Selasa, 25 Januari 2011

Sigi ‘Piningit’

S.W. Teofani
http://www.lampungpost.com/

INI adalah masa sulit hidupku. Melewati dua belas tahun usiaku, menjadi petaka bagi ruhaniku yang haus pengetahuan. Saatnya kutinggalkan semua kenang di puri kebijaksanaan. Dipaksa usai memamah hikmah menjadi duka yang tak ku suka. Saat paling mengerikan yang tak pernah kuharapkan kehadirannya. Aku harus berdiam di balik tembok-tembok keangkuhan adat yang menandaskan seluruh cita. Menaati tradisi yang tak kumengerti.

Akan kuhapus kelebat rasa yang membuatku duka. Saat aku dan teman-temanku yang berkulit putih menumbuk biji-biji pemahaman dari guru-guru kami yang bestari. Bagi teman-teman wanita sebangsaku, yang dipasung rigit tradisi, mendedah ilmu tidak mengundang keriaan. Tapi bagiku, yang telah diajarkan menatap dan merasai indahnya cahaya mentari, meninggalkan jendela pengetahuan laksana mandapati gerhana purna.

Apalah arti siang hari, jika surya tertutup bayang-bayang bumi.

Aku merana seorang. Sekelilingku tak memahami dukaku. Bagaimana aku akan menceritakan sulitnya hidup dalam kegelapan, jika gelap itu mereka anggap benderang. Dan kini aku dipaksa menerima semua sebagaimana mereka menerimanya. Mampukah aku legowo pada kenyataan? Dapatkah aku mengamini telikung tradisi sebagai kebenaran jika telah kurasai indahnya kebebasan mengenyam pengetahuan? Akankah kuanggap dunia selebar kamar, sementara kutahu banyak negeri-negeri maju di belahan bumi yang jauh. Kulempangkan kaki, kutuju pintu agar terbebas impit pingit, tapi pintu itu selalu terkunci. Sedang anak kaitnya terlempar di samudera ketidaktahuan.

Hari terakhir manuju rumah pengetahuan menjadi saat paling memilukan. Kuhitung tapak demi tapak dengan dada sesak. Tiap pijak mewakili hari-hari yang sudah, penuh damba sampai ke sekolah. Bertukar pikir dengan gairah tiada menyerah.

Ingin kukembalikan seluruh mula yang mengenalkanku pada bangku-bangku ilmu. Agar tak kurisaukan datangnya hari ini. Hari perpisahan. Berpisah dengan teman-teman, terlepas dari para pengajar. Terberai dari cahaya kehidupan. Meninggalkan jajaran kursi yang menjadi saksi setiap ilmu yang kusigi. Melupa halaman sekolah, syahadah segala ria bersama teman sebaya. Tapi yang lebih memilukan, berpisah dari pelajaran-pelajaran yang mencerahkan.

Aku peluk guru dan teman-temanku satu per satu. Dengan dekap bayi yang takut kehilangan ibu. Ibu kehidupan, yang mengasuh anak-anaknya menjadi manusia purna. Aku bukan sekadar memeluk tubuh-tubuh itu, melainkan roh yang senantiasa berpijar oleh nyala pengetahuan.

Setelah ini, aku akan menjalani hari-hariku yang sunyi. Merentang dari tembok ke pagar, meniti hari dari sunyi ke sepi. Mananti temali takdir yang semakin menelikung seluruh ingin.

Aku mencoba menerima apa-apa yang bisa disangga wanita-wanita Jawa. Berdiam tanpa kata, bergeming tanpa cita. Mengiyakan apa-apa yang digariskan leluhur tanpa bisa mempertanyakannya. Mengamini tradisi dan membiarkan nurani mati.

Sehari demi seputaran mentari waktu kurambati. Pergantian masa kurasa begitu lama. Kubunuh jenuh dengan buku-buku dari Kanjeng Romo. Tapi seberapalah arti buku-buku, tanpa bimbingan sang guru. Kepada siapa aku tanyakan makna-makna di balik isinya. Biasakah si buta berjalan tanpa tongkatnya. Luruskah berjalan di pekat malam tanpa pelita.

Aku begitu cemburu pada teman-teman Eropaku, juga kangmas-kangmasku. Mereka bisa menumbuk pengetahuan ke mana saja, kenapa aku tidak? Meski aku terlahir sebagai Jawa, pelajaranku tak tertinggal dengan mereka yang Eropa. Sekalipun aku wanita, daya tangkapku tak kalah dengan para pria. Apa salahku terlahir sebagai Jawa? Apa yang tidak benar dengan kodratku sebagai wanita?

Aku tak kan membiarkan diri dilumat tradisi begitu lama. Ada gelap berarti ada cahaya. Ada tembok berarti ada cela. Dan, di hati Kanjeng Romo kuharapkan cahaya kasih itu. Pada jiwanya kudamba celah baru.

Kanjeng Romo… ya… hanya Kanjeng Romo yang sangat tahu gejolak manah-ku. Padanya selalu kucurahkan segala ingin. Kanjeng Romo yang mengerti kedalaman batinku. Padanya kusandarkan patahan jiwa.

Kanjeng Romolah yang mengenalkanku indahnya pengetahuan. Meski semua menjadi pertentangan karena melawan kelaziman.

Di sini, di bumi Jawa ini, tak terhormat wanita ningrat membawa senjata kertas dan pena. Seorang raden ajeng diajar menjadi wanita sumarah; nerimo, selalu diam dan tersenyum, meski hatinya tercabik sidik. Seorang raden ajeng dididik meredam dendam, memendam keinginan-keinginan, meski hatinya terluka purna.

Karena kelak, ketika dia menjadi raden ayu, semua akan berguna, ketika dia memanen luka demi luka. Saat menyaksikan suaminya membawa pulang perempuan lain tanpa persetujuannya. Dia harus menerima dengan senyum pembungkus hatinya yang lara. Memendam sakit demi citranya. Berapa pun selir di kediamanya, tak boleh ada yang menyaksikan pedih batinnya. Raden ayu dipaksa menerima semua sebagai ketentuan yang tak bisa dipertanyakan keadilannya.

Raden ayu…raden ayu, engkau manusia kayu. Terlahir untuk merawat ayu, sementara sukmamu tercerabut hingga layu. Dan Kanjeng Romo tak membiarkan aku menjadi raden ayu tanpa bekal ilmu. Kanjeng Romo juga yang memberiku setiap buku-buku yang kumau. Untuk menemani setiap hari yang berwarna sunyi.

Oh… Kanjeng Romo, begitu berartinya dirimu. Andai ku tak memiliki Romo sepertimu, mungkin telah tandas jiwa ini dalam keputusasaan. Kau sirami jiwaku dengan piwulang agung. Tak kau biarkan otakku beku diselubungi adat yang kaku. Tak kau biarkan putrimu mencecap gelap di bilik-bilik nestapa. Meski kau harus menjadi bahan gunjingan banyak orang, karena membiarkan anak perempuanmu melompati pagar tradisi.

Kepadanya kini akan kuwedarkan inginku. Segugus cita menuju menara budi, melanjutkan memamah pengetahuan. Bersanding dengan bangsa kulit putih, duduk tanpa tunduk, berdiri menjajar diri. Aku akan menyusul kangmas-kangmasku. Untuk beradu pikir, mendedah cakrawala batin. Akan kuyakinkan Kanjeng Romo, aku akan belajar sebaik-baiknya. Tidak akan mempermalukannya, membawa serta buah ilmu yang membanggakannya.

Kutemui Kanjeng Romo di singgasana agungnya. Kuberjalan dodok menghampiri. Setapak demi setindak ku mendekat. Setiap depa adalah sekumpulan pahatan doa. Berharap penuh Kanjeng Romo memberi restu. Meski tundukku setakzim gending, kutahu, Kanjeng Romo sedang menatap kebanggaan hatinya dengan kasih. Sampai di hadapan Kanjeng Romo, kutandaskan seba. Disambutnya sembahku dengan senyum tulus. Aku mendekat, hingga rapat pada helanya yang menenteramkan. Kukatupkan tangan di atas kedua lututku. Kuberanikan menatap kedalaman jiwanya. Sepenuh damba ku bermohon padanya. Meski tersimpan telaga kekhawatiran di sana. Seorang wanita, raden ajeng pula, bisa mencecap sekolah dasar, sudah luar biasa. Tapi aku menawar lebih. Sebab kutahu, sekolah dasar saja tak memenuhi dahaga jiwa. Meski aku juga tahu, Kanjeng Romo pasti didera caci jika mengizinkannya. Rautku penuh harap, sebanding bayi mendamba puting ibunya.

Setelah haturku usai, detik kurasa begitu lama. Ruang melampaui kesunyian angkasa. Kutahan napas demi mananti jawab yang menentukan. Detak jantungku menyamai roda kereta. Kuberhenti bernapas beberapa jeda. Kurasai tangan kukuh Kanjeng Romo mengusap kepala. Menyibakkan anak rambutku sepenuh tulus. Membelai mahkota dengan nada jiwa, tapi tak cukup menenangkan sukma. Karena hatiku menanti jawaban dari pertanyaan yang menentukan. Menentukan nasibku, hari depanku, hidupku, dan bahagiaku.

Akhirnya yang kutunggu datang juga. Dengan kelembutan sempurna, diperdengarkannya jawaban yang kunantikan.

“Tidak!”

Jatiagung, April 2010

*Ditulis berdasar surat R.A. Kartini kepada Nyonya Abendanon, bertarikh Agustus 1900
** Untuk Mamak tersayang, wanita pertama yang “mengenalkanku” pada R.A. Kartini.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi