Deni Andriana
http://pawonsastra.blogspot.com/
Saya memang bukan perempuan, tapi saya juga tahu siapa itu perempuan. Perempuan menurut saya adalah jenis atau spesies manusia yang mempunyai payudara yang berukuran lebih besar daripada yang di miliki laki-laki pada umumnya (walaupun ada juga perempuan yang mempunyai sedikit problem dengan payudaranya), selain itu yang saya tahu perempuan adalah yang bisa mengandung dan melahirkan anak, perempuan adalah yang memiliki sisi sensitifitas diatas laki-laki dan selebihnya saya tidak banyak lagi tahu tentang perempuan selain sisi-sisi seksualitasnya tersebut. Semua hal yang saya kemukakan adalah murni hasil pantauan dan pengalaman saya, dimana ciri-ciri itu dengan jelas bisa saya dapatkan pada Ibu yang telah melahirkan saya kedunia ini.
Perempuan dalam kacamata Kebudayaan
Pertentangan terhadap perempuan melintasi semua perlawanan yang mengatur kebudayaan. Adalah pertentangan klasik; adalah dualis dan hierarkis. Laki-laki/perempuan dengan sendirinya berarti besar/kecil, superior/inferior…. Berarti tinggi atau rendah, Alam / sejarah, Transformasi / inersia. (Helena Cixous / Hidup Matinya Sang Pengarang/Yayasan Obor)
Kebudayaan adalah sebuah sistem, dimana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Kebudayaan itu sendiri menurut pengertian antropologi dan sosiologi adalah berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat, dan inilah yang saya maksud kebudayaan.
Apa yang di atur dalam kebudayaan? Sebuah norma, sebuah aturan sebuah batasan, sebuah kewajaran yang berarti sebuah hukum yang mengikat masyarakat didalamnya. Apa yang menjadi permasalahan? Orang sering lupa, bahwa kebudayaan itu sendiri adalah hanya sebuah sistem, hanya benda mati yang tidak akan bisa menuntut apapun, dan kebudayaan itu sendiri hanyalah sebuah hasil cipta dari manusia, namun yang terjadi manusianya sendiri sering terjebak oleh sistem yang dibuatnya sendiri. Kebudayaan menjadi Tuhan, kebudayaan menjadi tombak peringatan yang ditakuti untuk dilanggar, di upayakan untuk tidak dinodai, walaupun ketentuan yang ada didalamnya bertentangan dengan kesadaran manusia budayanya itu sendiri. Rasionalitas menjadi mati kerena aturan.
Kebudayaan yang kebanyakan ada ditengah lingkungan kita pada umumnya adalah hasil kreasi nenek moyang terdahulu kita dengan jaman dan lingkungannya tersendiri, dimana setiap permasalahan yang ada dirumuskan dan di sesuaikan dengan sisi–sisi nilai dan mampaat yang ada pada jamannya. Dan permasalahannya ketika kebudayaan hasil turunan itu tetap dipakai di jaman yang berbeda, dengan nuansa alam yang juga berubah, pertanyaannya adalah apakah kebudayaan itu masih cocok untuk diikuti? Apakah Masih pantas untuk di jalankan?
Norma sosial yang menghasilkan sanksi sosial adalah sebuah batasan ketika budaya itu dilanggar. Orang yang telah mengenal pengetahuan modern diluar kebudayaan tentunya akan berpikir ulang untuk tetap terlibat dalam kebudayaan asalnya, kalau pun ada hal yang di luar rasioanalitasnya, mungkin dia akan menganggap bahwa kebudayaan yang ada itu sudah tidak wajar lagi. Tapi apa yang terjadi ketika masyarakat dan katakanlah keluarganya masih terpaku dengan kebudayaan yang dimaksud, pastinya orang tersebut akan mendapatkan sanksi sosial di masyarakatnya. Sekali lagi sistemlah yang menang dalam hal ini.
Begitu pula halnya dengan perempuan, dimana perempuan itu sendiri lahir dari sebuah kebudayaan, siapa yang menyangka kalau ada perbedaan antara siapa itu perempuan dan siapa itu laki-laki, semuanya sudah diatur oleh pendahulu kita lewat sistem budaya dan peristilahan pada jamannya, dan kita mau tidak mau harus mengikuti aturan yang telah ada dan mengakar tersebut dijaman kita sendiri.
Perempuan sebagaimana produk kebudayaan yang lainnya adalah sebuah bentuk kaku yang terikat dengan norma. Dimana kita tahu banyak aturan yang mengungkung nilai-nilai kebebasan perempuan. Perempuan tidak boleh keluar malam, perempuan tidak mesti sekolah tinggi karena akhirnya harus mempersiapkan diri menjadi seorang isteri yang baik bagi suami dan anak-anaknya, perempuan harus pandai bersolek. Itu yang terjadi, dan itu masih terjadi walaupun dewasa ini kita tahu bahwa dari kaum perempuannya sendiri banyak yang mulai menancapkan taringnya, banyak perempuan yang belajar dan beranjak mandiri dengan semangat perjuangannya, dan bahkan banyak pula perempuan yang mulai menggantikan posisi dan peran laki-laki baik di jenjang kepemimpinan maupun di dalam soal rumah tangga, nilai feminisme menjadi platform yang semakin dikibarkan.
Dari semua perkembangan di dalam pola hidup dan keberanian mengambil sikap dari perempuan yang terjadi dewasa ini, pada dasar dan hakekatnya ternyata masih jauh dari taraf yang diatas minimum, karena satu perempuan tidak akan bisa untuk mewakili jutaan bahkan milyaran perempuan yang lainnya. Kita lihat memang bayak perempuan yang maju seperti yang dicontohkan diatas, tapi lihat dan amati juga berapa banyak perempuan yang masih terbelenggu dengan aturan adatnya, berapa banyak perempuan yang masih termakan oleh sistem budaya nenek moyangnya sendiri. Dan ironisnya untuk perempuan yang katakanlah maju pun masih banyak yang malah kembali layu, satu langkah kaki tidak akan cukup untuk menempuh ribuah kilomenter jaman.
Kapitalisme Terhadap Perempuan
Kasus yang menyatakan bahwa banyaknya kaum perempuan yang menjadi korban dari perubahan dan sistem masyarakat semakin marak, kasus- kasus pemerkosaan, kekerasan terhadap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) perempuan (TKW), kemunculan skandal vcd porno yang menjadikan perempuan sebagai objek utamanya, penangkapan sejumlah WTS (wanita tuna susila) mengindikasikan bagaimana perempuan dewasa ini telah menjadi komoditi pasar yang memang sangat laris untuk di perdagangkan, bukan hanya dari sisi seksualitasnya namun kita lihat banyaknya pemampaatan tenaga kerja wanita yang berbondong-bondong menjadi buruh di luar negeri yang notabene telah menjadikan sebuah kantong devisa yang besar bagi Negara, perempuan dieksploitasi, diekspor dengan iming-iming peningkatan taraf hidup tanpa adanya perlindungan hukum yang layak dan bertanggung jawab dari pemerintahnya sendiri.
Selain itu kita lihat juga bagaimana kapitalisme media masa dan produk-produk perusahaan yang kebanyakan telah menjadikan perempuan sebagai sebuah magnet untuk menarik masa. Iklan-iklan berbagai produk, baik yang berhubungan dengan perempuannya itu sendiri seperti samphoo, sabun mandi, alat kecantikan dan iklan dari sebuah produk yang sebenarnya tidak ada hubungannya langsung dengan perempuan, tetap memakai tubuh dan jasa dari nilai seni perempuan sebagai nilai jual dari sang produk yang bersangkutan, seperti pada iklan rokok, kendaraan, dan juga kebanyakan barang-barang yang memang di jual hanya untuk lelaki. Contoh lain kita dapatkan dari pemampaatan perempuan lewat aksi dan gambar berbau pornografi di koran-koran kuning dan televisi yang memang memposisikan perempuan sepenuhnya sebagai objek dari kepuasan sekelompok komunitas, kaum lelaki dalam hal ini. Dari kesemua contoh itu, sekali lagi perempuan telah ditempatkan sebagai korban dari sebuah sistem yang kaku dimana sistem tersebut telah memposisikan kaum perempuan hanya disatu sisi bisnis semata (kapitalisme terhadap perempuan), tanpa memperhatikan hak dan perlindungan terhadap kaum perempuannya sendiri, dimana negera ini yang seharusnya mempunyai sikap terhadap semakin liarnya pemampaatan terhadap perempuan memang tidak memiliki aturan hukum yang tegas baik dari tatanan maupun tindakannya.
Peranan Sebuah Kontrol
Satu moment dimana perempuan menyadari letak dan posisinya, yang juga mempunyai hak penuh di dalam menentukan segara arah dan tindakannya dan berusaha untuk melepaskan diri dari semua sitem kaku yang selama ini telah membelenggunya, seperti adat dan budaya yang kebanyakan menempatkan perempuan pada sub tekecil di bawah sub-sub lainnya, serta juga melepaskan diri dari sistem yang berkembang diluar kebudayaannya sendiri yang dinilai tidak bisa menghargai eksistensi dari perempuan seperti kapitalisme dan globalisasi.
Maka lahirlah, perempuan-perempuan dewasa, dalam artian dewasa secara pemikiran dan tindakan. Banyak perempuan yang melakukan hal yang sebelumnya tabu untuk dilakukan, seperti sekolah sampai jenjang tinggi, berkarya dalam seni seperti musik, sastra, lukisan dan banyak lagi seperti di paparkan diawal tulisan ini. Yang pasti perempuan dengan semangat emansipasi dan feminismenya ingin menempatkan diri secara sejajar dengan kaum lelaki, tidak ada garis pembatas yang tegas antara feminisme dan maskulinitas.
Semua hal yang berkaitan dengan pola hidup dan kebebasan berkreasi secara penuh diberikan dari mulai lingkungan keluarga, tidak ada batasan seperti halnya hukum adat yang kaku. Orang tua yang sadar akan kemajuan itu menjadi guru pertama bagi peningkatan kualitas hidup anak perempuannya, dan disinilah muncul peran orang atau untuk memberikan ajarannya tentang kemandirian dan kebebasan terhadap anak perempuannya. Kebudayaan baru diciptakan oleh sang orang tua bersama anaknya dengan melandaskan pada niali-nilai terbaik, di sesuaikan pula pada kondisi ruang dan waktu dimana mereka berada.
Namun yang menjadi permasalahan adalah, ketika nilai-nilai kemandirian dan kebebasan seperti di kemukakan diatas lepas dari koridornya, yang pasti pada dasarnya tidak ada suatu hal apapun yang bisa bebas sepenuhnya dari yang namanya norma dan hukum adat kebudayaan asalnya. Kita sering mendapatkan orang tua yang melepaskan kontrol terhadap anak perempuannya yang relatif masih dibawah umur, katakanlah ABG. Orang tua membiarkan anak perempuannya pulang larut malam tanpa adanya rasa ingin tahu, banyak orang tua yang tidak peduli seminimal mungkin pun tentang pergaulan anak perempuannya itu diluar, pendidikannya, teman-teman pergaulannya. Kebebasan dan peran orang tua terkadang melupakan bahwa perempuan memiliki eksklusifitas yang perlu dijaga, yaitu kehormatan yang sebenarnya menjadi nilai lebih bagi perempuan di banding laki-laki.
Dampak dari lemahnya kontol orang tua dalam mengawasi gerak dan aktivitas anak perempuannya sangat berperan besar dalam menjerumuskan si perempuannya sendiri kedalam sisi dimana kembali harga perempuan hanya sebatas keperawanan. Pergaulan bebas dengan motif seks, narkotika dan dunia hiburan malam menjadi areal dan alat yang paling sensisif untuk disentuh perempuan yang notabene memiliki daya pertahanan yang relatif lebih rendah dari pada kaum laki-laki.
Tidak heran kalau banyak pakar menyatakan bahwa untuk kategori AIDS saja, paling banyak berasal dari kaum perempuan, terutama yang di akibatkan oleh seks bebas. Kenapa? Hal ini bisa di wajarkan, karena dalam kasus seks bebas kebanyakan, perlindungan seperti alat kontrasepsi pada umumnya di pakai dan memang diperuntukan untuk laki-laki. Sekali lagi budaya yang kaku mengalahkan perempauan dalam hal teknologi, dimana alat-alat kontrasepsi yang kebanyakan beredar di pasaran memang kebanyakan diperuntukan untuk laki-laki, walaupun memang dewasa ini telah dikembangkan alat-alat kontrasepsi untuk wanita, namun kerena pendidikan seks yang rendah dan kurangnya perhatian orang tua di dalam manjaga perkembangan anak perempuannya, menyebabkan perempuan identik dengan korban paling dirugikan dari perilaku seks bebas tanpa perlindungan.
Peran terbesar orang tua memang sangat dituntut dalam hal ini, khususnya untuk membentuk mentalitas dan kualitas dari perempuan per-generasinya. Keterbukaan akan informasi dan perkembangan jaman memang sangat dituntut untuk mengikuti setiap perubahan yang muncul, penyesuaian diri, dan orang tua sebagai guru pertama yang mengajari anaknya jauh sebelum guru di TK dan sekolah dasar, harus lebih menjaga perkembangan anaknya, khususnya anak perempuan yang seperti di kemukakan diatas memang sangat rawan dari serangan berbagai aspek. Pendidikan seks dengan batas yang wajar dan disesuaikan dengan kondisi serta umur si anak, sangat dibutukan untuk menjaga perkembangannya kelak, orang tua harus lebih cepat sebelum si anak belajar sendiri dari lingkungan luarnya.
Kontrol orang tua disini tidak hanya terpaku pada pendidikan semisal seks, narkoba dan sejenisnya. Pemahaman tentang kebudayaan dan implementasinya pun sangat diperlukan untuk membentuk karakter si anak (baca: anak perempuan) sehingga untuk kedepannya si anak mampu untuk memilih dan memilah mana yang terbaik bagi dirinya berdasarkan rasionalitasnya sendiri, tanpa dibatasi oleh aturan-aturan yang kaku dan ancaman sanksi sosial yang tidak jelas yang malah akan membatasi pengetahuan si anak perempuannya sendiri.
Dengan itu, diharapkan akan terciptanya perempuan-perempuan dimasa yang akan datang, dengan bukan hanya menggembar-gemborkan emansipasi dan hak wanita, akan tetapi yang lahir adalah perempuan yang tahu bagaimana dan dengan cara apa dia harus bergerak dan bertindak, serta perempuan-perempuan yang memiliki pola pikir yang jauh kedepan dengan senantiasa menjaga kebaikan dirinya dan juga lingkungan sekitarnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar