Kamis, 11 Agustus 2011

Cerpen, Modernitas dan Kematian

Marwanto
http://www.kr.co.id/

BAGAIMANA masyarakat modern-kota memandang kehadiran sebuah cerpen? Sudah barang tentu jawabannya beragam. Sebuah cerpen di suratkabar mungkin dipandang sebagai hiburan semata. Pemuatannya di sebuah koran harian yang pas hari Minggu, sangat cocok untuk mengisi waktu santai. Cerpen di sini lalu hanya semacam intermezo. Selingan dari kebisingan berita yang “itu-itu saja”: kekerasan, kriminal, kesibukan di lantai bursa serta acara seremoni politisi.

Tapi bisa juga cerpen dipandang sebagai rubrik koran yang serius. Yang perlu mengernyitkan dahi untuk menyimaknya. Perlu pencermatan dalam mengikuti jalan ceritanya. Alhasil, di sini cerpen mampu menghadirkan sebuah penghayatan bagi pembacanya. Penghayatan yang menuntun mereka untuk merenungi kehidupan.

Pandangan kedua tersebut didukung oleh fakta bahwa tidak sedikit cerpen yang dimuat di koran mampu menyuguhkan, istilahnya Jane K Marshal (seorang guru di Institut Keguruan Yale-New Haven, Amerika), a slice of live. Cerpen adalah “sepotong atau secuil kehidupan”. Lewat cerpen, sepotong kehidupan tadi mampu dimaknai, dan karena itu cerpen juga membersitkan sebuah pesan. Pesan itu bisa berupa anjuran moral, toleransi atas keberagaman, kepedulian akan keadilan dan sebagainya.

Namun pesan yang paing “efektif didengar” oleh manusia modern-kota saat ini kiranya adalah datangnya ajal, kematian. Mengapa? Pertama, kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi. Kedua, kematian juga mampu menyadarkan bahwa di hadapan Sang Penentu Ajal, manusia itu lemah, tak berdaya. Dalam konteks demikian, pesan kematian yang disampaikan pada masyarakat modern-kota menemukan relevansinya. Sebab, salah satu ciri masyarakat modern adalah merasa berkuasa dan bisa menguasai segalanya (atas dunia). Jadi, dengan kematian, seakan mereka disadarkan: bahwa mereka hanya makhluk yang lemah. Ia hanya setitik debu.

Menyimak buku Waktu Nayla, Cerpen Pilihan Kompas 2003 (Penerbit Buku Kompas, 2003) tak ubahnya menyimak pesan-pesan kematian. Sebab mayoritas cerpen di sini memang menyuguhkan tema dan setting kematian, maut dan ajal.

Cerpen pembuka dalam buku ini, yang oleh dewan juri Kompas dianggap yang terbaik, juga menyuguhkan tema kematian: seorang wanita yang dikejar-kejar waktu akan datangnya ajal akibat kanker ovarium yang dideritanya. Cerpen karya Djenar Mahesa Ayu ini dibuka dengan paragraf yang mengandung ide cerdas: manakah penunjuk waktu yang benar, jam/arloji atau gejala alam? Ide ini mengingatkan kita pada bait sebuah puisi yang pernah dimuat sebuah harian di Yogya: “apakah waktu/seperti yang kita angankan pada jarum jam”. Sebagai cerpen terbaik, sebetulnya tak ada yang istimewa dari “Waktu Nayla”. Mungkin karena keberhasilan Djenar bertutur dengan diksi yang rancak disertai ekspresi yang kuat membuat cerpen ini “beda” dari yang lain.

Cerpen lain yang kental tema ajal atau maut adalah “Saya Tidak Sedang Menunggu Tuan!”(Hamsad Rangkuti) dan “Rumah Baru” (Pamusuk Eneste). Harus diakui, kedua cerpenis senior ini masih memiliki elan vital untuk menyuguhkan cerpen yang apik. Baik Hamsad mapun Pamusuk mampu menghadirkan tema tentang maut yang patut kita renungkan. Bedanya, kalau Hamsad membuka cerpennya dalam suasana duka lalu bergerak ke kebangkitan untuk hidup, maka Pamusuk mengawali cerpennya dari suasana gembira (kesuksesan seorang bos setelah purna tugas) lalu mengarah ke ujung kematian. Dua cerpen inilah yang paling kuat mewakili tema tentang kematian.

Sementara cerpen lain meski tak mengangkat tema tentang maut, namun setting yang disuguhkan tak jauh dari ajal, kematian dan mayat. Cerpen tersebut adalah “Rumah Makam” (Putu Fajar Arcana), “Para Ta’ziah” (Ratna Indraswari Ibrahim), “Panikov” (Laban Abraham), “Malaikat Kecil” (Indra Tranggono), “Kacapiring” (Danarto) dan “Perempuan Semua Orang” (Teguh Winarsho AS).

Dari cerpen-cerpen tersebut setting dalam “Kacapiring” begitu kuat menghadirkan aroma kematian: “Rumah sakit ini rasanya menebar arus kematian. Terasa pada tengkuk dan telapak tangan yang dingin. Lorong-lorong yang lengang menghantarkan kereta jenazah yang bergulir sendirian…..” Cerpen ini sebenarnya berkisah tentang seorang suami yang selingkuh sehingga menyebabkan keluarganya tak bahagia. Danarto kembali dengan gaya “sufistik” dengan menampilkan tokoh istri yang ditinggal selingkuh menjadi “maya”.

Sementara dari empat cerpen yang bertema sosial (“Ode untuk Sebuah KTP” karya Martin Aleida, “Legenda Wongasu” karya Seno Gumira Ajidarma, “Batas” karya Helen Yahya dan “Jl Kembang Setaman, Jl Kembang Boreh, Jl Kembang Desa, Jl Kembang Api” karya Kuntowijoyo) kiranya cerpen Seno-lah yang mampu mengangkat realitas sosial secara gamblang, verbal dan satire. Cerpen ini menggambarkan dampak krisis di Indonesia yang berkepanjangan sehingga untuk bertahan hidup seseorang harus berburu asu (anjing). Karena pekerjaannya itulah maka tokoh dalam cerpen itu (mungkin juga maksudnya seluruh rakyat Indonesia) mempunyai tingkah polah mirip anjing.

Cerpen “Asmoro” (Djenar Mahesa Ayu) dan “Kembalinya Pangeran Kelelawar” (Bre Redana) sama-sama mengangkat tema seorang yang terobsesi pada pujaan hatinya. Namun sementara tokoh dalam cerpen Bre Redana mampu keluar dari cengkraman lawan jenisnya (“sesekali bayangan Pangeran Kelelawar berkelebat, tapi ia sudah tak takut lagi”), cerpen karya Djenar memperlihatkan si tokoh tetap terus terobsesi (“abadi di tumpukan kertasnya”).

Dua cerpen lainnya, “Sinar Mata Ibu” (Haris Effendi Tahar) dan “Gus Jakfar” (Musthofa Bisri) secara tematis punya kedudukan sendiri dalam buku ini. Cerpen “Sinar Mata Ibu” berkisah tentang kesabaran seorang menantu dalam merawat ibu mertuanya yang telah pikun. Cerita ini enak dibaca terutama karena bahasa ungkap yang sederhana dan ending cerita yang sepele dan menggelikan. Sedang cerpen “Gus Jakfar” dari Gus Mus dapatlah diposisikan sebagai cerita yang berguna bagi pencerahan rohani.

Secara keseluruhan ke-18 cerpen dalam buku ini memang menyuguhkan tema beragam. Karena, sudah barang pasti, kriteria juri untuk memilih 18 cerpen tersebut tak berdasar atas tema. Namun tetap saja aroma kematian begitu menonjol mewarnai cerpen dalam buku ini. Hal ini jelas bukan tanpa maksud. Sebab, bagi masyarakat modern-kota (segmen terbesar pembaca koran di mana cerpen-cerpen ini dimuat) yang terlalu sibuk oleh rutinitas sehari-hari, kematian hanya dipandang sebagai titik akhir berhentinya aktivitas. Padahal, seperti orang bijak katakan: kematian bukanlah titik, kematian adalah titik dua.
Barangkali buku ini ingin mengajak pembaca sekalian untuk memaknai dan mengisi titik dua tersebut.

(Marwanto, pecinta dan pembaca sastra tinggal di Kulonprogo)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi