Rabu, 09 Maret 2011

Lima Liang Banua

Sainul Hermawan
http://www.radarbanjarmasin.co.id/

Dia bosan hidup miskin. Miskin itu tidak enak. Tak bisa apa-apa dan selalu dipandang rendah. Dia memutuskan meninggalkan kampungnya, merantau ke dekat batubara. Meninggalkan ibunya. Selama ini dia cuma tahu bahwa orang tuanya cuma satu. Sejak kecil dia tak pernah melihat seperti apa abahnya. Cuma tahu namanya, dan dia tak peduli itu benar atau salah.

Saat akan berangkat, ibunya cuma berteriak, “Ingat-ingat jalan pulang.” Tak ada air mata. Hidup atau mati bagi mereka cuma soal mengingat jalan pulang pada rumah-rumah yang tak pernah abadi di pinggir kali atau di rumah-rumah usang yang siap ditinggal pergi penghuninya kapan saja.

Dia tak pernah pulang. Dia pun tak tahu kemana ibunya setelah itu. Entah masih hidup atau telah tewas. Kematian begitu intim seperti kuburan yang ditanam di pekarangan rumah. Meski begitu ia masih ingat jalan pulang: menyusuri kali dan sungai sampai di bawah pohon besar yang diangkerkan. Rumah kardus itu lenyap setahun setelah kepergiannya.

Batubara mengajarinya bahwa hidup harus menggali. Dokter-dokter gila duit menggali kantong pasiennya. Pejabat korup menggali pajak-pajak rakyat. Tiba-tiba terlintas wajah maling kambuhan di kampungnya dulu, mungkin 25 tahun silam, yang harus menggali kuburan bayi demi jari-jari mungilnya yang diyakininya sebagai azimat malih rupa. Gelandangan abadi menggali kubur mereka di jalanan.

Kini ia kaya raya karena galiannya merambah wilayah yang jauh: menyodok, memelintir, membunuh, memenjarakan, memperkosa hak-hak alam. Memerangkap penguasa dengan enteng dalam pusaran uangnya yang tak mau diam.

Kekayaannya tak sempat membahagiakan ibunya. Atau jangan-jangan dia memang tak kenal apa itu bahagia bahkan saat ia memiliki banyak uang seperti sekarang.

Semakin uang melimpah, semakin rakus ia melebihi satwa paling buas. Ke tanah suci berkali-kali, memenjarakan saingan bisnisnya dengan keji, ia pun tak peduli banyak sesamanya mampus akibat dampak buruk usahanya terhadap lingkungan. Dia lihat mereka, tapi tak ada rasa yang paling dirasakannya, selain wangi uang. Mungkin dalam alam bawah sadarnya bersemayam keyakinan yang memfosil: tak ada Tuhan selain uang.

Ya, dia punya keyakinan istimewa pada uang. Uanglah yang menolongnya menaklukkan para kades, camat, bupati, kiai, walikota, kapolres, kapolda, gubernur, hakim, jaksa, pengacara, ketua DPR, LSM, bahkan presiden. Karena itu dia genggam uang itu dengan erat. Setiap hari hidup demi uang. Sebab, dia tak ingin lagi dilecehkan seperti dulu. Dia tak mau miskin lagi. Kemiskinan yang hina jauh lebih buruk dari kekayaan yang najis.

Di rumahnya yang megah di atas bukit. Rumah yang bisa dilihat orang-orang yang lewat dari segala arah, dia memandang senja. Dari rumahnya yang ingin mengabarkan harga diri di hatinya: aku kini urang sugih, paling harat, semua perlu tahu itu! Senja yang lain. Satu-satu senja yang membuat dia merasa Tuhan sedang melihatnya.

Ia tetap menatap tajam gerakan aneh dari bola matahari di ufuk barat. Seseorang kerdil berjalan memutar matahari senja yang redup, seperti hamster berlari dalam selongsong kawat yang menjadi kurungannya. Sampai ia dikagetkan seseorang yang menepuk pundak kirinya. Saat menoleh, matahari itu tenggelam cepat seperti lumpur lapindo melahap lapak-lapak.

Ia tak kenal orang itu dan entah ia lewat mana. Ia tak bertanya, tertegun. Baru sore itu ia menerima tamu tanpa rencana sejak ia kaya raya. Rambutnya sebahu. Berpeci putih dengan garis merah darah di bagian bawahnya. Wangi khas orang yang baru keluar dari tempat-tempat suci. Giginya rapi. Tanpa kumis dan janggut atau lebih tepatnya kumis dan janggut itu tampak baru dirapikan, dipotong.

Berbusana gamis putih. Tanpa sandal. Si kaya raya itu terkagum pada wajahnya yang sejuk dan senyumnya yang membedah perasaannya. “Diamlah jika mau selamat! Saya tahu kamu selama ini juga pendiam. Kamu bukan apa-apa dengan semua kemewahan ini. Sebentar lagi saya akan jawab pertanyaan dari dalam hatimu. Siapa aku memang sangat penting bagimu daripada apa yang akan terjadi sebentar lagi. Itu sebabnya kamu tersesat. Kamu dihantui kesiapaan.”

Lelaki berjubah putih itu mengulurkan tangannya padanya yang masih belum selesai ternganga. Pria berjubah itu menyebut nama, nafasnya sedingin hawa kulkas di bawah nol derajat.

“Mana kopiah hajimu? Trendi sekali kau sore ini.” tatapannya yang teduh tampak menelisik dari ujung kaki sampai kepala si sugih. Tubuhnya menegang.

“Apa yang kau cari dengan berakus-rakus begini?” si sugih kaku itu merasakan aliran darahnya melambat. Limbung ke kiri dan… Bruk! Pertanyaan remeh dari tempat gaib menohok titik-titik penting dalam jiwa dan raganya. Darahnya dia, syaraf-sarafnya kacau. Tiga puluh menit kemudian dia dalam ambulans. Lelaki gempal yang sejauh itu masih premannya berteriak, “Ke Ulin, cepat!”

Patwal di depan iring-iringan ambulans dan mobil preman. Melaju melewati foto-foto pejabat yang cuma bisa menghiasi tepi jalan dengan foto, kegenitan masa kecil yang setia.

Di Ulin, peneriak Ulin itu meminta pelayanan khusus. Petugas jaga bingung menyikapi orang biasa yang dikawal polisi.

“Maaf, kamar ICU penuh. Kami berikan kamar periotas untuk pemeriksaan 30 menit ke depan.”

“Apa? Kami mau dokter terhebat di sini, berapapun biayanya! Telpon bosmu!”

Petugas gemetar, tapi nadinya masih lancar. Di ujung telepon langsung mengiyakan. Haji rakus itu tak boleh mati malam ini. Tak ada doa. Tapi harus ada yang dirisikokan. Ada orang biasa yang mungkin selamat dalam ICU, yang telah lama antri, harus memperpanjang antrean.

Perawat langsung mengevakuasi tubuh si sugih yang kaku. Matanya membelalak. Perawat menutupkan selimut ke kepalanya. Baru kali itu ia merasakan kegetiran hebat. Di ICU, setelah dokter jaga melihat wajahnya, ia berharap semua tenang. Ia memberikan penjelasan tentang serangan penyakit yang menimpa tuan mereka.

“Maaf, Bapak-bapak, kami di sini selalu gagal menyelamatkan gejala seperti ini. Di kota ini tampaknya tak ada penyakit aneh seperti ini. Coba lihat ke sini.”

Dokter mengajak para pendamping melihat dengan cermat mata tuan mereka. Perawat mematikan listrik. Dalam gelap mata si kaya muda itu mengeluarkan sinar merah. Dalam matanya ada jurang yang sangat dalam seperi galian batubara. Mata para penyaksi, kecuali dokter dan tim medis yang piket saat itu, merasakan aliran darah yang melambat dan jantung mereka tiba-tiba berhenti berdetak.

Kegawatan berikutnya tercipta. Keempat bodyguard itu langsung disimpulkan untuk dimasukkan ke kamar jenazah. Sampai seseorang berpakaian hitam-hitam muncul dari toilet di samping kamar itu, menyuruh mereka segera menyiapkan ambulans.

“Rafael?” perawat-perawat ternganga. Tak percaya dalam suasana genting ia hadir di rumah sakit. Rumah bagi pasien dan dokter sakit. Tadi petang mereka menyaksikan show Rafael memang. Ia cuma seseorang yang mirip. Jika ia mirip Ariel, kisahnya pasti beda.

“Ya atau bukan, dengarkan sugesti saya. Malam ini bawa mereka ke lubang-lubang batubara di Kotabaru, Tanah Bumbu, Binuang, Balangan, Tanjung. Di sanalah mereka harus dikubur, begitu saja, tanpa doa, tanpa kafan. Mereka selama ini pemuja setan dan mereka sekarang urusan saya. Bukan urusan manusia baik-baik untuk memakamkannya. Kalau paham, anggukkan kepala, ambulans sudah siap. Nanti ikuti mobil saya itu.”

Di bawah remang sinar lampu teras bangsal Jahanam, mobil hitam bernomor DA 1 terparkir di sana. Perawat tak punya waktu bertanya lagi. Dia minta orang-orang tanpa nyawa itu dilarikan ke lubang-lubang batubara. Lelaki mirip Rafael itu masuk mobil yang siap dikawal Patwal lapis lima.

Tengah malam yang sepi. Iring-iringan ambulans hanya mengerlipkan lampu. Kapal penyeberangan ke Tanjung Serdang sudah siaga. Lelaki di DA satu tadi sudah ada di lima liang batubara pada saat yang sama. Di bibir galian batu bara yang menganga seperti bekas bumi dihantam meteorit, lelaki itu memanggul mayat itu di hadapannya. Wajahnya tengadah ke langit warna darah. Dia menyebut nama Tuhan yang asing di telinga para pengantar dengan suara menggelegar. Mereka menutup telinga.

“Inilah calon fosil demi persediaan batu bara anak cucu banua kelak! Terimalah! Kabulkanlah”

Telinga para penyaksi menyimak setiap kata yang ia teriakkan. Setiap katanya mematikan sepuluh sel tubuh mereka. Terasa mereka ada antara hidup dan mampus.

Katanya: kaya menjadikannya hina. Hina lebih miskin daripada orang miskin yang mulia. Kaya rakus. Kaya tikus. Kaya monyet. Tumpaslah, tuntaskanlah, Paduka yang Mulia!

Langit berubah. Cerah. Bintang kerlap kerlip. Lelaki itu sedih, merasa permohonannya ditolak. Para penyaksi masih menunggu yang akan terjadi. Kerlap-kerlip itu mendekat, cepat dan berekor. Menghantam segala yang ada. Berdebum. Tanah retak membuncah, memuntahkan air tanah. Kotabaru banjir, Batulicin juga, Tanjung dan Balangan tergenang.

Dalam sekejap air setinggi sisa-sisa pohon di sekitarnya. Ambulans mengapung, mengalir bersama batang-batang kayu. Tak tampak satu pun manusia yang mengapung dalam aliran bah menuju muara terendah. Sampai regu penyelamat menemukan perempuan berambut panjang, berkulit putih, dan berwajah cemerlang, tersangkut di akar pohon. Tangannya kuat menggenggam selembar kertas putih yang dilaminating. Di kertas itu tertulis sajak tua “Dendam Sungai”.
***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi