Anjrah Lelono Broto
http://suaraguru.wordpress.com/
Dari waktu ke waktu, Indonesia senantiasa berhadapan dengan problematika pengangguran. Naik-turun kuantitasnya dalam data Biro Pusat Statistik (BPS) maupun Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) seringkali tanpa diikuti kajian maupun program penanganan yang bersifat holistik lebih lanjut, terkait dengan karakteristiknya, peta persebarannya, maupun sektor ekonomi yang berpeluang besar yang dapat menampungnya. Seiring perkembangan akses pendidikan, karakteristik pengangguran di Indonesia juga mengalami perubahan. Di masa-masa sebelumnya, angka pengangguran didominasi oleh individu yang tidak berpendidikan (uneducated) dan berkompetensi (unskilled). Akan tetapi, dewasa ini karakteristik pengangguran di Indonesia juga berkembang ke arah peningkatan pengangguran terdidik.
Merujuk pada hasil penyidikan kepolisian RI, pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriot dan Ritz Charlton Jum’at kemarin (17/07) diduga dilakukan oleh Nur Hasbi, lelaki asal Dusun Katekan Desa Ngadirejo Kabupaten Temanggung yang menurut keluarganya berprofesi sebagai tukang kunci. Tentang benar atau tidaknya, kita tunggu hasil tes DNA yang sedang dilakukan kepolisian kita. Menurut anggota keluarganya, lelaki ini juga sempat menikmati pendidikan di Ponpes Al Mukmin Ngruki pimpinan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, bahkan dirinya juga sempat menjadi pengajar Bahasa Inggris di Ponpes tersebut. Menilik keterangan pihak keluarganya, jelaslah bahwa lelaki yang diduga pelaku bom bunuh diri ini memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai tetapi mengapa dia hanya berprofesi menjadi tukang kunci? Begitu juga dengan hasil penyidikan kepolisian pada peristiwa-peristiwa bom bunuh diri sebelumnya, pelaku pada umumnya berpendidikan cukup memadai namun berprofesi leveling down (dibawah tingkat pendidikan dan kompetensinya) sehingga terkesan sebagai angkatan kerja tidak penuh (underutilizied).
Mungkinkah pengangguran terdidik berpotensi menjadi teroris? Problematika ketenagakerjaan di Indonesia tidak hanya terkait dengan fakta kurangnya kesempatan kerja, akan tetapi juga terkait dengan pemanfaatan angkatan kerja secara optimal. Hauser (1974) mengatakan bahwa problem mendasar yang dihadapi negara-negara berkembang adalah rendahnya pemanfaatan angkatan kerja. Masalah rendahnya pemanfaatan angkatan kerja ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa di negara-negara berkembang tidak terdapat adanya tunjangan sosial bagi para pengangguran. Akibatnya, pengangguran akan mengeluarkan segala sumber daya yang ada untuk berupaya bekerja (seadanya) guna mencukupi kebutuhan hidupnya dan membangun eksistensinya sebagai individu (from useless to usefull). Meskipun, akhirnya berkembang situasi adanya fakta bahwa banyak penduduk yang bekerja tidak penuh (underutilizied).
Di masa akhir Orde Baru yaitu 1991-1996 tercatat angka pertumbuhan penduduk mencapai angka 2,4 persen per tahun, sedangkan angka angkatan kerja mengalami pertumbuhan sebesar 2,8 persen per tahun. Di sisi lain, pada periode yang sama angka kesempatan kerja hanya sekitar 2,3 persen per tahun. Angka kesempatan kerja yang berada di bawah angka pertumbuhan angkatan kerja mengakibatkan angka pengangguran terbuka meningkat dari 2,59 persen di tahun 1991 menjadi 4,89 persen di tahun 1996 (BPS).
Di tahun 2007, satu dekade setelah lansiran data BPS di atas, karakteristik pengangguran mulai didominasi oleh pengangguran terdidik ditandai dengan signifikansi peningkatan angka pengangguran terdidik. Di tahun 2006, angka pengangguran terdidik mencapai 673.628 orang. Namun di tahun 2007, jumlah ini kemudian merangkak naik menjadi 740.206 orang atau naik 7,02 persen per tahun (BPS,2007). Berarti, bisa kita bayangkan berapa jumlah pengangguran terdidik di tahun 2009 ini?
Hasil penelitian Prihantono (1998) menunjukkan bahwa pengangguran terbuka di Jawa Tengah banyak terjadi di wilayah pembangunan yang basis ekonominya telah bergeser ke non-pertanian, dari kutub ekonomi agraris ke industrialis. Fakta yang memprihatinkan adalah 45 persen pengangguran terbuka di Jawa Tengah terjadi pada individu yang berpendidikan tinggi, sarjana. Persoalan ini akan semakin rumit jika pada tahap selanjutnya menimbulkan berbagai gejolak sosial-politik. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya proporsi terbesar pencari kerja atau pengangguran adalah individu yang berpendidikan tinggi (Fak. Geografi UGM,1998).
Besar kemungkinan fakta ini juga mengembang di Temanggung, kota kelahiran Nur Hasbi yang diduga menjadi pelaku bom bunuh diri di kawasan Mega Kuningan Jum’at lalu (17/07). Latar belakang pendidikan dan kompetensinya yang tidak terserap oleh dunia kerja, secara psikologis akan membangun rasa ketidakbergunaan atau ketidakbermaknaan (useless) sehingga rayuan jaringan teroris yang ingin menggunakannya sebagai ‘pengantin’ (yang siap mengorbankan diri demi ketercapaian tujuan kelompok teroris) menghadirkan eksistensi dan kebermaknaannya kembali (usefull). Meskipun kita semua memahami bahwa eksistensi dan kebermaknaan tersebut tersebut nisbi dan bersifat pribadi.
Globalisasi memberikan dampak yang besar dalam menentukan peta ketenagakerjaan suatu negara. Ketergantungan Indonesia kepada negara-negara lain dalam aspek ekonomi, perdagangan, investasi, dan moneter, memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pasar kerja, terutama pada elemen kebutuhan dunia usaha. Castells (1977) mengatakan bahwa ada dominasi dan dependensi imperalis-industrial melalui penanaman modal dan kontrol perkembangan industri domestik di negara-negara Dunia Ketiga. Negara-negara maju cenderung mengembangkan pengendalian yang tidak berimbang atas seluruh aliran barang dan jasa.
Bukan rahasia lagi, beragam industri multinasional asing yang beroperasi di tanah air hanya memanfaatkan potensi di negeri ini, seperti rendahnya upah buruh, sumber daya alam yang melimpah, pasar yang besar, bahkan hingga lokasi nyaman membuang limbah (polutan). Di satu sisi, beragam industri multinasional asing tersebut enggan melakukan upaya ’’alih teknologi”, karena mereka menyadari apabila sumber daya manusia di Indonesia mengalami perkembangan maka potensi yang ada di negeri ini akan dikelola sendiri dan mengurangi keuntungan mereka secara drastis. Bahkan, besar kemungkinan menjadi pesaing bisnis yang dapat menjungkalkan mereka karena sumber daya manusia di Indonesia jelas lebih memahami potensi dan peluang pengembangannya.
Fenomena lain yang makin tidak menyehatkan dunia kerja Indonesia adalah adanya praktek-praktek nepotisme dalam rekrutmen tenaga kerja. Notodihardjo (1992) memaparkan bahwa dalam rekrutmen tenaga kerja yang menggunakan praktek-praktek nepotisme pada perusahaan kelompok pribadi mencapai angka 64 persen, pada perusahaan multinasional turun menjadi 20 persen dan perusahaan milik pemerintah menjadi 18 persen. Dengan sendirinya ada peluang besar terjadinya ketidaksesuaian antara jabatan dan latar belakang pendidikan dan kompetensi. Hal ini tentu saja kian menambah kompleksitas problematika kesempatan kerja karena berpotensi terjadinya inefisiensi atau ketidakoptimalan produktivitas kinerja.
PR yang belum tergarap dunia pendidikan kita adalah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan bekal kemampuan membaca-mengisi peluang usaha sejalan dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing peserta didik. Poin yang terakhir ini akan mendorong tumbuhnya mindset inovatif, kreatif, inisiatif, dan spirit kewiraswastaan lainnya yang berbasis pada mindset kemandirian. Tujuannya adalah menciptakan output pendidikan yang tidak hanya menjadi objek dunia usaha, melainkan mampu menjadi subjek sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri bahkan individu lain. Spirit kewiraswastaan yang berbasis mindset kemandirian adalah paradigma dan pola perolaku individu yang memiliki kemauan-kemampuan untuk membaca dan menciptakan peluang, bersaing, dan atau merebut kesempatan yang tersedia. Hal ini dilakukan untuk melakukan proses pengadaan, penyediaan dan penjualan barang maupun jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Hasil penelitian Blau dan Duncan (1967) di Amerika Serikat, Mark Blaug (1974) di Inggris, dan Cummings (1980) di Indonesia, menunjukkan adanya kecenderungan yang tidak berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Pendidikan formal hanya memberikan kontribusi lebih kecil terhadap status pekerjaan dan penghasilan dibanding faktor-faktor lain di luar sekolah seperti pelatihan dan pengalaman. Faktanya, lulusan pendidikan formal seringkali belum siap kerja. Fakta ini diperkuat dengan adanya masa training antara 1-3 bulan di awal masa kerja, yang pada dasarnya merupakan bentuk pengakuan dunia usaha bahwa output pendidikan formal relatif belum siap kerja.
Lalu apakah yang diperoleh output pendidikan formal tersebut ketika menghabiskan waktu dan biaya ‘luar biasa’ di lembaga-lembaga pendidikan formal tersebut? PR inilah yang juga belum tergarap oleh dunia pendidikan kita.
Meningkatnya angka pengangguran terdidik dalam peta pengangguran di Indonesia juga mendorong lahirnya gejala ”leveling down” yaitu meningkatnya tenaga kerja berijazah lebih tinggi yang mengisi lapangan kerja untuk tenaga kerja berpendidikan lebih rendah. Gejala ini tidak selamanya dipandang negatif karena akan meningkatkan produktivitas sektoral sebagai dampak pendayagunaan tenaga kerja yang lebih terdidik dalam lapangan kerja.
Akan tetapi, tetap saja kenyataan ini sangat memprihatinkan semua pihak, terutama individu yang bersangkutan, orang tua yang telah berinvestasi dalam ranah pendidikan, dan pendidik yang telah membekalinya dengan ilmu pengetahuan dan kompetensi. Karena, investasi dan bekal ilmu pengetahuan maupun kompetensi yang tidak sesuai dengan tuntutan profesinya, besar kemungkinan akan melahirkan gejala pemanfaatan angkatan kerja tidak penuh (underutilizied).
Suatu misal, tanpa niatan mendiskreditkan kuntum kesarjanaan tertentu dan atau profesi tertentu, andaikata seorang sarjana ilmu sosial politik hanya bisa ditampung bekerja sebagai buruh pabrik maka secara psikologis individu yang bersangkutan akan berpikir bahwa ilmu pengetahuan dan kompetensi yang ada pada dirinya tidak sesuai dengan tuntutan profesinya. Sedangkan orang tua sebagai investor juga merasakan hal yang sama, begitu pula dengan para pendidiknya.
Pada tataran inilah ketidakbergunaan atau ketidakbermaknaan (useless) menemukan ruang nyaman bagi perkembangannya. Andaikata kemudian perasaan dilampiaskan secara positif, dan ada akses untuk pelampiasan tersebut, tentu saja hal ini justru akan meningkatkan produktifitas kinerjanya. Karena, ilmu pengetahuan dan kompetensi yang ada pada dirinya berpotensi untuk menempatkannya sebagai penjembatan hubungan antara buruh rekan-rekannya dengan pengusaha. Akan tetapi, andaikata sebaliknya, individu yang bersangkutan justru menjumpai akses pelampiasan negatif maka aksi tindak destruktif besar kemungkinan menjadi pilihan untuk membangun eksistensi dan kebermaknaan (usefull).
Lalu bagaimana dengan pengangguran terdidik yang ‘enggan’ atau ‘tidak terbawa’ arus leveling down? Pilihan mereka adalah mencoba menciptakan lapangan kerja sendiri, sejalan dengan mindset kemandirian, atau justru menikmati identitasnya sebagai pengangguran terdidik. Namun semua pilihan tersebut menadi media tumbuhnya Useless Syndrome yang bergantung pada ada atau tidaknya dorongan pelampiasan dan akses. Andaikata mereka terjebak dalam pemikiran yang ingin secara instan berubah from useless to usefull maka mereka memilih pelampiasan yang negatif. Sehingga, sangat mungkin pengangguran terdidik menjadi teroris. Semoga tidak menjadi kenyataan yang pahit.
28 Agustus, 2009
Email: anantaanandswami@gmail.com
*) Litbang Lembaga Baca Tulis Indonesia
Sumber: http://suaraguru.wordpress.com/2009/08/28/pengangguran-terdidik-berpotensi-jadi-teroris/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar