Kamis, 24 Februari 2011

PEREMPUAN, TEMBOK TRADISI, SEKS DAN KONTROL SOSIAL

Deni Andriana
http://pawonsastra.blogspot.com/

Saya memang bukan perempuan, tapi saya juga tahu siapa itu perempuan. Perempuan menurut saya adalah jenis atau spesies manusia yang mempunyai payudara yang berukuran lebih besar daripada yang di miliki laki-laki pada umumnya (walaupun ada juga perempuan yang mempunyai sedikit problem dengan payudaranya), selain itu yang saya tahu perempuan adalah yang bisa mengandung dan melahirkan anak, perempuan adalah yang memiliki sisi sensitifitas diatas laki-laki dan selebihnya saya tidak banyak lagi tahu tentang perempuan selain sisi-sisi seksualitasnya tersebut. Semua hal yang saya kemukakan adalah murni hasil pantauan dan pengalaman saya, dimana ciri-ciri itu dengan jelas bisa saya dapatkan pada Ibu yang telah melahirkan saya kedunia ini.

Perempuan dalam kacamata Kebudayaan

Pertentangan terhadap perempuan melintasi semua perlawanan yang mengatur kebudayaan. Adalah pertentangan klasik; adalah dualis dan hierarkis. Laki-laki/perempuan dengan sendirinya berarti besar/kecil, superior/inferior…. Berarti tinggi atau rendah, Alam / sejarah, Transformasi / inersia. (Helena Cixous / Hidup Matinya Sang Pengarang/Yayasan Obor)

Kebudayaan adalah sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Kebudayaan itu sendiri menurut pengertian antropologi dan sosiologi adalah berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat, dan inilah yang saya maksud kebudayaan.

Apa yang di atur dalam kebudayaan? Sebuah norma, sebuah aturan sebuah batasan, sebuah kewajaran yang berarti sebuah hukum yang mengikat masyarakat didalamnya. Apa yang menjadi permasalahan? Orang sering lupa, bahwa kebudayaan itu sendiri adalah hanya sebuah sistem, hanya benda mati yang tidak akan bisa menuntut apapun, dan kebudayaan itu sendiri hanyalah sebuah hasil cipta dari manusia, namun yang terjadi manusianya sendiri sering terjebak oleh sistem yang dibuatnya sendiri. Kebudayaan menjadi Tuhan, kebudayaan menjadi tombak peringatan yang ditakuti untuk dilanggar, di upayakan untuk tidak dinodai, walaupun ketentuan yang ada didalamnya bertentangan dengan kesadaran manusia budayanya itu sendiri. Rasionalitas menjadi mati kerena aturan.

Kebudayaan yang kebanyakan ada ditengah lingkungan kita pada umumnya adalah hasil kreasi nenek moyang terdahulu kita dengan jaman dan lingkungannya tersendiri, dimana setiap permasalahan yang ada dirumuskan dan di sesuaikan dengan sisi–sisi nilai dan mampaat yang ada pada jamannya. Dan permasalahannya ketika kebudayaan hasil turunan itu tetap dipakai di jaman yang berbeda, dengan nuansa alam yang juga berubah, pertanyaannya adalah apakah kebudayaan itu masih cocok untuk diikuti? Apakah Masih pantas untuk di jalankan?

Norma sosial yang menghasilkan sanksi sosial adalah sebuah batasan ketika budaya itu dilanggar. Orang yang telah mengenal pengetahuan modern diluar kebudayaan tentunya akan berpikir ulang untuk tetap terlibat dalam kebudayaan asalnya, kalau pun ada hal yang di luar rasioanalitasnya, mungkin dia akan menganggap bahwa kebudayaan yang ada itu sudah tidak wajar lagi. Tapi apa yang terjadi ketika masyarakat dan katakanlah keluarganya masih terpaku dengan kebudayaan yang dimaksud, pastinya orang tersebut akan mendapatkan sanksi sosial di masyarakatnya. Sekali lagi sistemlah yang menang dalam hal ini.

Begitu pula halnya dengan perempuan, dimana perempuan itu sendiri lahir dari sebuah kebudayaan, siapa yang menyangka kalau ada perbedaan antara siapa itu perempuan dan siapa itu laki-laki, semuanya sudah diatur oleh pendahulu kita lewat sistem budaya dan peristilahan pada jamannya, dan kita mau tidak mau harus mengikuti aturan yang telah ada dan mengakar tersebut dijaman kita sendiri.

Perempuan sebagaimana produk kebudayaan yang lainnya adalah sebuah bentuk kaku yang terikat dengan norma. Dimana kita tahu banyak aturan yang mengungkung nilai-nilai kebebasan perempuan. Perempuan tidak boleh keluar malam, perempuan tidak mesti sekolah tinggi karena akhirnya harus mempersiapkan diri menjadi seorang isteri yang baik bagi suami dan anak-anaknya, perempuan harus pandai bersolek. Itu yang terjadi, dan itu masih terjadi walaupun dewasa ini kita tahu bahwa dari kaum perempuannya sendiri banyak yang mulai menancapkan taringnya, banyak perempuan yang belajar dan beranjak mandiri dengan semangat perjuangannya, dan bahkan banyak pula perempuan yang mulai menggantikan posisi dan peran laki-laki baik di jenjang kepemimpinan maupun di dalam soal rumah tangga, nilai feminisme menjadi platform yang semakin dikibarkan.

Dari semua perkembangan di dalam pola hidup dan keberanian mengambil sikap dari perempuan yang terjadi dewasa ini, pada dasar dan hakekatnya ternyata masih jauh dari taraf yang diatas minimum, karena satu perempuan tidak akan bisa untuk mewakili jutaan bahkan milyaran perempuan yang lainnya. Kita lihat memang bayak perempuan yang maju seperti yang dicontohkan diatas, tapi lihat dan amati juga berapa banyak perempuan yang masih terbelenggu dengan aturan adatnya, berapa banyak perempuan yang masih termakan oleh sistem budaya nenek moyangnya sendiri. Dan ironisnya untuk perempuan yang katakanlah maju pun masih banyak yang malah kembali layu, satu langkah kaki tidak akan cukup untuk menempuh ribuah kilomenter jaman.

Kapitalisme Terhadap Perempuan

Kasus yang menyatakan bahwa banyaknya kaum perempuan yang menjadi korban dari perubahan dan sistem masyarakat semakin marak, kasus- kasus pemerkosaan, kekerasan terhadap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) perempuan (TKW), kemunculan skandal vcd porno yang menjadikan perempuan sebagai objek utamanya, penangkapan sejumlah WTS (wanita tuna susila) mengindikasikan bagaimana perempuan dewasa ini telah menjadi komoditi pasar yang memang sangat laris untuk di perdagangkan, bukan hanya dari sisi seksualitasnya namun kita lihat banyaknya pemampaatan tenaga kerja wanita yang berbondong-bondong menjadi buruh di luar negeri yang notabene telah menjadikan sebuah kantong devisa yang besar bagi Negara, perempuan dieksploitasi, diekspor dengan iming-iming peningkatan taraf hidup tanpa adanya perlindungan hukum yang layak dan bertanggung jawab dari pemerintahnya sendiri.

Selain itu kita lihat juga bagaimana kapitalisme media masa dan produk-produk perusahaan yang kebanyakan telah menjadikan perempuan sebagai sebuah magnet untuk menarik masa. Iklan-iklan berbagai produk, baik yang berhubungan dengan perempuannya itu sendiri seperti samphoo, sabun mandi, alat kecantikan dan iklan dari sebuah produk yang sebenarnya tidak ada hubungannya langsung dengan perempuan, tetap memakai tubuh dan jasa dari nilai seni perempuan sebagai nilai jual dari sang produk yang bersangkutan, seperti pada iklan rokok, kendaraan, dan juga kebanyakan barang-barang yang memang di jual hanya untuk lelaki. Contoh lain kita dapatkan dari pemampaatan perempuan lewat aksi dan gambar berbau pornografi di koran-koran kuning dan televisi yang memang memposisikan perempuan sepenuhnya sebagai objek dari kepuasan sekelompok komunitas, kaum lelaki dalam hal ini. Dari kesemua contoh itu, sekali lagi perempuan telah ditempatkan sebagai korban dari sebuah sistem yang kaku dimana sistem tersebut telah memposisikan kaum perempuan hanya disatu sisi bisnis semata (kapitalisme terhadap perempuan), tanpa memperhatikan hak dan perlindungan terhadap kaum perempuannya sendiri, dimana negera ini yang seharusnya mempunyai sikap terhadap semakin liarnya pemampaatan terhadap perempuan memang tidak memiliki aturan hukum yang tegas baik dari tatanan maupun tindakannya.

Peranan Sebuah Kontrol

Satu moment dimana perempuan menyadari letak dan posisinya, yang juga mempunyai hak penuh di dalam menentukan segara arah dan tindakannya dan berusaha untuk melepaskan diri dari semua sitem kaku yang selama ini telah membelenggunya, seperti adat dan budaya yang kebanyakan menempatkan perempuan pada sub tekecil di bawah sub-sub lainnya, serta juga melepaskan diri dari sistem yang berkembang diluar kebudayaannya sendiri yang dinilai tidak bisa menghargai eksistensi dari perempuan seperti kapitalisme dan globalisasi.

Maka lahirlah, perempuan-perempuan dewasa, dalam artian dewasa secara pemikiran dan tindakan. Banyak perempuan yang melakukan hal yang sebelumnya tabu untuk dilakukan, seperti sekolah sampai jenjang tinggi, berkarya dalam seni seperti musik, sastra, lukisan dan banyak lagi seperti di paparkan diawal tulisan ini. Yang pasti perempuan dengan semangat emansipasi dan feminismenya ingin menempatkan diri secara sejajar dengan kaum lelaki, tidak ada garis pembatas yang tegas antara feminisme dan maskulinitas.

Semua hal yang berkaitan dengan pola hidup dan kebebasan berkreasi secara penuh diberikan dari mulai lingkungan keluarga, tidak ada batasan seperti halnya hukum adat yang kaku. Orang tua yang sadar akan kemajuan itu menjadi guru pertama bagi peningkatan kualitas hidup anak perempuannya, dan disinilah muncul peran orang atau untuk memberikan ajarannya tentang kemandirian dan kebebasan terhadap anak perempuannya. Kebudayaan baru diciptakan oleh sang orang tua bersama anaknya dengan melandaskan pada niali-nilai terbaik, di sesuaikan pula pada kondisi ruang dan waktu dimana mereka berada.

Namun yang menjadi permasalahan adalah, ketika nilai-nilai kemandirian dan kebebasan seperti di kemukakan diatas lepas dari koridornya, yang pasti pada dasarnya tidak ada suatu hal apapun yang bisa bebas sepenuhnya dari yang namanya norma dan hukum adat kebudayaan asalnya. Kita sering mendapatkan orang tua yang melepaskan kontrol terhadap anak perempuannya yang relatif masih dibawah umur, katakanlah ABG. Orang tua membiarkan anak perempuannya pulang larut malam tanpa adanya rasa ingin tahu, banyak orang tua yang tidak peduli seminimal mungkin pun tentang pergaulan anak perempuannya itu diluar, pendidikannya, teman-teman pergaulannya. Kebebasan dan peran orang tua terkadang melupakan bahwa perempuan memiliki eksklusifitas yang perlu dijaga, yaitu kehormatan yang sebenarnya menjadi nilai lebih bagi perempuan di banding laki-laki.

Dampak dari lemahnya kontol orang tua dalam mengawasi gerak dan aktivitas anak perempuannya sangat berperan besar dalam menjerumuskan si perempuannya sendiri kedalam sisi dimana kembali harga perempuan hanya sebatas keperawanan. Pergaulan bebas dengan motif seks, narkotika dan dunia hiburan malam menjadi areal dan alat yang paling sensisif untuk disentuh perempuan yang notabene memiliki daya pertahanan yang relatif lebih rendah dari pada kaum laki-laki.

Tidak heran kalau banyak pakar menyatakan bahwa untuk kategori AIDS saja, paling banyak berasal dari kaum perempuan, terutama yang di akibatkan oleh seks bebas. Kenapa? Hal ini bisa di wajarkan, karena dalam kasus seks bebas kebanyakan, perlindungan seperti alat kontrasepsi pada umumnya di pakai dan memang diperuntukan untuk laki-laki. Sekali lagi budaya yang kaku mengalahkan perempauan dalam hal teknologi, dimana alat-alat kontrasepsi yang kebanyakan beredar di pasaran memang kebanyakan diperuntukan untuk laki-laki, walaupun memang dewasa ini telah dikembangkan alat-alat kontrasepsi untuk wanita, namun kerena pendidikan seks yang rendah dan kurangnya perhatian orang tua di dalam manjaga perkembangan anak perempuannya, menyebabkan perempuan identik dengan korban paling dirugikan dari perilaku seks bebas tanpa perlindungan.

Peran terbesar orang tua memang sangat dituntut dalam hal ini, khususnya untuk membentuk mentalitas dan kualitas dari perempuan per-generasinya. Keterbukaan akan informasi dan perkembangan jaman memang sangat dituntut untuk mengikuti setiap perubahan yang muncul, penyesuaian diri, dan orang tua sebagai guru pertama yang mengajari anaknya jauh sebelum guru di TK dan sekolah dasar, harus lebih menjaga perkembangan anaknya, khususnya anak perempuan yang seperti di kemukakan diatas memang sangat rawan dari serangan berbagai aspek. Pendidikan seks dengan batas yang wajar dan disesuaikan dengan kondisi serta umur si anak, sangat dibutukan untuk menjaga perkembangannya kelak, orang tua harus lebih cepat sebelum si anak belajar sendiri dari lingkungan luarnya.

Kontrol orang tua disini tidak hanya terpaku pada pendidikan semisal seks, narkoba dan sejenisnya. Pemahaman tentang kebudayaan dan implementasinya pun sangat diperlukan untuk membentuk karakter si anak (baca: anak perempuan) sehingga untuk kedepannya si anak mampu untuk memilih dan memilah mana yang terbaik bagi dirinya berdasarkan rasionalitasnya sendiri, tanpa dibatasi oleh aturan-aturan yang kaku dan ancaman sanksi sosial yang tidak jelas yang malah akan membatasi pengetahuan si anak perempuannya sendiri.

Dengan itu, diharapkan akan terciptanya perempuan-perempuan dimasa yang akan datang, dengan bukan hanya menggembar-gemborkan emansipasi dan hak wanita, akan tetapi yang lahir adalah perempuan yang tahu bagaimana dan dengan cara apa dia harus bergerak dan bertindak, serta perempuan-perempuan yang memiliki pola pikir yang jauh kedepan dengan senantiasa menjaga kebaikan dirinya dan juga lingkungan sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi