Kamis, 02 Desember 2010

PIKIRAN SALAH YANG DIPERTAHANKAN

Judul Buku : Delusi
Pengarang : Supaat I. Lathief
Jenis Buku : Novel
Prolog : Maman S Mahayana
Epilog : Herry Lamongan
Penerbit : PUstaka puJAngga, Lamongan, Januari 2010
Tebal Buku : 224 hlm; 12 x 19 cm
Peresensi : Imamuddin SA
http://sastra-indonesia.com/

Mitos, kepercayaan, keyakinan dan keimanan merupakan satu hal yang utuh. Dapat diibaratkan dengan segelas teh atau susu. Membangun paradigma yang sulit terpisahkan. Dalam sebuah mitologi, orang yang percaya akan adanya roh halus, ia secara tidak lansung telah meyakini akan keberadaannya. Apabila ia telah yakin, keimanan pun tumbuh dalam hati kecilnya meski itu hanya seberat biji dzarrah.

Membaca Delusi, kita akan diajak menyelam jauh lebih dalam tentang perjalanan mitos yang berkembang di masyarakat Jawa. Pikiran kita seolah dibangkitkat kembali akan fenomena budaya Jawa klasik yang dalam modernitas ini lahan-perlahan mulai terkikis oleh budaya-budaya baru. Kita diajak kembali menengok akar budaya bangsa. Selain itu kita akan dihidangkan dengan eksistensi penyebaran agama Islam sebagai pewarna dalam tradisi kejawen. Tidak menolak, tetapi larut seperti gula ke dalam air. Dengan ajaran agama Islam, tradisi kejawen menjadi lebih manis jika dirasakan oleh kebanyakan masyarakat.

Kisah dalam Delusi mengambil Desa Woh sebagai setting utamanya. Desa tersebut merupakan suatu desa yang masyarakatnya masih menunjukkan intensitas tinggi terhadap kepercayaan dengan danyang. Yaitu makhluk halus penguasa desa yang memiliki kekuatan supranatural yang dipercaya sebagai pemberi rezeki, pelindung, pemberi keberuntungan dan mala petaka. Taraf berfikir masyarakat desa tersebut rata-rata masih terbelakang. Tidak aneh jika kehidupan masyarakat tampak primitif, buta aksara, tuna pengetahuan, bahkan gagap religius.

Melalui tokoh Madun, kisah ini dikembangkan. Meskipun itu ada cukup banyak tokoh di dalamnya, seperti Pri, Qin, Masyarakat, Karmin (Bapak Madun), Pasinem (Ibu Madun), Pak San (seorang guru), Ki Wasesa, Karti, Sarmili, Kasmin, Karmin, Bu Nis, Pak Kasan, Pak Darmo. Madunlah yang menjadi pembuka konflik mitos dalam Delusi ini. Cerita ini bermula ketika Madun sedang diajak ayahnya pergi ke sawah. Ia memakan sesajen untuk para danyang yang ditempatkan di sawah. Padahal dalam mitos masyarakat, setelah sesajen disajikan, tidak seorang pun yang diperbolehkan menyentuhnya, apalagi sampai berani memakannya. Jika hal itu dilakukan oleh seseorang, maka ada indikasi danyang akan marah dan orang tersebut akan terkena mala petaka, bahkan seluruh masyarakat pun akan terkena mala petaka juga.

Setelah memakan sesajen itu, Madun tiba-tiba jatuh sakit. Sakitnya, sakit perut. Ibunya merasa bingun dengan sakitnya Madun. Ia ke sana-ke mari membelikan obat untuknya tetapi semua obat di warung habis. Katanya sudah dibeli warga yang anaknya juga mengalami sakit perut. Saat itu Bapak Madun, sempat bercerita kepada istrinya tentang ulah Madun yang memakan sesajen di sawah. Saat mendengar cerita itu, Ibu Madun sedikit kaget. Ia lantas berfikiran bahwa sakit Madun akibat tulah danyang sebab sesajenya telah dimakan anaknya. Selain itu, akibat ulah Madun anak-anak yang lain juga terkena getahnya. Mereka mengalami sakit seperti yang dialami Madun. Pada dasarnya Bapak dan Ibu Madun tidak percaya dengan tahayul tentang danyang-danyang dan sesajen. Tapi pada akirnya mereka ikut arus masyarakat karena takut dengan masyarakat yang lain yang mempercayai dengan tahayul itu. Ibu Madun lalu bertanya kepada suaminya, apakah ada orang yang tahu tentang ulah Madun yang memakan sajen itu. Suaminya pun menjawab bahwa tidak ada orang yang tahu kecuali dia sendiri dan Pri yang telah diberitahu oleh Madun. Tapi ia menyarankan agar tidak hawar kepada Pri. Sebab Pri telah didoktrinnya bahwa Madun telah membohonginya. Dan Pri pun mempercayainya.

Tak lama kemudian timbul desas-desus tentang wabah penyakit yang menyerang anak-anak Desa Woh. Warga beranggapan bahwa penyakit tersebut akibat balak dari danyang desa. Hati Bapak dan Ibu Madun semakin was-was mendengar ungkapan itu. Mereka takut bahwa warga telah tahu tentang ulah Madun yang memakan sesajen para danyang. Tapi tidak, warga beranggapan lain. Mereka berfikir kalau wabah itu dipicu oleh sikap dan ulah anak-anak yang kerap bermain di kali dengan seenaknya saja. Anak-anak kerap merigis dan membuat mainan kali sesuka hati mereka. Bagi mereka, sebab itulah anak-anak banyak yang sakit. Dan kali harus segera diberi sajen yang lebih banyak.

Hampir seluruh orang mengiyakan dan menyiapkan sajen untuk kali tempat mandi Madun, Pri, dan Kawan-kawannya. Mereka menyiapkan sesajen dan akan melakukan upacara di kali malam hari secara bersama-sama. Tak ketinggalan juga dengan Bapak dan Ibu Madun. Biarpun mereka berdua sudah tak percaya lagi dengan balak dan danyang, namun mereka takut akan keirian warga yang akan menimbulkan masalah. Jadi ibu Madun menyiapkan sesajen sederhana. Bapak pun mengikuti upacara di kali dan menaruh sesajen di sana bersama warga yang lain.

Suasana seperti itu masih kental dilakukan oleh masyarakat Desa Woh. Ritual untuk para danyang dan sesajen-sesajen kerap dilakukan ketika ada setiap permasalahan yang timbul di desa itu. Mereka masi merasa bahwa permasalahan-permasalahan yang menimpa warga desa adalah balak dari danyang akibat dari perilaku yang menyimpang oleh masyarakat atau anak-anak. Selain itu ritual untuk para danyang dengan sesajen-sesajen itu dilakukan ketika warga desa banyak memperoleh keberuntungan yang melimpah ruah dari hasil pertanianya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan masuknya ajaran agama Islam di desa itu, praktik ritual untuk para danyang sedikit bergeser persepsi dan pelaksanaannya. Sesajen kini tidak lagi dibiarkan membusuk dan sia-sia tak termakan. Ritual itu selanjutnya bergeser menjadi upacara doa-doa yang dilanjutkan dengan memakan seluruh sesajen yang ada oleh warga yang hadir. Fenomena itu terasa diakhir ceritanya. Diakhir cerita, para warga mengadakan syukuran atas kondisi desa yang gema ripa lohjinawe. Masyarakatnya tentram dan damai. Selain itu, di desa tersebut kemudian didirikan sebuah masjid sebagai tempat ritual keagamaan ajaran agama Islam yang lahan-perlahan mulai dipeluk oleh setiap warga.

Novel Delusi ini dibangun dari beberapa sub judul. Ada dia belas sub judul di dalamnya. Kedua belas sub judul itu adalah: Tingkah Sumbang, Simpang Keindahan, Tengah Kumamang, Tepian Langkah, Padang Rimba, Runtuhan Senyum, Lukisan Kedamaian, Lukisan Fatamorgana, Tarian Termanis, Pekat Kepalsuan, Samar Keutuhan, dan terakhir ditutup dengan Perayaan Delusi. Secara keseluruhan, novel ini enak untuk diapresiasi oleh pembaca. Di dalamnya terdapat nilai-nilai katarsis yang layak direnungkan. Tentang nilai-nilai budaya Jawa dan tentang waham atau tahayul yang kemudian tercerajkan oleh iman Islami. Alur yang dibangunnya begitu juntrung. Bahasanya sederhana dan komunikatif sehingga tak melelahkan saat dilakukan proses apresiatif.

Akan tetapi, novel ini tampaknya kurang memberi keleluasaan penikmat untuk berimajinasi lebih jauh. Kisahan novel ini tersaji sangat hitam putih. Bahkan untuk proses percintaan antara Karmin dan Pasinem hingga menjadi suami istri pada kehidupan masyarakat tahun 70-an terlalu sederhana. Tidak ada kesan yang menggigit dalam perjalanan ke pelaminan. Padahal mereka notabenenya adalah berasal dari desa yang kultur masyarakatnya berbeda jauh, baik dari pendidikan, agama, kebudayaan, dan lain-lain. Selain itu suasana batin Karmin dan Pasinem hampir tidak tersentuh. Dari setting antara Desa Woh dan Desa Legi terasa berat sebelah. Padahal desa ini bersebelahan. Kedua desa itu memiliki kultur masyarakat yang berbeda jauh. Seolah-olah Desa Woh berada di bawah permukaan bumi. Desa Legi jauh lebih maju dan warna-warni, tak sebanding dengan Desa Woh yang berantakan lahir-batin. Meskipun begitu, pembaca akan menemukan sesuatu yang lain dan lebih dari novel ini. Sebab novel ini berusaha menggali, mengungkapkam, dan menawarkan persoalan etnisitas yang dikemas dalam kisah nostalgia: tentang potret anak desa, sistem kepercayaan, dan segala aspek yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat pedesaan di Jawa. Di dalamnya, pembaca akan berjumpa dengan sesuatu yang eksotik dan menawan. Selanjutnya, selamat menikmati dan mengapresiasi.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi