Judul Buku : Delusi
Pengarang : Supaat I. Lathief
Jenis Buku : Novel
Prolog : Maman S Mahayana
Epilog : Herry Lamongan
Penerbit : PUstaka puJAngga, Lamongan, Januari 2010
Tebal Buku : 224 hlm; 12 x 19 cm
Peresensi : Imamuddin SA
http://sastra-indonesia.com/
Mitos, kepercayaan, keyakinan dan keimanan merupakan satu hal yang utuh. Dapat diibaratkan dengan segelas teh atau susu. Membangun paradigma yang sulit terpisahkan. Dalam sebuah mitologi, orang yang percaya akan adanya roh halus, ia secara tidak lansung telah meyakini akan keberadaannya. Apabila ia telah yakin, keimanan pun tumbuh dalam hati kecilnya meski itu hanya seberat biji dzarrah.
Membaca Delusi, kita akan diajak menyelam jauh lebih dalam tentang perjalanan mitos yang berkembang di masyarakat Jawa. Pikiran kita seolah dibangkitkat kembali akan fenomena budaya Jawa klasik yang dalam modernitas ini lahan-perlahan mulai terkikis oleh budaya-budaya baru. Kita diajak kembali menengok akar budaya bangsa. Selain itu kita akan dihidangkan dengan eksistensi penyebaran agama Islam sebagai pewarna dalam tradisi kejawen. Tidak menolak, tetapi larut seperti gula ke dalam air. Dengan ajaran agama Islam, tradisi kejawen menjadi lebih manis jika dirasakan oleh kebanyakan masyarakat.
Kisah dalam Delusi mengambil Desa Woh sebagai setting utamanya. Desa tersebut merupakan suatu desa yang masyarakatnya masih menunjukkan intensitas tinggi terhadap kepercayaan dengan danyang. Yaitu makhluk halus penguasa desa yang memiliki kekuatan supranatural yang dipercaya sebagai pemberi rezeki, pelindung, pemberi keberuntungan dan mala petaka. Taraf berfikir masyarakat desa tersebut rata-rata masih terbelakang. Tidak aneh jika kehidupan masyarakat tampak primitif, buta aksara, tuna pengetahuan, bahkan gagap religius.
Melalui tokoh Madun, kisah ini dikembangkan. Meskipun itu ada cukup banyak tokoh di dalamnya, seperti Pri, Qin, Masyarakat, Karmin (Bapak Madun), Pasinem (Ibu Madun), Pak San (seorang guru), Ki Wasesa, Karti, Sarmili, Kasmin, Karmin, Bu Nis, Pak Kasan, Pak Darmo. Madunlah yang menjadi pembuka konflik mitos dalam Delusi ini. Cerita ini bermula ketika Madun sedang diajak ayahnya pergi ke sawah. Ia memakan sesajen untuk para danyang yang ditempatkan di sawah. Padahal dalam mitos masyarakat, setelah sesajen disajikan, tidak seorang pun yang diperbolehkan menyentuhnya, apalagi sampai berani memakannya. Jika hal itu dilakukan oleh seseorang, maka ada indikasi danyang akan marah dan orang tersebut akan terkena mala petaka, bahkan seluruh masyarakat pun akan terkena mala petaka juga.
Setelah memakan sesajen itu, Madun tiba-tiba jatuh sakit. Sakitnya, sakit perut. Ibunya merasa bingun dengan sakitnya Madun. Ia ke sana-ke mari membelikan obat untuknya tetapi semua obat di warung habis. Katanya sudah dibeli warga yang anaknya juga mengalami sakit perut. Saat itu Bapak Madun, sempat bercerita kepada istrinya tentang ulah Madun yang memakan sesajen di sawah. Saat mendengar cerita itu, Ibu Madun sedikit kaget. Ia lantas berfikiran bahwa sakit Madun akibat tulah danyang sebab sesajenya telah dimakan anaknya. Selain itu, akibat ulah Madun anak-anak yang lain juga terkena getahnya. Mereka mengalami sakit seperti yang dialami Madun. Pada dasarnya Bapak dan Ibu Madun tidak percaya dengan tahayul tentang danyang-danyang dan sesajen. Tapi pada akirnya mereka ikut arus masyarakat karena takut dengan masyarakat yang lain yang mempercayai dengan tahayul itu. Ibu Madun lalu bertanya kepada suaminya, apakah ada orang yang tahu tentang ulah Madun yang memakan sajen itu. Suaminya pun menjawab bahwa tidak ada orang yang tahu kecuali dia sendiri dan Pri yang telah diberitahu oleh Madun. Tapi ia menyarankan agar tidak hawar kepada Pri. Sebab Pri telah didoktrinnya bahwa Madun telah membohonginya. Dan Pri pun mempercayainya.
Tak lama kemudian timbul desas-desus tentang wabah penyakit yang menyerang anak-anak Desa Woh. Warga beranggapan bahwa penyakit tersebut akibat balak dari danyang desa. Hati Bapak dan Ibu Madun semakin was-was mendengar ungkapan itu. Mereka takut bahwa warga telah tahu tentang ulah Madun yang memakan sesajen para danyang. Tapi tidak, warga beranggapan lain. Mereka berfikir kalau wabah itu dipicu oleh sikap dan ulah anak-anak yang kerap bermain di kali dengan seenaknya saja. Anak-anak kerap merigis dan membuat mainan kali sesuka hati mereka. Bagi mereka, sebab itulah anak-anak banyak yang sakit. Dan kali harus segera diberi sajen yang lebih banyak.
Hampir seluruh orang mengiyakan dan menyiapkan sajen untuk kali tempat mandi Madun, Pri, dan Kawan-kawannya. Mereka menyiapkan sesajen dan akan melakukan upacara di kali malam hari secara bersama-sama. Tak ketinggalan juga dengan Bapak dan Ibu Madun. Biarpun mereka berdua sudah tak percaya lagi dengan balak dan danyang, namun mereka takut akan keirian warga yang akan menimbulkan masalah. Jadi ibu Madun menyiapkan sesajen sederhana. Bapak pun mengikuti upacara di kali dan menaruh sesajen di sana bersama warga yang lain.
Suasana seperti itu masih kental dilakukan oleh masyarakat Desa Woh. Ritual untuk para danyang dan sesajen-sesajen kerap dilakukan ketika ada setiap permasalahan yang timbul di desa itu. Mereka masi merasa bahwa permasalahan-permasalahan yang menimpa warga desa adalah balak dari danyang akibat dari perilaku yang menyimpang oleh masyarakat atau anak-anak. Selain itu ritual untuk para danyang dengan sesajen-sesajen itu dilakukan ketika warga desa banyak memperoleh keberuntungan yang melimpah ruah dari hasil pertanianya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan masuknya ajaran agama Islam di desa itu, praktik ritual untuk para danyang sedikit bergeser persepsi dan pelaksanaannya. Sesajen kini tidak lagi dibiarkan membusuk dan sia-sia tak termakan. Ritual itu selanjutnya bergeser menjadi upacara doa-doa yang dilanjutkan dengan memakan seluruh sesajen yang ada oleh warga yang hadir. Fenomena itu terasa diakhir ceritanya. Diakhir cerita, para warga mengadakan syukuran atas kondisi desa yang gema ripa lohjinawe. Masyarakatnya tentram dan damai. Selain itu, di desa tersebut kemudian didirikan sebuah masjid sebagai tempat ritual keagamaan ajaran agama Islam yang lahan-perlahan mulai dipeluk oleh setiap warga.
Novel Delusi ini dibangun dari beberapa sub judul. Ada dia belas sub judul di dalamnya. Kedua belas sub judul itu adalah: Tingkah Sumbang, Simpang Keindahan, Tengah Kumamang, Tepian Langkah, Padang Rimba, Runtuhan Senyum, Lukisan Kedamaian, Lukisan Fatamorgana, Tarian Termanis, Pekat Kepalsuan, Samar Keutuhan, dan terakhir ditutup dengan Perayaan Delusi. Secara keseluruhan, novel ini enak untuk diapresiasi oleh pembaca. Di dalamnya terdapat nilai-nilai katarsis yang layak direnungkan. Tentang nilai-nilai budaya Jawa dan tentang waham atau tahayul yang kemudian tercerajkan oleh iman Islami. Alur yang dibangunnya begitu juntrung. Bahasanya sederhana dan komunikatif sehingga tak melelahkan saat dilakukan proses apresiatif.
Akan tetapi, novel ini tampaknya kurang memberi keleluasaan penikmat untuk berimajinasi lebih jauh. Kisahan novel ini tersaji sangat hitam putih. Bahkan untuk proses percintaan antara Karmin dan Pasinem hingga menjadi suami istri pada kehidupan masyarakat tahun 70-an terlalu sederhana. Tidak ada kesan yang menggigit dalam perjalanan ke pelaminan. Padahal mereka notabenenya adalah berasal dari desa yang kultur masyarakatnya berbeda jauh, baik dari pendidikan, agama, kebudayaan, dan lain-lain. Selain itu suasana batin Karmin dan Pasinem hampir tidak tersentuh. Dari setting antara Desa Woh dan Desa Legi terasa berat sebelah. Padahal desa ini bersebelahan. Kedua desa itu memiliki kultur masyarakat yang berbeda jauh. Seolah-olah Desa Woh berada di bawah permukaan bumi. Desa Legi jauh lebih maju dan warna-warni, tak sebanding dengan Desa Woh yang berantakan lahir-batin. Meskipun begitu, pembaca akan menemukan sesuatu yang lain dan lebih dari novel ini. Sebab novel ini berusaha menggali, mengungkapkam, dan menawarkan persoalan etnisitas yang dikemas dalam kisah nostalgia: tentang potret anak desa, sistem kepercayaan, dan segala aspek yang hidup dalam ingatan kolektif masyarakat pedesaan di Jawa. Di dalamnya, pembaca akan berjumpa dengan sesuatu yang eksotik dan menawan. Selanjutnya, selamat menikmati dan mengapresiasi.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar