sangat tergambar jelas dari wajah rakyat indonesia. Winarti sendiri membaca Heri Latief sebagai sosok pribadi yang tidak mau menyerah walaupun usianya sudah setengah abad (50 tahun). Sifat pantang menyerah itulah yang membuat Heri Latief terus berkarya. Dalam sebuah obrolan ringan dengan saya ia berkata jangan sampai pikiran kita ditunggangi oleh pikiran-pikiran orang lain. Maka jelaslah bagi saya, Ia memang berkarya untuk menyuarakan hasil pikiran sendiri yang ia tangkap dari lingkungan sekitar. Ia benar-benar berusaha melepas diri dari dominasi apapun.

Giryadi sebagai salah satu pembicara pada diskusi, ia berbicara sebagai seorang wartawan yang juga seorang seniman. Ia berkata, isi dalam puisi-puisi Heri Latief sering ia temukan di media massa. Di dalam media massa penindasan sosial disajikan terlalu manis hingga tidak dapat diejawantahkan secara gamblang. Hanya sekedar mengelus hati pembaca, sedangkan di dalam puisi rangkaian kata-katanya mampu menyentil. Belakangan ini, seiring berkembangnya kebebasan dunia informasi, justru media massa memilih-milih berita. Bahkan sering kali redaksi menyortir berita ketika politik uang sudah berkuasa. Berita yang dimuat terkadang dimunculkan untuk menutupi isu-isu yang merugikan beberapa pihak.

Menurut Giryadi, media massa seharusnya juga bertanggung jawab pada penindasan sosial yang dialami masyarakat. Penyampaian informasi yang setengah-setengah juga membuat masyarakat bingung akan hasil akhir suatu kasus. Contohnya saja soal lapindo, pada awal terjadinya kasus tersebut berita itu seakan menjadi PR semua pihak, tapi sekarang kasus itu seakan hanya menjadi obrolan santai sebagian orang. Padahal dalam kenyataannya kasus itu belum tuntas benar. Lantas di mana media massa berdiri? Pada siapa mereka berpihak?.

W. Hariyanto yang pada malam itu juga hadir, di sesi tanya jawab ia justru tidak menitik beratkan pada isu-isu sosial. Melainkan pada pergerakan sastra nusantara, dominasi TUK yang ingin dirubah oleh penulis-penulis lainnya. Sastrawan seharusnya punya jiwa militansi untuk keluar dari mainstrem TUK. Ia dengan tegas berkata bahwa sastrawan surabaya, jatim dalam lingkup yang lebih luas menolak dominasi sastra koran. Hal ini juga disinggung oleh Giryadi, ia beranggapan pencetus sastra koran ketakutan dengan kemajuan sastra cyber. Kecepatan penyampaian karya, entah itu cerpen. Puisi, esai, menuju pembaca ternyata sangat cepat di dunia cyber. Dan ini yang membuat sastra koran sedikit tertinggal. Di dunia cyber, diskusi akan cepat begulir, beragam tanggapan dari pembaca dapat langsung berkembang tanpa harus menunggu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Hal inilah yang membuat isu sastra bergerak sangat cepat. Sedangkan menurut Giryadi tidak seharusnya sastra dikotak-kotakkan semisal, sastra koran, sastra cyber, sastra jawa, sastra buruh, dll.
Sastra adalah sastra, apapun bentuknya tidak seharusnya ada pengucilan aliran.

Selain membahas pergerakan sastra W Hariyanto juga menambahkan, Saiful Hajar seniman yang bergelut dibidang seni lukis, sastra, teater, pernah memulai pergerakan sastra penyadaran jauh sebelum masa orde baru jatuh. Puisinya ia tulis untuk mengingatkan pembaca akan kesadaran sosial dengan gaya puisi kocak yang menyentil pembaca. Semacam Sajak mbeling Remi Sylado, tapi saya belum berani menyamakan keduanya. Walau kemungkinan bentuknya sama dan juga sudah ada sejak jaman orde baru. Saiful Hajar sendiri yang juga hadir pada diskusi itu menambahkan, indonesia memang belum benar-benar merdeka.

Karna jika dahulu penjajah bangsa adalah bangsa luar, justru sekarang yang menjajah adalah rakyatnya sendiri. Rakyat yang sudah diperbudak oleh materi dan kekuasaan melalui investor-investor asing. Itu berarti kondisi dulu dan sekarang sama saja. Bahkan lebih parah karna kita tidak merasa dijajah secara langsung sehingga perlawanannya tidak lagi segencar dulu.

Salah satu peserta diskusi Didik dari FMN (Forum Mahasiswa Nasional) mengatakan, berjuang melalui karya tulis juga dilakukan oleh wiji thukul aktivis yang hilang di masa orde baru. Wiji thukul merupakan tokoh yang tidak hanya mereka-reka kondisi negaranya, tapi ia juga berbuat untuk melawan penindasan selama masa orba. Didik mempertanyakan sedekat apa Heri Latief dengan karya dan masyarakat sosial yang menjadi tema besar di buku antologi puisi ”50% Merdeka” ini.

Diskusi malam itu berlangsung tak terlampau panjang, dikarenakan waktu yang terbatas. Dihadiri oleh aktivis buruh, bonari nabonenar, adib, anggoro dll. selain itu teman-teman dari apresiasi sastra Fahmi Faqih, Sonydebono menyempatkan hadir. juga teman-teman komunitas sastra di surabaya Lab sastra dan Gapus, semisal Mashuri, Dody Tobong ,Puput dan masih banyak nama-nama yang belum saya sebut di sini. Tapi diskusi belum cair karena belum semua menyampaikan uneg-unegnya tentang kondisi negara seperti dalam buku puisi 50% Merdeka ini. Seusai diskusi para undangan membacakan sajaknya Saiful Hajar , Dody tobong menyumbangkan karya untuk dibacakan pada malam itu. Acara ditutup dengan performance kawan-kawan ESOK dan PAPER komunitas pengamen jalanan (Iwan Pucang) dengan membawakan lagu balada bertema sosial yang berjudul MENOR *bahasa jawa yang artinya dandanan yang berlebihan.

Maka pertanyaan besar tetaplah menjadi teka teki bagi saya, benarkah 50% merdeka bisa berubah menjadi 100% merdeka? Entahlah. Semoga antologi karya Heri Latief mampu mengembalikan kesadaran kita sebagai makhluk sosial. Dan mampu menangkap gejala perubahan sosial untuk dijadikan cermin dalam diri untuk berbuat lebih pada bangsa dan negara.
MERDEKA….!!! (Surabaya, agustus ’08)

*) Koordinator ESOK (Emperan Sastra Cok)
Sumber: http://sastrapembebasan.wordpress.com/2009/02/08/50-merdeka/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi