(Wawancara Pawon dengan Izzatul Jannah)
http://pawonsastra.blogspot.com/
Denger-dengarlagi repot ngurus tesis S2 Pikologi UGM? Ada banyak rintangan?
Hmm iya, tahu saja, nih, saya sedang tesis. Kalau bicara rintangan, rintangan itu membuat kita semakin kuat dan bijaksana bukan? Hehe. Yah, rintangannya lebih banyak pada diri sendiri, saya pakai metode fenomenologi, pada fenomeneologi, ada metode bracketing, itu hal paling sulit bagi saya, karena pengalaman peneliti tidak boleh tercampur dengan fenomena yang sedang diteliti, sedangkan saya orang yang selalu terlibat dengan apapun yang saya lakukan…
Hal lain, karena saya orangnya holistis, maka saya mudah tergoda untuk melakukan hal lain saat penelitian. Saya sekarang, malah terlibat aktivitas lain di Yayasan Titian Masa Depan yang bekerjasama dengan Reach Out to Asia (ROTA) dan Qatar Foundation, ngurusi sekolah yang di bangun kembali karena gempa di daerah Bayat Klaten, sekarang kami sedang mengurus pengembangan komunitasnya, so.. agak teralihkan dari tesis. Tapi, sekarang tesisnya sudah selesai kok, sudah menyerahkan hasil analisisnya, jadi.. bola-nya sudah ada di profesor saya,.. tinggal tunggu hasil kerja dia saja haha.
Kenapa tertarik mengambil jurusan Psikologi?
Saya hanya kembali saja, kok. Kata T.S. Eliot, kehidupan itu seperti tangga berputar yang selalu kembali dimana ia punya keinginan kuat untuk kembali. Dari dulu saya sangat tertarik dengan kompleksitas manusia, saya mudah jatuh cinta pada karakter-karakter unik di sekitar saya, jadi keinginan kuat untuk belajar psikologi adalah keinginan untuk memahami karakter manusia, termasuk karakter saya sendiri. Mungkin mirip narcissus, tapi semoga tidak sampai terbunuh karena terlalu mencintai diri sendiri hehe.
Setelah belajar psikologi, saya semakin jatuh cinta. Karena ternyata sangat membantu saya untuk menulis fiksi.. what a beautiful coincidence ya? Atau memang takdir, sebagaimana nabi bilang semua manusia diciptakan dan dimudahkan atas apa ia ditakdirkan.
Jadi, mbak Izzatul Jannah ini alumni pertanian, melanjutkan ke psikologi, tapi giat menulis fiksi? Aduh-aduh kok bisa?
Saya menganggap kehidupan itu sekolah, saya sekolah di alam semesta. Jadi, tidak masalah memang, saya sekolah di pertanian saya belajar tentang tumbuhan dan mengambil filosofi prosesnya untuk menjadi, lalu ambil jurusan ekonomi pertanian, skripsi saya tentang kaum transmigran, saya mengambil filosofi tentang motivasi, persepsi mereka tentang kehidupan masa depan mereka pada saat membuka lahan baru di tanah transmigran, lalu kuliah psikologi, seperti yang saya bilang tadi, saya cuma kembali, mungkin nanti S3-nya saya akan ambil filsafat.. Hahaha.
Jadi, sesungguhnya ilmu bagi saya sintesa dari seluruh kehidupan yang saya jalani, saya senang merenung, senang bertanya secara internal, mengapa begini? Mengapa begitu? hidup yang tidak direnungi adalah hidup yang tidak manusiawi, gitu kan kata Plato. JADi, kalau Anda tanya kok, bisa? Ya karena saya cinta ilmu, itu saja.. dengan ilmu saya merasa lebih lengkap, lebih manusiawi, mungkin saya akan berhenti sekolah, nanti kalau sudah mati, karena saya menganggap hidup saya itu sekolah, sertifikat lulusnya nanti dari YANG MAHA memberi kesempatan untuk sekolah, Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Mbak Izzatul Jannah termasuk orang penting di FLP, ceritain dong sejarahnya?
Orang penting? Ah, tidak juga. Semua di FLP orang penting, karena kami tidak saling menggantungkan satu sama lain untuk mengembangkan organisasi. Walau ada AD-ART, tapi karena semua orang FLP itu penting, mereka berhak mengembangkan FLP dengan kreatifitas masing-masing. Awalnya, saya terlibat dengan ANNIDA, saat itu tulisan-tulisan saya banyak dimuat di ANNIDA. ANNIDA Pemred-nya mbak HTR (Helvy Tiana Rosa), kami sering kontak, termasuk dengan Maimon Herawati (Muthmainnah, nama pena-nya) dia masih di inggris sekarang, ambil S2 dan nemani suaminya S3, waktu itu saya sering nulis untuk rubrik EPIK (salah satu rubrik cerita perjuangan di ANNIDA). Nah, ketika mbak HTR menggagas FLP kemudian dia mengundang saya untuk ikut pertemuan yang pertama di Jakarta, waktu itu tahun 1997 saya masih bawa bayi kecil anak saya yang pertama, baru 3 bulan, waktu itu pembicaranya Mas Tomi (Satryotomo, suami mbak Helvy) yang juga wartawan RCTI waktu itu. Dalam forum hadir banyak penulis dan jurnalis yang punya visi sama tentang sastra dan jurnalisme Islam, lalu digagas tentang Sastra dan Jurnalisme Islami. Ketika FLP berkembang biak secara Nasional, dan saya salah satu yang kemudian ikut cawe-cawe di Solo, lalu Jawa Tengah, begitu..
FLP solo sekarang dibanding waktu mbak Izzatul jannah jadi ketua?
Furqon yang sekarang ketua FLP, itu seniman dengan multi talenta, dia cerpenis, munsyid dan juga gape baca puisi. Maka pendekatannya juga pendekatan seniman, dia bukan organisator jadi dia tidak suka kuantitas dan manajemen, sukanya kualitas hehehe… Saya lihat dia fokus pada beberapa teman FLP yang memang berbakat untuk benar-benar jadi penulis seperti Aida Vyasa, Deasylawati, Aries Adenata.. Dia kemudian juga mengembangkan jaringan dengan komunitas penulis di Solo, termasuk dedengkot Rumah Sastra,masJoksum, Mas Wijang Wharek dari TBJT, dan juga komunitas lain.Itu bagus sekali, karena semangat seni, sastra dan kepenulisan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
BicaraFLP berarti bicara sastra Islami, komentar mbak Izzatul Jannah?
Saya kerap ngobrol dengan elit FLP Solo, kabarnya ada sedikit kemajuan dari para penulis FLP memaknai cerita Islami, maksudnya yang tidak lagi terlalu kental mengusung simbol agama dan moral, begitukah?
Saya akan jawab dua pertanyaan sekaligus, karena keduanya saing berkaitan. Menurut saya, ada hal yang selama ini keliru dipahami tentang FLP. FLP seringkali diidentikan dengan karya-karya yang tampil di majalah ANNIDA, padahal walaupun penggagas FLP (HTR) adalah mantan pemred ANNIDA, bukan berarti seperti itulah prototipe karya sastra FLP.
Bicara ANNIDA, kita tidak bisa melepaskan diri dengan sastra media massa, karena sifatnya yang massif itulah maka pertimbangan terhadap pasar, menjadi hal yang tidak bisa di elakkan, dan konsep ANNIDA sendiri adalah majalah remaja, pangsa pasarnya adalah remaja, dan umumnya remaja menghendaki hal yang simpel, tidak rumit, mudah dipahami, sehingga demikianlah sastra di ANNIDA.
Tetapi sekali lagi, tidak bisa mengidentikan FLP dengan ANNIDA, itu stereotipe saja, mungkin yang kemudian menyematkan stereotipe itu, bukan orang yang benar-benar membaca dan meneliti karya FLP. Sebenarnya hanya satu hal yang sama antara ANNIDA dan FLP, karena ISLAM-nya. Nah, bicara ISLAM, WATAK ASLI Islam adalah adaptif sekaligus substantif, relatif sekaligus mutlak, tekstual sekaligus kontekstual, oleh karena itu ISLAM sah saja di sematkan pada berbagai cara berpikir seseorang. Jika yang berbicara tentang ISLAM adalah Eko Prasetyo (penulis Orang Miskin Dilarang Sekolah), maka jadilah ISLAM sebagai agama kerakyatan, agama perlawanan, jika yang bicara adalah Ustadz DR. Muinudinillah (Direktur PascaSarjana Studi Islam UMS, lulusan Saudi Arabia) maka ISLAM adalah syariat yang tekstual, yang bicara Islam Ulil Abshar Abdala, yang ada Islam liberal, yang bicara Ismail Yusanto, Islam itu Khilafah. Saya percaya bahwa ISLAM tidak bisa diidentikan dengan MUSLIM (pemeluk Islam) an sich, sebab muslim memiliki keterbatasan, sekaligus senantiasa berkembang cara berpikirnya secara elaboratif sekaligus ekstensif, sementara ISLAM adalah point-poit global tentang pemaknaan kehidupan.
Jadi, sah-sah saja jika kemudian di dalam FLP berkumpul berbagai macam sudut pandang, pemikiran, pendapat tentang bagaimana memaknai ISLAM dan menuliskannya dalam karya-karyanya. Sebenarnya saya tidak sepakat jika dikatakan sekarang ini FLP mengalami KEMAJUAN karena tidak lagi berkutat pada simbol dan moral, sebab simbol dan moral itu tidak bisa dinafikan begitu saja, hanya kemudian yang jadi masalah adalah bagaimana menyajikan simbul dan moral itu sendiri dalam tubuh karya sastra, ada yang harafiah,ada yang metaforis, ada yang eksperimentatif, semua itu ada di FLP..
Baru-baru saja terbit LEDGARD karya WD. Yoga, dia itu anak FLP juga, nama aslinya Ganjar Widi Yoga, mantan ketua FLP Yogyakarta (dia sahabat muda saya), karyanya diterbitkan BENTANG Pustaka, karya itu kata orang tidak tipikal anak FLP, padahal dia anak FLP, elit pula (istilah politis neh..), lalu kemarin Nasirun Purwakartun berkarya eksperimentasi tentang Sajak Kartun Kartun Sajak, itu juga tidak tipikal FLP, FLP yang di stereotipe melulu Islam simbolik dan moralis. Pak Ahmad Thohari pernah bilang, novel saya juga tidak menonjolkan simbol-simbol Islam secara harafiah melulu, kok..
Jadi lihatlah FLP secara lintas kategorikal, di dalam FLP lihatlah individu-individunya, kalaupun sekarang ada Lingkar Pena Publishing, itu TIDAK MEWAKILI karya FLP secara keseluruhan walau namanya pakai Lingkar Pena, begitulah..
Jadi saya menolak dikatakan FLP mengalami kemajuan karena sebab meninggalkan simbol Islam dan moral, karena itu tidak pernah dilakukan. Islam itu simbol, Islam itu identitas, Islam itu teks, tetapi pemahaman dan pemikiran terhadap Islam, tidak melulu simbolik, tidak bersikukuh pada identitas dan teks saja.
Sekarang ini orang sering bertengkar pada hal-hal seperti itu. Eh, lu nggak progresif karena hanya mengusung simbol, lu tidak Islami karena tidak pakai ”assalaamu’alaikum”. Itu sebabnya saya bangga, teman-teman FLP alhamdulillah bisa terbuka dan bergaul dengan komunitas manapun. Lintas komunitas itu bagus, karena menurut saya, itu yang diajarkan Nabi Muhammad.
Kontekstualisasi makna islami dalam sastra Islam?
Yaah.. apalagi nih? Menurut saya, teks atau konteks itu ada dalam sastra Islami, itu seperti duamata uang yang tidak bisa dipisahkan. Itu saja. Jadi dilakukan kontekstualisasi atau tidak, biarlah pengarang masing-masing yang bertanggungjawab atas perkembangan pemikirannya.
Bagaimana masa depan sastra Islami sendiri? Apa bisa berkembang lebih jauh dan menjangkau pembaca yang sebelumnya kurang mengakrabi cerita-cerita Islami?
Waaah.. pertanyaannya. Dari sudut pandang mana dulu nih yang disebut berkembang? Dari jumlah pembaca? Hmm kalau menurut saya, jumlah itu semu dan menipu. Sebab membaca itu di Indonesia masih dianggap sebagai aktivitas elitis, eksklusif, karena buku juga hanya bisa dijangkau oleh orang-orang berduit, itu pun orang-orang berduit yang memahami bahwa membaca itu mampu mengubah dunia. Jadi, menurut saya, keberkembangan sastra Islami justru terletak pada sejauh mana orang kemudian suka mengekspresikan pemikirannya dalam bentuk literasi, tidak peduli jumlah pembacanya, hehe mungkin ini agak tidak ajeg dengan kebutuhan penerbit untuk hidup dari kocek pembaca ya?
Selama ini, sastra Islam, atau apapun yang kemudian dikaitkan dengan Islam secara simbol, mengalami hegemoni, di stereotipe sedemikian rupa sehingga orang menganggap yang Islami itu puritan, gahar, barbar, heheh (sori agak too much kali ya..) orang takut dengan simbol-simbol Islam karena phobia, itu sebabnya, saya sering mengutip kata Nabi yang satu itu, ISLAM seringkali disalahpahami karena di-identikkan dengan perilaku MUSLIM-nya.
Sederhananya, selama Islam masih dianut diseantero negeri, selama Islam ditampilkan secara terbuka, dan kemudian keterbukaan dan kelapangan hatinya dapat diwakili oleh karya-karya literasinya, maka sastra Islami akan mendapatkan tempat tersendiri, bagi mereka simpati maupun antipati.
Proses Kreatif?
Saya berasal dari pergerakan, sebelum saya menjadi penulis saya lebih dulu aktif di pergerakan Islam. Jadi, proses kreatif saya tidak bisa dilepaskan dari aktivitas saya di pergerakan Islam. Banyak aktivis pergerakan yang juga penulis, aktivis LSM yang penulis, aktivis kiri yang penulis, aktivis sosialis yang penulis. Dan, saya menyadari itu, ide kreatif saya berasal dari pemikiran pergerakan. Itu tidak saya tolak.
Saya menulis berdasarkan apa yang saya alami, saya lihat, saya dengar,saya pikirkan, saya rasakan, saya renungkan. Itu sebabnya saya suka mencoba berbagai hal, saya ingin hidup yang kompleks dan tidak sederhana, kadang itu dianugerahkan pada saya, tetapi kadang saya memerlukan orang lain untuk mendapatkan kompleksitas itu, itu sebabnya saya membaca banyak hal. Referensi saya tidak cuma buku-buku islam, saya tidak pernah membatasi diri dalam membaca. Saya baca Jostein Garder, Paulo Coelho, Taufik A-Hakim, Najib Kailani, Najib Mahfudz, Sayyid Qutb,Hasan Al-Banna, Anton Chekov, Pram, Tohari, Seno Gumira, Nawal El –Shadaawi, Sartre, Simone de Beauvoir sampai Sub Comandante Marcos..dan Herge, itulah lho Komik Tintin.
Jadi umumnya begitu, saya mengelola apa yang saya baca melalui teks, dan konteks yang saya hadapi sehari-hari untuk menjadi kreatif. Saya juga suka mengerjakan apa saja, dari mulai jadi sekretaris pribadi dosen saya, pekerjaan klerikal, masak dan ngepel di rumah sampai memikirkan hal-hal besar kalau-kalau saya besok ditakdirkan jadi seorang yang memimpin negara misalnya.. tetapi itu sangat membantu untuk melahirkan ide.
Pengarang itu kan pekerjaan menginspirasi. Semakin kaya pengalaman hidup dan kunyahan teks-nya, ia akan semakin mampu menginspirasi orang lain dalam karya-karyanya. Saya masih harus banyak belajar tentang itu.
Kira-kira buku mbak berapa saat ini? Mana yang paling berkesan.
Setiap bulan saya menganggarkan untuk beli buku 4-5 judul, itu saya mulai sejak saya kelas 2 SMA, umur 17 tahun, jadi kira-kira sekarang lebih dari seribu judul. Yang paling berkesan? Ah.. ini sulit. Saya hampir selalu menemukan kesan yang menukik pada buku-buku pengarang yang saya sukai, dan menemukan keistimewaan tiap kali membacanya. Coelho tentang perenungannya, Chekov karena ironi dan satire-nya, Taufik Al-Hakim karena kecerdasannya, Qutb karena keindahan bahasanya, Al-Banna karena konsistensinya, Nawal karena perlawanannya, masing-masing istimewa.. Saya mungkin dianugrahi kemudahan untuk mengakses buku, honor saya menulis sebagian besar habis untuk beli buku, dan akses informasi. Konon Chairil Anwar dulu suka ngutil buku…heheh, saya Alhamdulillah tidak terlalu kesulitan untuk beli buku. Tapi satu hal, kenapa tidak ada perpustakaan yang buka 24 jam? Mungkin Pawon mau memulai? Atau mari kita sama-sama mulai?
Mbak Izzatul Jannah punya suami dan tiga anak perempuan, bagaimana mensiasati urusan rumah tangga dan urusan kreatif, repotkah?
Ya, saya punya suami yang sangat luar biasa pengertian dan anak-anak perempuan yang manis dan mengerti ibunya, di rumah kami lebih banyak disibukkan hal-hal substantif, kalau masalah teknis, mereka tidak pernah rewel, kalau saya tidak sempat masak, kami ramai-ramai makan di warung pinggir jalan, kalau tidak cukup ceplok telor dan sambal bawang, hehe.
Secara teknis, saya lebih sering menulis di malam hari, ketika hak semua orang sudah ditunaikan, barulah saya menunaikan hak batin dan hak pemikiran saya. Atau saat suami kekantor dan anak-anak sekolah, mereka sekolah sampai sore hari. Saya memiliki banyak waktu untuk membaca, berpikir dan menulis. Kalau sedang jam-jam sibuk dan terlintas ide, biasanya saya hanya mengetikkan ide besarnya saja di telpon genggam, lalu menuliskan secara utuh, ketika semua orang sudah pergi dari rumah, atau semua orang di rumah saya sudah memejamkan mata. Kalau semalaman saya menulis, esok harinya, ketika semua orang pergi, saya tidur sepanjang siang haha.
Komentar tentang PAWON
Pawon, dari namanya nampaknya ingin menampakkan filosofi pelayanan sebab pawon adalah area pelayanan, melayani kreatifitas para pekerja seni dan pekerja literer? Pastilah lintas komunitas, lintas ideologi, lintas kultur bukan? Baguslah, kita kadang kehilangan semangat kebersamaan, yang ada semangat saling mematikan dan opportunistik.
Saya kemarin agak terkejut ketika Nurul Furqon (ketua FLP Solo) mengatakan teman-teman Pawon mau memprofilkan saya.. maaf kalau mind set saya juga kadang terkotori oleh sterepotipe juga..
Semoga usaha ini bisa berkembang dengan baik, dari segi kualitas dan kesinambungan.
Selamat deh!
Jika dilahirkan kembali ingin jadi siapa?
Ingin jadi Izzatul Jannah, hahaha.
Oya, kalau ada yang berminat kontak dengan saya, silahkan ke intan.savitri@yahoo.com atau mau jalan-jalan ke blog saya, izzatuljannahku.blogspot.com
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar