S.W. Teofani
http://www.lampungpost.com/
INI adalah masa sulit hidupku. Melewati dua belas tahun usiaku, menjadi petaka bagi ruhaniku yang haus pengetahuan. Saatnya kutinggalkan semua kenang di puri kebijaksanaan. Dipaksa usai memamah hikmah menjadi duka yang tak ku suka. Saat paling mengerikan yang tak pernah kuharapkan kehadirannya. Aku harus berdiam di balik tembok-tembok keangkuhan adat yang menandaskan seluruh cita. Menaati tradisi yang tak kumengerti.
Akan kuhapus kelebat rasa yang membuatku duka. Saat aku dan teman-temanku yang berkulit putih menumbuk biji-biji pemahaman dari guru-guru kami yang bestari. Bagi teman-teman wanita sebangsaku, yang dipasung rigit tradisi, mendedah ilmu tidak mengundang keriaan. Tapi bagiku, yang telah diajarkan menatap dan merasai indahnya cahaya mentari, meninggalkan jendela pengetahuan laksana mandapati gerhana purna.
Apalah arti siang hari, jika surya tertutup bayang-bayang bumi.
Aku merana seorang. Sekelilingku tak memahami dukaku. Bagaimana aku akan menceritakan sulitnya hidup dalam kegelapan, jika gelap itu mereka anggap benderang. Dan kini aku dipaksa menerima semua sebagaimana mereka menerimanya. Mampukah aku legowo pada kenyataan? Dapatkah aku mengamini telikung tradisi sebagai kebenaran jika telah kurasai indahnya kebebasan mengenyam pengetahuan? Akankah kuanggap dunia selebar kamar, sementara kutahu banyak negeri-negeri maju di belahan bumi yang jauh. Kulempangkan kaki, kutuju pintu agar terbebas impit pingit, tapi pintu itu selalu terkunci. Sedang anak kaitnya terlempar di samudera ketidaktahuan.
Hari terakhir manuju rumah pengetahuan menjadi saat paling memilukan. Kuhitung tapak demi tapak dengan dada sesak. Tiap pijak mewakili hari-hari yang sudah, penuh damba sampai ke sekolah. Bertukar pikir dengan gairah tiada menyerah.
Ingin kukembalikan seluruh mula yang mengenalkanku pada bangku-bangku ilmu. Agar tak kurisaukan datangnya hari ini. Hari perpisahan. Berpisah dengan teman-teman, terlepas dari para pengajar. Terberai dari cahaya kehidupan. Meninggalkan jajaran kursi yang menjadi saksi setiap ilmu yang kusigi. Melupa halaman sekolah, syahadah segala ria bersama teman sebaya. Tapi yang lebih memilukan, berpisah dari pelajaran-pelajaran yang mencerahkan.
Aku peluk guru dan teman-temanku satu per satu. Dengan dekap bayi yang takut kehilangan ibu. Ibu kehidupan, yang mengasuh anak-anaknya menjadi manusia purna. Aku bukan sekadar memeluk tubuh-tubuh itu, melainkan roh yang senantiasa berpijar oleh nyala pengetahuan.
Setelah ini, aku akan menjalani hari-hariku yang sunyi. Merentang dari tembok ke pagar, meniti hari dari sunyi ke sepi. Mananti temali takdir yang semakin menelikung seluruh ingin.
Aku mencoba menerima apa-apa yang bisa disangga wanita-wanita Jawa. Berdiam tanpa kata, bergeming tanpa cita. Mengiyakan apa-apa yang digariskan leluhur tanpa bisa mempertanyakannya. Mengamini tradisi dan membiarkan nurani mati.
Sehari demi seputaran mentari waktu kurambati. Pergantian masa kurasa begitu lama. Kubunuh jenuh dengan buku-buku dari Kanjeng Romo. Tapi seberapalah arti buku-buku, tanpa bimbingan sang guru. Kepada siapa aku tanyakan makna-makna di balik isinya. Biasakah si buta berjalan tanpa tongkatnya. Luruskah berjalan di pekat malam tanpa pelita.
Aku begitu cemburu pada teman-teman Eropaku, juga kangmas-kangmasku. Mereka bisa menumbuk pengetahuan ke mana saja, kenapa aku tidak? Meski aku terlahir sebagai Jawa, pelajaranku tak tertinggal dengan mereka yang Eropa. Sekalipun aku wanita, daya tangkapku tak kalah dengan para pria. Apa salahku terlahir sebagai Jawa? Apa yang tidak benar dengan kodratku sebagai wanita?
Aku tak kan membiarkan diri dilumat tradisi begitu lama. Ada gelap berarti ada cahaya. Ada tembok berarti ada cela. Dan, di hati Kanjeng Romo kuharapkan cahaya kasih itu. Pada jiwanya kudamba celah baru.
Kanjeng Romo… ya… hanya Kanjeng Romo yang sangat tahu gejolak manah-ku. Padanya selalu kucurahkan segala ingin. Kanjeng Romo yang mengerti kedalaman batinku. Padanya kusandarkan patahan jiwa.
Kanjeng Romolah yang mengenalkanku indahnya pengetahuan. Meski semua menjadi pertentangan karena melawan kelaziman.
Di sini, di bumi Jawa ini, tak terhormat wanita ningrat membawa senjata kertas dan pena. Seorang raden ajeng diajar menjadi wanita sumarah; nerimo, selalu diam dan tersenyum, meski hatinya tercabik sidik. Seorang raden ajeng dididik meredam dendam, memendam keinginan-keinginan, meski hatinya terluka purna.
Karena kelak, ketika dia menjadi raden ayu, semua akan berguna, ketika dia memanen luka demi luka. Saat menyaksikan suaminya membawa pulang perempuan lain tanpa persetujuannya. Dia harus menerima dengan senyum pembungkus hatinya yang lara. Memendam sakit demi citranya. Berapa pun selir di kediamanya, tak boleh ada yang menyaksikan pedih batinnya. Raden ayu dipaksa menerima semua sebagai ketentuan yang tak bisa dipertanyakan keadilannya.
Raden ayu…raden ayu, engkau manusia kayu. Terlahir untuk merawat ayu, sementara sukmamu tercerabut hingga layu. Dan Kanjeng Romo tak membiarkan aku menjadi raden ayu tanpa bekal ilmu. Kanjeng Romo juga yang memberiku setiap buku-buku yang kumau. Untuk menemani setiap hari yang berwarna sunyi.
Oh… Kanjeng Romo, begitu berartinya dirimu. Andai ku tak memiliki Romo sepertimu, mungkin telah tandas jiwa ini dalam keputusasaan. Kau sirami jiwaku dengan piwulang agung. Tak kau biarkan otakku beku diselubungi adat yang kaku. Tak kau biarkan putrimu mencecap gelap di bilik-bilik nestapa. Meski kau harus menjadi bahan gunjingan banyak orang, karena membiarkan anak perempuanmu melompati pagar tradisi.
Kepadanya kini akan kuwedarkan inginku. Segugus cita menuju menara budi, melanjutkan memamah pengetahuan. Bersanding dengan bangsa kulit putih, duduk tanpa tunduk, berdiri menjajar diri. Aku akan menyusul kangmas-kangmasku. Untuk beradu pikir, mendedah cakrawala batin. Akan kuyakinkan Kanjeng Romo, aku akan belajar sebaik-baiknya. Tidak akan mempermalukannya, membawa serta buah ilmu yang membanggakannya.
Kutemui Kanjeng Romo di singgasana agungnya. Kuberjalan dodok menghampiri. Setapak demi setindak ku mendekat. Setiap depa adalah sekumpulan pahatan doa. Berharap penuh Kanjeng Romo memberi restu. Meski tundukku setakzim gending, kutahu, Kanjeng Romo sedang menatap kebanggaan hatinya dengan kasih. Sampai di hadapan Kanjeng Romo, kutandaskan seba. Disambutnya sembahku dengan senyum tulus. Aku mendekat, hingga rapat pada helanya yang menenteramkan. Kukatupkan tangan di atas kedua lututku. Kuberanikan menatap kedalaman jiwanya. Sepenuh damba ku bermohon padanya. Meski tersimpan telaga kekhawatiran di sana. Seorang wanita, raden ajeng pula, bisa mencecap sekolah dasar, sudah luar biasa. Tapi aku menawar lebih. Sebab kutahu, sekolah dasar saja tak memenuhi dahaga jiwa. Meski aku juga tahu, Kanjeng Romo pasti didera caci jika mengizinkannya. Rautku penuh harap, sebanding bayi mendamba puting ibunya.
Setelah haturku usai, detik kurasa begitu lama. Ruang melampaui kesunyian angkasa. Kutahan napas demi mananti jawab yang menentukan. Detak jantungku menyamai roda kereta. Kuberhenti bernapas beberapa jeda. Kurasai tangan kukuh Kanjeng Romo mengusap kepala. Menyibakkan anak rambutku sepenuh tulus. Membelai mahkota dengan nada jiwa, tapi tak cukup menenangkan sukma. Karena hatiku menanti jawaban dari pertanyaan yang menentukan. Menentukan nasibku, hari depanku, hidupku, dan bahagiaku.
Akhirnya yang kutunggu datang juga. Dengan kelembutan sempurna, diperdengarkannya jawaban yang kunantikan.
“Tidak!”
Jatiagung, April 2010
*Ditulis berdasar surat R.A. Kartini kepada Nyonya Abendanon, bertarikh Agustus 1900
** Untuk Mamak tersayang, wanita pertama yang “mengenalkanku” pada R.A. Kartini.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 25 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar