Jumat, 26 Agustus 2011

Menunggu Datangnya Anjing

A.S. Laksana
http://www.jawapos.co.id/

Jika Anda mengandaikan DPR adalah sebentuk simptom bagi negeri ini, saya kira Anda akan kesulitan merumuskan ia simptom apa. Kadang-kadang ia terasa seperti migren di kepala bagian kiri, kadang-kadang terasa seperti penyakit tempo dulu gondongan, atau sering ia muncul dalam bentuk sembelit. Ketika ia muncul ke permukaan sebagai migren, Anda membahas bagaimana migren bisa terjadi dan bagaimana cara mengatasinya. Pada hari berikutnya ia menampilkan diri sebagai stroke ringan. Namun ketika Anda kejar hal-hal yang berkaitan dengan stroke dan cara mengusirnya, keesokannya ia sudah bergeser menjadi tumor ganas. Mungkin Anda akan kelelahan menguber-uber simptom yang berpindah-pindah tersebut.

Sekarang ini saya tidak tahu ia menampilkan diri sebagai simptom apa. Maksud saya, kegemaran pelesiran apakah bisa kita samakan dengan simptom sembelit atau masuk angin biasa saja atau gegar otak. Dan perilaku simptomatik semacam itu muncul hanya beberapa hari setelah mereka minta maaf di hari Lebaran.

Saya sendiri mendapatkan pesan-pesan singkat, puisi-puisi permintaan maaf lahir batin, dari beberapa anggota DPR yang secara pribadi saya kenal. Saya tahu itu satu pesan singkat yang dipancarluaskan ke semua nomor telepon yang tersimpan di database handphone mereka. Itu rutin hari raya, sebab saya kira mereka tidak pernah benar-benar merasa bersalah. Belum seminggu permintaan maaf itu, mereka sudah membuat orang-orang membicarakan mereka karena terlalu bergairah melakukan perlawatan atau pelesiran. Ini headline pertama yang saya baca setelah beberapa hari tanpa koran karena loper langganan saya mudik.

Maka, itu simptom apa dan bagaimana mengatasinya?

Anda tahu bahwa cara efektif untuk menyingkirkan simptom adalah membereskan akar masalahnya. Penting bagi Anda untuk mencari tahu apa yang melandasi simptom tersebut. Saya curiga jangan-jangan akar masalahnya tersembunyi begitu rupa sehingga sulit bagi kita untuk menemukannya, sementara jenis simptomnya sendiri berpindah-pindah.

Pada cerita-cerita zaman dulu, jika sebuah negeri mengidap penyakit-penyakit semacam itu, atau apa pun jenisnya, penyelesaiannya tidak terlalu sulit. Simpel saja, Tuhan akan menyelamatkan atau menghancurkan. Jika terjadi pada seseorang, juga tak akan terlalu menjadi masalah. Anda bisa memahami beberapa pola untuk menyembuhkan penyakit atau mengakhiri penderitaan. Biasanya akan datang peri dengan tongkat sakti; sekali ia mengayunkan tongkatnya maka segala masalah beres. Atau Anda hanya membutuhkan ciuman seorang perempuan cantik. Atau Anda bisa mengadakan sayembara.

Dayang Sumbi, misalnya, mengadakan sayembara ketika ia menghadapi ”masalah berat” ketika taropong-nya -salah satu bagian dari alat tenun- jatuh ke kolong rumah. Tampaknya ia terlalu malas untuk meluangkan waktu barang beberapa menit untuk mengambil alat itu. Ia lebih suka membuat sayembara: barangsiapa bisa mengambilkan taropong-nya, kalau lelaki akan ia jadikan suami, kalau perempuan akan ia jadikan saudara. Masalahnya, dengan taropong beres ketika datang seekor anjing mengambilkan benda itu. Dan itu anjing laki-laki. Maka, perempuan cantik yang awet muda itu kawin dengan si anjing pemenang sayembara.

Tetapi kita hidup di zaman ketika peri-peri sudah menyingkir dan sayembara bukan lagi penyelesaian. Kendati demikian, keajaiban sesekali masih terjadi. Anda mungkin pernah mendengar cerita tentang pasien kanker yang menyembuhkan dirinya sendiri ketika menurut dokter usianya tinggal beberapa waktu lagi.

Konon ada motivasi di sana. Ada hasrat yang menyala untuk melanjutkan kehidupan dan menjadi lebih baik. Maka, hal-hal itulah yang melahirkan mukjizat kesembuhan.

Becermin dari sana, saya penasaran apakah mungkin ada motivasi atau hasrat menyala yang bisa menyembuhkan negeri ini. Kalau ada, seperti apa bentuknya dan oleh siapa? Sampai sekarang masih gelap bagi saya untuk menduga-duga kemungkinan yang bisa memunculkan keajaiban. Terlalu banyak perilaku simptomatik di negeri ini sehingga kita nyaris tidak bisa menebak apa penyakit sebenarnya. Dan lebih dari itu, apa akar masalahnya.

Anda bisa mengatakan bahwa kita kekurangan bakat-bakat kepemimpinan sembari memberikan sejumlah alasan. Itu bisa menjadi spekulasi yang masuk akal. Anda bisa mengatakan bahwa di sini terlalu banyak ketamakan. Ada pragmatisme yang gila-gilaan sehingga setiap bentuk otoritas selalu diperlakukan seperti jalan tol untuk mengeruk apa saja. Itu juga bisa merupakan analisis yang mudah diterima. Anda bisa menggonggong dan berspekulasi apa pun tentang pengelolaan negeri ini, kafilah kekuasaan akan tetap berjalan begitu-begitu saja.

Dalam versi saya, negeri ini kekurangan cerita yang baik. Setiap hari kita hanya menjumpai cerita-cerita buruk yang membikin kita sesak nafas, atau jengkel, atau memendam kemarahan. Ini cerita-cerita yang tidak menyehatkan.

Kita memerlukan cerita-cerita yang menyembuhkan. Dalam mitologi Yunani, ada seorang pemuda yang berkelana dengan tujuan menemui orang-orang yang menderita oleh penyakit, oleh perang, oleh bencana, oleh kelaparan, atau oleh penyebab-penyebab lainnya. Kepada orang-orang yang menderita, ia menuturkan cerita-cerita yang bisa meringankan penderitaan -sebab di sana ada inspirasi yang bisa membebaskan orang dari rasa sakit.

Tentu ada inspirasi juga dalam cerita-cerita yang buruk. Ada implikasi di dalam setiap cerita, baik atau buruk cerita itu. Bedanya, dalam cerita-cerita yang buruk kita kemungkinan besar hanya akan mendapatkan inspirasi yang buruk. Tidak mungkin kita mendapatkan inspirasi yang baik dari cerita tentang DPR yang senang piknik, misalnya. Tidak mungkin kita mendapatkan inspirasi untuk kebaikan pada cerita-cerita tentang kegagalan menegakkan hukum. Dari cerita-cerita tersebut, Anda hanya akan mendapatkan kesengsaraan dan ujung-ujungnya kemarahan. Hanya kemarahan yang merupakan respons terbaik bagi cerita-cerita yang menguras kesabaran itu.

Apa pesan tersirat dari cerita penusukan jemaat HKBP? Atau oleh jembatan yang ambles, tanpa gempa tanpa bencana? Keburukan bisa terjadi sewaktu-waktu, bahkan dalam situasi yang adem-adem saja, pada bulan ketika orang saling memaafkan lahir dan batin.

Dengan cerita-cerita buruk yang terus menyerbu kita setiap hari, dari mana kita bisa mendapatkan inspirasi? Kita memerlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari dalam diri sendiri; kita memerlukan motivasi untuk memberantas akar masalah. Seorang teman mengatakan bahwa hanya diperlukan sedikit kewarasan untuk bangkit membereskan diri.

Saya setuju sekali dengan itu. Satu-satunya orang yang tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri adalah orang yang mengalami kerusakan otak. Ia tidak bisa lagi menggunakan otaknya, mungkin karena ada kelumpuhan dalam organ terpenting itu. Bisa kerusakan fisiologis, bisa kerusakan psikologis.

Jenis lain yang gagal mengatasi masalah adalah orang yang ketololannya sebegitu rupa sehingga tidak mampu mencerna apa pun dan selalu gagal mempelajari apa pun. Tidak ada pengetahuan, tidak ada kecakapan baru yang bisa dipelajari oleh orang yang sangat tolol. Nah, saya tidak mampu membayangkan bahwa negeri ini serupa dengan orang yang tidak mampu menggunakan otaknya untuk menggerakkan perubahan.

Urusan DPR suka pelesir akan menjadi urusan sepele ketika kita bisa memberi tahu mereka bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan selain pelesir. Tetapi ketika otak tidak mampu mencerna saran atau kata-kata atau apalagi analisis, maka segalanya akan menjadi hal yang sia-sia belaka. Mungkin yang terjadi benar-benar kerusakan otak, secara fisiologis maupun psikologis. Saya kira penting di waktu-waktu mendatang untuk menguji kondisi otak seseorang dalam fit and proper test untuk setiap jabatan publik.

Kalau memang tidak ada yang fit and proper, dan kita semalas Dayang Sumbi untuk mengatasi masalah sendiri, saya kira tak ada jalan lain kecuali menyelenggarakan sayembara: Barang siapa bisa menyembuhkan penyakit negeri ini, kalau laki-laki akan dijadikan suami, kalau perempuan akan dijadikan saudara kandung. Kalaupun yang bisa menyembuhkan adalah seekor anjing, tak apalah. Seekor anjing cukup baik bagi bangsa yang tak bisa membangkitkan diri sendiri. (*)

*) A.S. Laksana beralamat di aslaksana@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi