Teguh Winarsho AS
http://www.sinarharapan.co.id/
RUMAH kami telah menjadi puing dan tumpukan sampah. Kami tak tahu dari mana sampah sebanyak itu datang ke rumah kami. Lihatlah, batu, kayu, besi, bongkah dinding bertumpuk seperti bukit gersang. Serupa gunung sehabis meletus. Tapi aku dan Cut Putri tetap memutuskan tinggal di rumah. Kami hanya berdua sebab Abah dan Umi belum pulang menjenguk kami. Sejak hari pertama, ketika gelombang tsunami datang. Padahal biasanya mereka tak pernah pergi lama. Paling ke rumah Paman Hasan di Sidikalang atau mengunjungi Tengku Sadin di Lhoksukon yang sudah dua tahun sakit. Menginap semalam dua malam lalu pulang. Tapi kini, sudah hampir dua minggu mereka belum pulang.
Cut Putri kerap menangis menanyakan Abah dan Umi. Sebagai kakak, aku sedih tak bisa berbuat banyak. Kami sama-sama perempuan yang kini tak berdaya. Ke mana kami mesti mencari Abah dan Umi? Meulaboh terlalu luas untuk kedua kaki kami yang kecil tak berdaya. Apalagi cuaca sering tak bersahabat. Kami ragu bisa menemukan Abah dan Umi. Yang bisa kami lakukan hanya menunggu dan menunggu. Menunggu keajaiban datang mempertemukan kami dengan Abah dan Umi.
Tapi entahlah, kami tiba-tiba sering disergap cemas setiap ingat Abah dan Umi. Kami takut sesuatu buruk menimpa mereka. Dua minggu bukan waktu yang pendek untuk menunggu datangnya kabar baik. Tak pernah habis cerita di sini: seseorang tiba-tiba raib selama beberapa hari kemudian ditemukan tewas mengenaskan di tepi hutan atau di tengah jalan layaknya bangkai anjing. Seolah kematiannya dijadikan peringatan bagi kami yang masih hidup agar selalu berhati-hati. Ya, ya, kalian boleh tak percaya, ini memang cerita lama, tapi sesekali masih berlangsung di tengah kehidupan kami, seperti kaset video yang selalu diputar ulang. Membuat jantung kami berdebar kencang setiap kali menginjakkan kaki di luar rumah. Membuat napas kami begitu sesak oleh bayangan kematian.
Ya, ya, siapa yang bisa menjamin keselamatan kami saat berada di luar rumah? Sedang di dalam rumah pun kadang kami masih merasa takut. Sekelompok orang bisa saja mendobrak pintu rumah seraya menodongkan senapan. Berkali-kali kami mendengar bunyi senapan mengoyak malam dan peluru-peluru itu seolah berdesing hanya beberapa senti di telinga kami. Membuat malam-malam kami begitu mencekam meniupkan aroma kematian. Membuat tidur kami tak pernah bisa nyenyak seolah di luar banyak setan berkeliaran. Dan Geuchik Ibrahim tentu bukan orang pertama yang diseret dan digantung di pojok kampung sehabis santap sahur. Jauh sebelumnya Tengku Amar telah merasakan bagaimana ujung pisau menyayat leher dan perutnya.
Lalu, Abah dan Umi? Apa yang terjadi menimpa Abah dan Umi? Kenapa sudah dua minggu belum pulang? Kami masih ingat, pagi itu, pagi yang cerah itu, Abah dan Umi memang sedang berkemas-kemas hendak pergi. Kami tak tahu mereka akan pergi ke mana. Kami tak sempat bertanya, karena toh biasanya Umi akan memberitahu kami jika saatnya sudah tiba.
Dan, pagi cerah itu, kami berdua masih asyik nonton tv di ruang tengah sambil bercanda, sementara Abah shalat dhuha dan Umi di kamar sibuk memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas ketika tiba-tiba kami merasakan rumah kami bergetar. Awalnya kami tak menduga bahwa itu adalah gempa. Semakin lama getaran itu semakin keras. Kami panik ketakutan. Belum pernah kami mengalami gempa sekuat ini. Abah yang baru selesai shalat dhuha segera datang menenangkan kami. Abah terus berdoa. Mulutnya komat-kamit.
Getaran itu berangsur-angsur reda. Kami mulai tenang. Abah mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, lalu beringsut ke kamar Umi. Tentu mereka akan segera pergi. Cukup lama Abah berada di kamar Umi hingga tiba-tiba kami dikejutkan oleh gemuruh ombak laut yang begitu dahsyat menerjang rumah kami. Sejak itu kami tak pernah melihat Abah dan Umi. Berkali-kali kami berteriak memanggil Abah dan Umi, tapi tak ada jawaban. Sejurus kemudian kami merasakan udara begitu gelap dan senyap menyergap berkepanjangan.
Di mana Abah dan Umi?
***
HARI-HARI tanpa Abah dan Umi terasa sangat sepi. Sehabis maghrib kami tak pernah lagi mendengar Abah dan Umi mengaji di meunasah. Kami sangat rindu Abah dan Umi melantunkan ayat-ayat suci, membuat hati kami tenang dan damai. Membuat perasaan kami nyaman seolah para malaikat turun melindungi kami. Kami masih ingat, suara Abah serak-serak basah sedang suara Umi yang bekas penari seudati itu, sangat merdu tak ada duanya di kampung kami. Tapi kerinduan kami tak pernah terobati. Abah dan Umi belum kembali.
Setiap hari kami menunggu Abah dan Umi pulang. Menunggu dengan perasaan perih dan jantung berdebar-debar. Tapi angin yang datang pun tak pernah membawa kabar kepulangan Abah dan Umi. Hujan dan gerimis berlalu begitu saja seperti tak peduli. Malam menjadi saat-saat membosankan karena udara begitu dingin menampar, membuat tubuh kami menggigil gemetar, perut kami berkerucuk lapar. Sedang siang hari terik matahari tak terperi memanggang, membuat tubuh kami seperti terbakar.
Kami terus di rumah, di antara puing bangunan dan sampah, menunggu Abah dan Umi pulang. Kami tak tahu sampai kapan harus menunggu. Segalanya menjadi tak pasti kini, seperti warna langit yang tiba-tiba pudar berubah kelam. Seperti kematian yang tiba-tiba datang menemuimu di tikungan jalan. Kami telah melewati hari-hari meletihkan setelah gelombang laut yang dahsyat itu datang. Setelah siang dan malam, panas dan dingin, haus dan lapar tak henti-henti mendera tubuh kami. Di sini kami terus menunggu Abah dan Umi pulang. Terus menunggu….
Tapi kampung kami telah menjadi kampung mati. Kami tak pernah melihat orang melintas di jalan apalagi menghampiri rumah kami. Sesekali kami hanya melihat beberapa helikopter berputar-putar di atas ketinggian. Kami berharap helikoter itu turun menghampiri kami. Kami membayangkan Abah dan Umi ada di dalam helikoter itu untuk menjemput kami. Tapi burung besi itu hanya berputar-putar di udara. Sesekali memang terbang rendah, tapi tak sampai menyentuh tanah. Suaranya meraung-raung memekakkan telinga membuat kami kadang justru ketakutan. Mengingatkan gemuruh gelombang laut yang membuat rumah kami hancur.
Kami sudah tak sekolah lagi. Seragam dan buku-buku kami hilang entah ke mana. Tapi, ah, kami juga tak yakin apakah sekolah kami masih berdiri sedang semua bangunan rata tanah kecuali sebuah masjid dikejauhan sana. Lalu, di mana teman-teman sekolah kami? Hana, Fitri, Lina, Rieska, Fatma? Di mana para guru? Di mana ustadz Jakfar dan Haji Ali yang selalu mengumandangkan adzan di masjid? Di mana tetangga kanan kiri? Di mana Abah dan Umi? Di mana mereka semua sekarang ini? Kenapa hanya kami berdua di sini?
Oh, tidak! Tidak! Kali ini kami tidak berdua lagi. Ya, ya, di depan sana kami melihat beberapa orang datang, berjalan tergesa-gesa menghampiri kami. Pakaian mereka dekil dan kotor. Kami gembira sekali. Siapa tahu di antara mereka ada Abah dan Umi. Ya, ya, siapa tahu Abah dan Umi sedang mencari-cari kami. Tapi, ah, apa yang sedang mereka lakukan? Kenapa mereka membawa karung dan tongkat seperti pemulung? Kenapa sesekali mereka berhenti? Apa yang sedang mereka cari? Di mana Abah dan Umi?
Tiba-tiba kami merasa cemas dan takut. Orang-orang itu kini sudah sampai di rumah kami. Membongkar puing bangunan dan tumpukan kayu. Menyingkirkan sampah dan batu-batu. Mata mereka tajam mencari-cari sesuatu. Lalu saat tubuh kami mereka temukan, mereka segera berebut mengambil cincin, anting dan gelang yang masih melekat di tubuh kami. Begitu cepat mereka bergerak hingga tak ada lagi benda berharga tersisa di rumah kami. Mereka kemudian pergi dengan langkah gegas, tergesa, seperti kawanan pencuri.
***
RUMAH kami telah menjadi puing dan tumpukan sampah. Kami tak tahu dari mana sampah sebanyak itu datang ke rumah kami. Lihatlah, batu, kayu, besi, bongkah dinding bertumpuk seperti bukit gersang. Seperti gunung sehabis meletus. Tapi aku dan Cut Putri tetap memutuskan tinggal di rumah. Kami hanya berdua sebab Abah dan Umi belum pulang menjenguk kami. Sejak hari pertama, ketika gelombang tsunami datang menghancurkan rumah kami, sampai hari ini saat sekelompok orang mengambil paksa cincin, kalung dan gelang yang masih melekat di tulang-tulang kami yang telah kering dan kaku seperti batu.
Ya, ya, kami masih di sini menunggu Abah dan Umi. Atau, ah, siapa saja yang bersedia datang untuk mengubur tulang-tulang kami sebelum seseorang atau sekelompok orang datang membakar rumah kami yang telah menjadi puing dan tumpukan sampah….
Tolonglah! Please…
Depok, 2005
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar