Selasa, 12 Oktober 2010

Cermin Dua Zaman

Emil WE
http://oase.kompas.com/

Sayup-sayup lagu Indonesia Raya berkumandang tak jelas dari sebuah radio transistor tua milik tukang parkir di depan gedung, bergemerasak. Merah-putih tertali layu di tiang pelataran, lesu. Sementara di dalam ruangan, sosok petugas berwajah ramah terus asyik membubuhkan stempel pos di pojok kanan-atas surat. Jetak! Jetak! tangannya terayun kuat sambil terus menyungging senyum.

Pada sebuah bangku kayu berbentuk memanjang, sosok lelaki keriput kering tersenyum kepada kawan di sampingnya. Wajahnya teduh, kelopak matanya menyipit, namun sorot matanya menyisakan gelora di usia tuanya. Kedua lelaki itu sedang menunggu antrean uang pensiun di sebuah kantor pos kecil yang nampak ringkih di pojok perempatan ibukota kecamatan.

“Selamat, Cak. Enampuluh empat tahun sudah,” kata lelaki keriput kering dengan tatapan hormat.

“Hehehe .. tak terasa memang … Alhamdulillah, Di. Sudah enampuluh empat tahun Tuhan memberikan bonus atas umur kita,” lelaki berpostur tinggi berbadan tipis menimpali lelaki keriput kering. Ia tersenyum lebar. Dari kembangan senyumnya, terlihat jikalau deretan giginya tak kuat lagi melawan waktu. Hanya tinggal satu yang tersisa, menyelip di gusi depan sebelah kiri bawah. Sendirian.

“Rasa-rasanya minggu pertama di bulan nopember selalu saja menggugah, Cak. Menyeretku memasuki jam-jam menegangkan,” tatap mata Veteran Kasdi menyapu lembut Veteran Wagino. Ia kemudian mengusap keriput di wajahnya menggunakan telapak tangan.

“Apa yang masih kau ingat, Di?”

“Semuanya, Cak,” jawab Veteran Kasdi lembut

“Semuanya?!!”

“Ya. Semuanya. Gaya bertempur tentara Gurkha dan Sekutu, Kecongkakan Mansergh, saat kita dipaksa bertahan di sektor selatan .. ah,” lelaki keriput kering itu menggeleng pelan
“Rasa-rasanya masih teringat saat kau selamatkan aku dari bidikan tentara Inggris di depan stasiun Gubeng. Kalau tidak .. mungkin .. ,” bibir Veteran Kasdi bergetar. Wajahnya bermendung.

Kalimat Veteran Kasdi yang terhenti memaksa Veteran Wagino membuka ingatannya. Ia menarik nafas dalam-dalam.

“Kadang-kadang di bulan nopember, aku teringat kejadian di Hotel Yamato, Cak. Rasa-rasanya darahku berdesiran kalau teringat kejadian itu. Allahu Akbar ..” Veteran Kasdi lagi-lagi mengusap wajah menggunakan telapak tangannya. Ia terharu.

“Sekarang ini aku yakin kau pasti teringat Kadir dan Kohar ..” celetuk Veteran Wagino setelahnya. Kata-katanya memantik kenangan Veteran Kasdi kepada kedua kakaknya.

“Iya, Cak. Pasti,” tatap mata Veteran Kasdi menunggu

“Kedua kakakmu itu nadi lehernya sudah putus sejak lama .. tak punya rasa takut .. bahkan jauh-jauh hari sebelum pecah perang Surabaya .. saat batalyon kami memberontak di Blitar, puluhan Kempetai pecah kepalanya di bidik kedua kakakmu itu. Edan. Walau akhirnya kami terdesak dan menyingkir ke timur, kejadian itu bisa dipastikan menampar muka tentara Jepang.”

“Setiba di desa Pasrujambe, di lereng Semeru sebelah selatan, sisa batalyon yang menyingkir bersama kami hanya tersisa 4 orang. Kami kemudian terus bergerak melingkari gunung Semeru menuju Gunung Lamongan, dari sana kami bergerak menuju Situbondo, disana kami bergabung dengan Kiai Sa’at. Kiai itu kemudian menyediakan tempat persembunyian yang sangat aman, sebuah terowongan bawah tanah di bawah masjid.”

“Allahu Akbar,” Veteran Kasdi menggeleng pelan. Ia terharu.

“Akhirnya setelah resolusi jihad keluar .. kami bersama rombongan kiai Sa’at bergerak menuju Surabaya, kami memilih bertempur di sektor utara dekat Jembatan Merah. Rupa-rupanya saat itulah Tuhan menghendaki Kohar syahid. Ia terkepung dan bertempur sampai ajalnya tiba. Kalau teringat kejadian itu aku masih bersedih ..tapi sekaligus bangga telah mengenak Kakakmu .. namun yang lebih mengharukan, kejadian itu malah memantik keberanian kami. Kiai Sa’at memerintahkan kami merangsek maju. Tentara Gurkha kami pukul mundur , sekutu pun kelimpungan terkencing-kencing .. akhirnya aku menyaksikan kejadian paling mengharukan .. Kadir setetes pun tak menitikkan airmata menyaksikan Kohar limbung bersimbah darah di depannya .. Kakakmu itu malah tersenyum .. ya .. ia malah tersenyum sambil memeluk tubuh Kohar. Dia malah bilang kepada kami agar ikhlas dan jangan bersedih, syahid telah menjadi jalan hidup Kohar.”

“Cerita selanjutnya kau pasti tahu, Di,” lanjut Veteran Wagino mengakhiri. Tatapan sayunya menaut wajah Veteran Kasdi yang terkenang.

“Ya, Cak. Aku ingat. Saat mendengar kematian Cak Kohar, aku sedang bertempur di kawasan Sidotopo. Aku diberitahu Kapten Suadi masalah itu.”

“Ah, Kapten Suadi. Saat kau sebut namanya aku jadi ingat dia. Kau tahu dimana dia sekarang?”

“sempat aku menemuinya sebulan lalu, Cak”

“Di mana?” tanya Veteran Wagino cepat

“Di rumah sakit, Cak .. umur tua dan sisa hidupnya menyedihkan.”

“Menyedihkan? maksudmu?”

“Kupikir mundurnya kesehatan Kapten Suadi tak lepas dari kasus yang menimpa anaknya.”

“Anaknya?!! bukankah anaknya cuma satu ? Rudi Bargowo maksudmu ?”

“Ya, Rudi Bargowo, Cak. Yang masuk dinas ketentaraan. Dia berpangkat Jenderal pertama sekarang ..”
“Lalu?”

“Dia terkena kasus, Cak. Kabarnya korupsi milyaran rupiah.”

“Ya, Tuhan. Semoga itu tidak benar, Di. Kalau sampai benar, aku tak bisa membayangkan perasaan Kapten Suadi. Kasihan komandan baik itu. Dia pasti malu di depan Tuhan,” timpal Veteran Wagino bersedih.

“Semoga memang tak benar, Cak. Semoga semua salah. Tapi yang menyedihkanku, mengapa saat ini keadilan serasa makin suram di negeri kita, Cak. Makin abu-abu.”

“Maksudmu?”

“Bukankah semua serba tak jelas mana yang benar dan mana yang tidak, aku cuma menilai itu”

“Kemarin saja kulihat di televisi carut marutnya persoalan. Ada polisi bentrok dengan tentara, jaksa beradu mulut dengan pengacara, polisi ditelanjangi keboborokannya, komisi anti suap diindikasikan tersuap, kebenaran berputar-putar seperti gasing. Tak jelas. Tak tentu arah kapan berhentinya. Belum lagi, semua orang sudah berani pamer sumpah. Atas nama Tuhan, Cak ! semua bersumpah atas nama Tuhan ! bayangkan .. mencari siapa yang salah-siapa yang benar sama saja seperti mencari semut hitam di atas batu hitam saat malam datang. Astaghfirullah, jaman apa ini.”

“Pepatahmu antik, Di. Hehehe .. uhuk ..uhuk ..” celetuk Veteran Wagino sambil terbatuk
“Banyak-banyak berdoalah, Di. Semoga negeri kita diberkahi dan diampuni,” sambung Veteran Wagino sambil menatap Veteran Kasdi. Kedua lelaki itu berpandangan.

“Rasa-rasanya .. saat-saat seperti ini kita merindukan sosok Pak Hatta sebagai negarawan cemerlang nan sederhana. Pemimpin yang tak lepas dari buku dan tikar sembahyangnya,” lanjut Veteran Wagino dengan suara bergetar.

“Ya, Cak .. mungkin benar .. tapi jaman harus terus tergelar, masa lalu tak mungkin kembali.”

“Aku tahu, Di. Aku tahu. Masa lalu tak mungkin kembali. Tapi setidaknya, bolehlah kita rindu kehadiran Jenderal Soedirman dan Bung Tomo saat ini. Untuk sekedar mengenang, untuk sekedar membubuhkan candu di atas luka kita. Mereka itu milik rakyat, Di. Mereka dekat dan dicintai rakyat. Kenangan atas mereka terus bersemayam di dada kita. Sampai sekarang, kalau teringat suara Bung Tomo di radio, dadaku masih bergetaran, jiwa kita kembali terpanggil untuk berjihad di Surabaya.”

“Ya, Cak. Aku pun demikian. Mungkin benar nasehat Kapten Suadi ketika mendapatiku bergabung dengan laskar, kita-kita ini adalah tentara Alhamdulillah, jadi jangan mengharap sesuatu.”
“Tentara Alhamdulillah? maksudmu?”

“Kita berjuang tak membayangkan apa-apa dan tak mengharap apa-apa, Cak. Kalau rakyat memberikan kita air putih, kita berucap Alhamdulillah. Kalau rakyat membantu kita dengan sebungkus nasi, kita pun berucap Alhamdulillah. Saat itu dalam bayangan kita bukan uang pensiun, tapi bagaimana kita melihat bendera kita tak jatuh lagi ke tanah. Rasa-rasanya sampai sekarang mengenang peristiwa nopember membuat mataku berair, Cak. Kita punya pemimpin-pemimpin hebat. Apalagi kemudian terkenang Jenderal Besar yang naik turun gunung bergerilya ratusan kilometer saat agresi ke-dua, merekalah tentara-tentara alhamdulillah.”

“Adakah kini Jenderal yang seperti itu, Di? seperti Soedirman,” pertanyaan Veteran Wagino serasa tercekat.

“Jenderal sekarang banyak yang kaya, Cak. Milyaran kekayaannya. Bisa untuk membayar pensiun kita tujuh turunan.”

“Tidak semuanya, Di. Aku yakin tidak semuanya. Negeri kita tetap berdiri karena ada mereka yang jujur, percayalah, Ikhlaslah. Masih akan tumbuh jenderal-jenderal rakyat yang diteladani,”

“Amin, Cak. Amin,” sahut Veteran Kasdi lirih.

“Dulu, sesaat sebelum Sekutu membombardir Surabaya, aku dan Kadir sempat berbincang dengan Kiai Sa’at. Dia bilang, penjajah Belanda cepat atau lambat pasti akan terusir dari tanah kita. Tapi setelahnya, kita akan berperang melawan musuh dari kalangan kita sendiri, berperang melawan mereka yang bermental penghianat dan lebih senang menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Maling negara, pencoleng, penguasa lalim, atau juga pembuat kebijakan yang tak memihak rakyat,” Veteran Wagino menghentikan kalimatnya. Ia mengambil nafas.

“Aku ingat saat itu Kiai Sa’at mengistilahkan maling Negara, mungkin yang dimaksudnya adalah Koruptor. Maling Negara, katanya, adalah kejahatan luar biasa. Efeknya berkepanjangan, dosanya pun berantai sepanjang efek kejahatannya tak lagi terasa. Korupsi sama saja mewakafkan kejahatan. Walau pelakunya mati, dosa itu akan tetap mengalir seandainya efek korupsinya terus-terusan menyisakan penderitaan bagi bangsanya.”

“Astaghfirullahal Adzim ..” Veteran Kasdi tertegun. Ia menarik nafas dalam-dalam dan kemudian menghembuskannya perlahan.

“Belum juga giliran kita, Di?” tanya Veteran Wagino sambil melongok mencari tahu,
“Belum, Cak. Mungkin sebentar lagi. Biarlah .. kita memang datang terlambat. Setidaknya kita bisa berbincang-bincang sambil menunggu giliran.”

“Hehehehe … uhuk .. uhuk,” Veteran Wagino terkekeh dan terbatuk

“Apakah kau sibuk setelah ini?”

“Tidak, Cak. Cucu-cucuku sudah besar dan sibuk dengan kesenangannya sendiri, hehehee …” Veteran Kasdi terkekeh riang. Ia terlihat bahagia.

“Bagaimana kalau setelah ini kita ke Taman Makam Pahlawan? sudah lama aku tak mengunjungi kawan-kawan, terlebih Kadir dan Kiai Sa’at.”

“Baiklah, Cak. Sekalian kalau memungkinkan, kita kunjungi Kapten Suadi. Kukira lelaki itu kesepian,”
“Baiklah .. kita kunjungi dia,” Veteran Wagino mengangguk. Tatap matanya kembali menyapu Veteran Kasdi seraya penasaran.

“Berapa umurmu sekarang, Di?”

“Hehehehehe .. kita ini sudah seperti daun jati tua yang siap gugur, Cak. Tak pantas lagi bicara umur,” jawab Veteran Kasdi berdiplomatis.

“Tapi .. kali ini bolehlah kau tanya umurku. Indonesia telah merdeka enampuluh empat tahun lamanya, Cak. Tinggal kau tambahkan saja enampuluh empat dengan tujuhbelas tahun umurku saat bertempur di Surabaya.”

“Hehehehe … masih muda juga rupanya .. tentunya kalau dibanding aku,” Veteran Wagino terkekeh. Dada tipisnya berguncangan.

“Ya, Cak. Masih muda, tapi dilihat dari jaman yang berbeda,”

“Hehehe … jaman memang berubah, Di. Kita sudah merdeka. Tapi setelah enampuluh empat tahun merdeka, kita seharusnya berani mempertanya, selama ini sebenarnya kita telah merdeka atas apa … ”
***

Mampang Prapatan, 12 Nopember 2009

Emil W.E, Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi” Malang, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas, karya-karya yang sudah dipublikasikan di antaranya puisi dalam buku antologi puisi untuk Munir, antologi empati Jogja, Malang Post, cerpen-cerpen dan puisinya tersebar di oase kompas, beberapa tulisan cerpennya bisa dinikmati di www.emilwe.wordpress.com Kontak email : emil_we@yahoo.com YM : emil_we

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi