Saut Situmorang*
Media Indonesia, 5 Agus 2007
LARUT malam di bawah banner depan Taman Ismail Marzuki (TIM). Saya yang hendak pergi ke Serang, Banten, menghadiri pertemuan komunitas sastra se-Indonesia, dipanggil Hudan Hidayat untuk gabung ngebir bersamanya. Waktu saya menemui Hudan, ternyata sudah ada beberapa orang, seperti Djenar Mahesa Ayu dan Richard Oh. Mereka baru saja mengikuti acara Pekan Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri. Malam bertambah larut, bahkan hampir pagi. Lalu ada yang mengusulkan untuk menelepon Bang Tardji keluar dari hotel di depan TIM tempat ia dan keluarga menginap. Bang Tardji ditelepon dan tak lama kemudian ia keluar dan duduk bersama kami. Sejak tadi, perempuan bernama Djenar Mahesa Ayu itu macam-macam tingkahnya dan sekarang lebih gawat lagi. Sambil memegang-megang kepala Bang Tardji, yang selama sepekan diperingati sebagai penyair terbesar dalam sejarah sastra Indonesia modern, perempuan berpakaian sangat revealing itu mulai bermonolog menyebut ‘sosok’ kelamin lelaki berulang-ulang.
Karena mulai muak dengan pemakaian bahasa yang sangat minimalis dan sexist Chauvinist”! Hudan Hidayat sang ‘pembela kebebasan’ dan pencetus manifesto pembela kebebasan bernama seram Memo Indonesia diam tak berkata apa-apa. So much for freedom of expression!
***
Serang, Banten, dua hari kemudian. Dalam sebuah diskusi tentang ideologi dan estetika di Pertemuan Sastrawan Ode Kampung 2, Hudan Hidayat menyatakan baginya teks (karya sastra) adalah segalanya dan di luar teks tak ada apa-apa. Hudan juga mengklaim ideologi seseorang tidak harus sama dengan praktik kehidupan (berkarya) seseorang. Karena teringat pada malam di bawah banner depan TIM itu, saya merasa kasihan kepada orang itu. Kalau memang ia benar-benar percaya pada apa yang ia omongkan, sambil mengutip-ngutip ayat-ayat Alquran lagi, bahwa teks adalah segalanya dan di luar teks tak ada apa-apa. Lantas, untuk apa ia ribut-ribut dengan Taufiq Ismail membela-bela ‘kebebasan kreatifnya’ sebagai sastrawan? Untuk apa-apa ribut-ribut membuat (bersama tiga orang lain) Memo Indonesia lalu ‘mendeklarasikannya’ di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan media massa, cuma agar teks seperti yang dihasilkannya diterima sebagai ‘karya sastra’ oleh dunia sastra Indonesia? Bahkan, menyerang Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung (ditandatangani ratusan sastrawan dan penggiat komunitas sastra dengan latar ideologi seni yang berbeda-beda dari Aceh sampai Lombok) yang prihatin terhadap kondisi dekadensi kultural dalam sastra kontemporer Indonesia dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia! Kalau seorang Djenar Mahesa Ayu saja tidak dapat ditangani Hudan Hidayat dalam soal ‘kebebasan berpendapat’, bagi saya memonya itu cuma bullshit.
***
Sekarang mari kita simak isi memo mereka itu. Dengan bahasa yang begitu abstrak (mirip bahasa memo para birokrat kekuasaan!) Memo Indonesia ditulis dalam enam paragraf yang intinya tentang kemanusiaan dan kebebasan. Mereka menyatakan, “Kesempurnaan kemanusiaan adalah… toleransi atas keberagaman nilai, tempat warga bangsa-bangsa berbahagia atas perbedaan mereka.” Seandainya mereka benar-benar percaya atas konsep ‘toleransi’ dan ‘keberagaman nilai’, bukankah tidak seharusnya mereka menyerang Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung yang memang berbeda pandangannya atas apa itu ‘standar estetika’ dalam penulisan karya sastra, seperti yang dilakukan M Fadjroel Rachman dalam tulisannya di Media Indonesia (29 Juli 2007)? Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung (PSOK) jelas-jelas menolak ‘eksploitasi seksual’ sebagai ‘standar estetika’ karena setiap ‘eksploitasi’ apalagi yang dilakukan atas nama ‘kebebasan’ adalah perendahan atas nilai kemanusiaan. PSOK tidak tabu terhadap seks, tapi antieksploitasi seks demi eksploitasi seks itu sendiri. Contoh nyatanya adalah buku (yang diklaim kedua penulisnya sebagai ‘karya seni sastra’, tapi tanpa mampu dibuktikan dalam konteks kritik sastra!) berjudul Tuan & Nona Kosong oleh Hudan Hidayat dan Mariana Amiruddin. Saya lebih mendapat tekstase seksual yang berseni dari film Andrew Blake tentang seks seperti Paris Chic ketimbang novel post-novel Hudan dan Mariana. Alasannya, karena film Blake memakai seks seperti sudah seharusnya dan bukan dibuat-buat supaya kelihatan provokatif. Seks adalah teks itu sendiri dan dieksplorasi lewat berbagai posisi pandangan termasuk psikologi cerita. Istilah pasarannya, seks dalam film Andrew Blake bukan bumbu cerita, tapi harus ada. Mirip dengan teks-teks Marquis de Sade. Apa yang bisa saya dapat dari Tuan & Nona Kosong yang peristiwa penerbitannya saja dimulai (dengan sengaja!) dengan ‘polemik’ di koran Media Indonesia antara para pembuat Memo Indonesia dan Hudanis lainnya itu!
“Kami adalah manusia bebas. Berdaulat atas jiwa dan raga kami untuk mencipta kemanusiaan kami sendiri dalam kebebasan penciptaan tanpa penjajahan,” teriak Memo Indonesia lagi. Siapa rupanya yang melarang mereka ‘mencipta’! Siapa yang menghalangi mereka untuk berdaulat atas jiwa dan raga mereka! Kok, sepertinya para penulis memo itu memberi kesan sudah dirampas kebebasannya, bahkan hak atas jiwa dan raga mereka. Padahal memo mereka itu sangat bebas mereka iklankan ke mana-mana termasuk di SMS!
“Kemajuan dan kebebasan kemanusiaan adalah cita-cita kami. Perbedaan dan kerja sama adalah jalan kami. Hukum dan demokrasi adalah tempat kami mengembalikan segala keberbedaan,” demikianlah bunyi repetitif Memo Indonesia. Terus terang saya capek membacanya. Slogan melulu sih. Birokrat speak doang! Sebenarnya saya mengharapkan isi yang cerdas, lebih intelektual elaborasi idenya, dan lebih nyastra bahasa ekspresinya. Bukankah keempat pembuatnya orang-orang hebat semuanya (sastrawan, esais, redaktur majalah, cendekiawan) seperti yang mereka sendiri cantumkan sebagai penjelas nama mereka!
M Fadjroel Rachman dalam tulisannya di Media Indonesia, seperti yang saya sebut di atas, dengan gagah menyatakan, “Tidak ada pribadi Indonesia, tak ada kebudayaan Indonesia, manusia yang tinggal di negeri Indonesia adalah pribadi global…” Kalau memang identitas ‘Indonesia’ itu tak ada, lantas kenapa masih merasa perlu untuk memakai istilah ‘Indonesia’ dalam nama Memo Indonesia?
Sloganisme dan inkonsistensi dianggap akan memajukan kemanusiaan. Ambisi besar tentu wajar apalagi dalam diri para elite dunia ketiga pascakolonial yang rata-rata hidup di ibu kota negerinya. Motorway dan gedung pencakar langit dipercaya sebagai simbol kebebasan kemanusiaan. Bagaimana bisa bicara kemajuan kemanusiaan dan kebebasan individu di tengah-tengah kemiskinan dan ketakadilan sosial yang mengelilinginya! Dan, betapa naifnya pandangan politik segelintir elite dunia ketiga yang merayakan pribadi global dan kebudayaan global tanpa pernah sekalipun memeras otak mereka untuk menelusuri genealogi historis dari konsep globalisme itu sendiri.
“Apa artinya menjadi manusia Indonesia hari ini?” tanya Fadjroel Rachman dalam tulisannya itu. Dengan baik hati ia memberikan jawabannya sendiri, “Menjadi manusia global membubung tinggi bersama jiwa-jiwa bebas seluas Bumi, mencipta hari depan manusia bersama-sama secara global.”
Tak ada yang baru dalam slogan itu. Humanisme liberal dari abad 19 penuh dengan frase-frase indah tentang kebebasan dan kemanusiaan. Juga kesetaraan perempuan. Tapi, apa kenyataannya? Humanisme liberal menyebabkan agama Kristen mati di Barat dan kolonialisme terjadi di Asia, Afrika, dan benua Amerika. Dan, bukankah feminisme sebagai gerakan perlawanan perempuan justru lahir dalam era kekuasaan liberalisme! Sekarang kita saksikan kekuatan liberal paling besar dalam planet ini mengeksploitasi kekuasaan ekonomi dan politiknya untuk menghancurkan negeri-negeri dunia ketiga kecil (Amerika Latin, Vietnam, Afrika, Afghanistan, Irak) yang tidak mau tunduk dalam kebebasan dan kemanusiaan ala Paman Sam.
Sebagai elite dunia ketiga, manusia mana yang akan Anda bela? Kebebasan siapa yang akan Anda rayakan? Apakah manusia Indonesia memang termasuk yang dianggap manusia dalam kemanusiaan global? Apakah kebebasan manusia Indonesia termasuk yang dirayakan dalam kebebasan kemanusiaan global? Mana buktinya?!
Ada beberapa kawan dan kenalan yang seharusnya berangkat ke Amerika Serikat tiba-tiba tidak jadi berangkat, padahal mereka diundang institusi-institusi Amerika sendiri untuk datang. Ternyata Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta tidak memberikan mereka visa. Alasannya sangat sepele, yaitu nama mereka nama orang Arab. Kalau politik rasisme sudah menjangkau nama, masih tidak malu Anda mengaku-ngaku sebagai humanis liberal?
* Saut Situmorang, esais, tinggal di Yogyakarta
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/08/tifa-memberhalakan-kebebasan-ala-memo.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar