Minggu, 07 Agustus 2011

K e c e w a

Chairul Abshar
http://www.suarakarya-online.com/

Bila tidak karena mempertimbangkan kegaduhan yang mungkin timbul, Darwis hendak berteriak sekeras kerasnya dan berlari keliling perkampungan itu. Ia ingin memproklamirkan kegembiraannya kepada semua warga bahwa dia siap bekerja lagi. Semua utangnya akan dibayar lunas. Mang Karta pemilik warung rokok, Mpok Milah pedagang nasi uduk tak perlu was was kalau ia kabur. Kalau perlu, bayar sekalian berikut bunganya. Dan, terakhir, akan dipasangkan di depan rumahnya pengumuman: “Dilarang memandang Darwis sebelah mata”. Pedih rasanya dilecehkan karena menganggur.

Memang, di tangannya kini terpegang surat panggilan kerja. “Anda diharapkan datang Senin 1 Agustus 2011, untuk mulai bekerja. Tentu saja kami akan memberikan pengenalan singkat dan brifing tugas yang menjadi tanggungjawab Anda”. Tertulis jelas di kertas itu.

Mewahnya kertas surat itu memastikan bukan berasal dari perusahaan kacangan. Kertas itu terlalu mahal bagi mereka. “PT Produk Lokal Indonesia” terpampang gagah di tengah atas kertas yang dipegangnya. Nama perusahaan itu terasa aneh, tapi ia tidak peduli.

Surat lamaran mana yang nyasar ke perusahaan itu? Ribuan lamaran dilayangkan sudah. Beberapa saja yang punya alamat jelas. Selebihnya masuk Kotak Pos saja.

Dari semua lamaran yang dikirim, tak satu pun dijawab. Tidak untuk sekadar interviu, apalagi panggilan kerja. Darwis larut dalam angan yang mendadak hadir di relung pikirannya. Ini peluang bagiku. Keadaan mulai berubah. Aku harus ambil posisi itu.

Tiga tahun menganggur, hidup dari pesangon yang sudah minus, seperti sekarang, terasa menyesakkan. Apapun pekerjaan itu, aku tak boleh menampiknya. Ini mungkin satu-satunya kesempatan.

PUKUL ENAM PAGI, Darwis meninggalkan rumah petak kontrakannya. Semangat dan ceria memancar dari wajahnya yang berseri-seri. Siapa pun, yang pernah bertemu dia sebelumnya, akan tercengang. Darwis ceria sekali.
Penuh semangat. Selangkah demi selangkah, ia menjauh dari pintu rumahnya.
“Ceria bener, Bang.”
“Udah kerja lagi, ya, Bang?”
“Enggak sarapan uduk dulu, Bang?”
“Ngutang lagi? Tapi, abis gajian langsung bayar!”
“Biasa aja,” sahutnya nyaris tak terdengar. Entar kalian semua bakal terkagum-kagum, katanya dalam hati.

Darwis terus berjalan mantap. Langkahnya mengayun pasti. Di ujung gang, ia berhenti sesaat, melirik jam tangan. Masih terlalu pagi. Tidak perlu terburu-buru.

BEGITU PINTU LIFT TERBUKA, kakinya mengayun ringan. Menoleh ke aras kanan, di ujung pandangannya ia menatap logo perusahaan yang memanggilnya, mencengkeram dinding ruang tamu. Seorang resepsionis menatapnya.
“Saya Darwis.” Ia memperkenalkan diri. “Saya diminta menghadap pak Marzuki, Manajer Personalia.”
Resepsionis itu tersenyum, menyadari kehadiran Darwis. Terasa ada yang janggal dengan senyum itu.

“Ya, ya Bapak, manajer baru itu, kan?” Senyum itu tetap menempel di bibirnya. “Saya Sonya,” ia mengulurkan tangan. “Selamat bergabung, Pak. Saat ini Pak Marzuki sedang meeting, sebentar lagi selesai,” kata Sonya. “Tapi, Pak Marzuki sudah menugaskan saya mengantarkan Bapak melihat-lihat ruang kerja Bapak.”

“Nah, ini ruangan Bapak,” sahut Sonya membuyarkan kekaguman dan kebingungan yang baru dihadapi Darwis, sambil membuka pintu sebuah ruangan. “Bapak tunggu disini. Silakan isi formulir data karyawan ini.”

“Ini ruang kerjaku?” Darwis bingung lagi. Ia ingat ruang direktur marketing di kantor lamanya. Fantastis, pikirnya. Ruang manager baru sudah semewah ini?
Marzuki Nasir, manager personalia ditemui Darwis, ternyata sama dengan lainnya. Murung sekali wajahnya.

“Silakan Pak Darwis,” sahutnya kepada Darwis yang telah berdiri di pintu, sambil menunjuk kursi di seberang meja kerjanya. “Dari mana Bapak tahu kami membuka lowongan ini?” tanya Marzuki.
Darwis terkejut, tidak menyangka ditanya begitu. “Apa Bapak tidak bikin iklan lowongan?” tanyanya.
“Tidak, sama sekali tidak pernah.” jawab Marzuki.
“Ada kebijakan di sini, kami tidak diperkenankan mengiklankan apa pun dalam menjalankan bisnis ini.”
“Bagaimana resume saya bisa sampai ke tangan Bapak?” Darwis bertanya dalam kebingungannya.
“Surat lamaran Anda, ada dalam kotak pos kami!”
Kebingungan Darwis kian menjadi. Ia terdiam beberapa saat. “Boleh saya tahu berapa nomor kotak pos itu?”
“9999 JKS.”

Jantung Darwis berdetak cepat. Seketika ia ingat. Ia memang mengirimkan satu set berkas lamarannya ke kotak pos itu. Ia bahkan tidak tahu bahwa kotak pos itu memang ada. Hanya iseng saja mengirimkannya.

Frustrasi karena tak satu pun lamarannya direspon, jadi sisa yang dimilikinya dikirim sembarang saja. Kata orang, 9 angka hokky. Darwis masih bingung.
“Ya, sudahlah,” sahut Marzuki mengerti kebingungan Darwis. “Sepertinya Anda memang berjodoh kerja disini.”
“Apakah saya diterima langsung bekerja?”
“Ya, setelah Anda menandatangani perjanjian kerja.Apa surat panggilan kami kurang jelas?”
“Jelas sekali. Hanya … sedikit kaget. Tidak pernah begini sebelumnya,” sahut Darwis lega.
“Apakah ada seseorang yang mereferensikan saya?”
“Oooo, kami tidak menanggapi referensi apa pun.”
“Apakah Bapak merasa cukup dengan resume saya?”

“OK. Bekerja di sini tidak sama di tempat lain. Kami tidak mementingkan formalitas. Anda akan rasakan bedanya, nanti setelah bergabung kerja di sini.”
Darwis masih bingung dengan persoalannya.”Bagaimana Bapak bisa yakin, saya mampu bekerja di sini?”

“Sudahlah, tidak perlu Anda pikirkan. Seperti saya katakan, Anda berjodoh kerja disini. Pengalaman Anda sangat membantu. Ada beberapa hal yang Anda ketahui sebelum Anda menandatangani surat perjanjian kerja.”

“Selayaknya perusahaan multinasional, semua perhitungan biaya operasional dilakukan dalam dolar, termasuk gaji karyawan.” Dia berhenti sesaat, “Tentu saja yang Anda terima sudah berupa rupiah. Konversi yang kami gunakan adalah kurs rata-rata,” Marzuki nyerocos tanpa memberi kesempatan Darwis berpikir.
“Itu sangat fair,” Darwis berkata lirih.

“Sebagai manajer baru, basic salary Anda sebelum pajak adalah 1500 dolar Amerika.” Ada penekanan khusus, yang dirasakannya pada kata Amerika, “Setelah potong pajak dan potongan resmi lain, Salary Anda 1200 dolar.”

HERU DHARMA adalah Direktur PT Produk Lokal Indonesia. Ia orang kedua. Orang pertamanya berkebangsaan Jerman sebagai regional operation director.

“Perusahaan ini merupakan perusahaan multinasional yang berpusat di Tel Aviv, Israel,” sahut Sang Direktur memperkenalkan perusahaan itu. “Perusahana ini merupakan representative office untuk kawasan Southeas Asia dan sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun di Indonesia. Cabang perusahaan ini menyebar di berbagai negara,” lanjutnya. “Pemiliknya adalah raksasa produsen consumer good dunia, advertising agency global, dan banyak biliuner terkaya dari berbagai negara.”

“Kami punya banyak pabrik, memproduksi berbagai consumer good di pelbagai kota. Pasta gigi, sampo,sabun kesehatan, sabun kecantikan, dan lain-lain.”

“Market share kami tidak berkembang pesat. Tapi,penjualan kami tetap tumbuh konstan. Gejolak ekonomi dan krisis moneter tidak berpengaruh.”

“Persoalan yang sedang kami: image.Karena itulah akhirnya diputuskan untuk mengadakan brand image departemen ini, sehingga masalah itu ditangani serius. Andalah yang memimpinnya, Bung Darwis. ”
“Sebentar, Pak,” Darwis menyela pembicaraan.”Kalau diijinkan, saya ingin bertanya.”
“Silakan. Apa saja.”
“Saya bingung. Rasa-rasanya saya belum pernah menemukan produk perusahaan ini di pasaran.”

“Tentu, Bung tidak akan pernah menemukannya di pasar. Produk kami untuk kalangan terbatas. Anda sering mengamati iklan di televisi?”
“Tidak sampai mengamati, tapi saya sempat melihatnya,” jujur Darwis menjawab.

“Hahaha…” Heru Dharma terbahak. “Tak seorang pun benar-benar memperhatikan iklan di televisi, tapi mereka semua ngoyo, tetap saja memutar iklan itu. Memang begitu kenyatannya. Itu terjadi dimana-mana.”

Kejanggalan lain menyeruak di benak Darwis. Bagaimana bisa orang tertawa sementara rona wajahnya murung? Apa sebenarnya yang sedang terjadi di sini?

“Suatu kali, Bung pasti pernah melihat iklan yang membandingkan dua produk sejenis.Sabun ini dengan sabun produk lokal. Dan, semua produk lokal kalah mutu.”
“Ya pernah. Sering malah,” Darwis mengangguk.

“Mereka keterlaluan.” muka Heru memerah marah. “Seharusnya mereka mempertimbangkan perasaan kita. Egois!.” ketus sekali kata “egois” itu diucapkannya.
Darwis kaget. Emosi bapak ini seperti tidak stabil. “Bung kira, siapa yang bikin semua produk itu?”
Darwis terkesiap. “Saya pikir, semua itu untuk menjaga etiket beriklan saja.”

“Semua orang akan mengira begitu. Tapi, semua itu adalah produksi perusahaan kita. Kami yang menyuplai mereka. Tentu berdasarkan spesifikasi order mereka.”
“Jadi sebenarnya yang diproduksi hanyalah pembanding supaya produk di pasaran seakan lebih baik?”

“Begitulah, Bung Darwis.Kita diadakan, diperintah untuk membuat produk serampangan. Mereka ingin produk mereka berkesan wah. Supaya produk mereka diserbu pembeli. Kalau saja kita diijinkan melempar produk kita ke pasar dan mengiklannya, keadaan tidak akan begini.” Miris sekali Heru mengucapkan kalimat itu.

Darwis melongo. Ia benar-benar tidak pernah menyangka begini. Produk Lokal ternyata merek dagang resmi. Merek dagang yang sengaja diciptakan untuk menjadi loser, supaya produk di pasar jadi superior.
“Kenapa Bapak betah bekerja di sini?”

“Betah? Saya betah bekerja di sini?” Wajahnya kembali murung seperti lainnya. “Dulu, ada staf saya yanf sangat idealis. Ia tidak terima perlakuan ini, dan tiba-tiba saja menghilang. Ia bukan aktivis anti Status Quo. Tapi, ia memang tidak pernah ditemukan kembali. Dirumahnya, di kampungnya, tidak ada. Demi kerahasiaan, mereka tak segan-segan bertindak biadab.”

Darwis kecewa dengan kenyataan yang dihadapinya. Ia merasa dijebak sedemikian rupa, sekaligus meragukan pula siapa yang menjebaknya. Mereka? Ataukah keadaan yang terasa tidak berpihak kepadanya?

SORE HARI, tepat pukul 18.00, Darwis masih terhenyak di ruang kerjanya. Ruang kerja yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Rapi, megah.Mungkin hanya direktur atau pengacara yang punya ruang seperti itu. Para pegawai lainnya sudah pulang. Hari pertama bekerja di kantor barunya merupakan hari yang panjang.

Darwis akhirnya kecewa. Tidak ada yang bisa dibanggakan kerja disini. Ia baru sadar, kenyataan inilah yang menyababkan semua orang disini jadi serba misterius. Senyuman hambar, tak bersemangat, serba murung. Perubahan emosi secara mendadak. Ini gila, pikirnya.

Akankah aku siap hidup tanpa semangat memperoleh pengakuan? Bukankah orang di luaran sana berjuang banting tulang, bunuh-bunuhan untuk sebuah pengakuan? Sementara aku disini, hanya diakui sebagai pecundang.

Hidupku sudah tergadaikan. Aku sudah jadi manusia tanpa kebanggaan. Mukanya masam memikirkan semua itu. “Indak karajo, nak karajo. Alah karajo, mancilobia”.*) Pepatah yang ia dengar di kampung terngiang-ngiang kembali di benaknya. Keadaan yang ia alami sampai akhirnya memperoleh pekerjaan ini digambarkan persis oleh kalimat-kalimat tua itu.

Pantaskah hidup ini ditukar begitu saja dengan sejumlah materi? Apakah ia memiliki pilihan? Ia sama sekali tidak yakin! ***

* Padang, 2011

*) Ungkapan ini sering digunakan masyarakat Minang bagi orang yang sangat kecewa pada pekerjaannya: “Tidak bekerja, ingin bekerja. Setelah dapat pekerjaan, ternyata mengecewakan hati.”

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi