Bayu Agustari Adha *
Riau Pos, 3 Maret 2013
SETELAH terbelenggu sekian lama, akhirnya katub-katub itu terbuka juga. Apa yang dianggap patut dan tak patut kerananya sudah terbuka. Menjelmalah sebuah dunia banal di mana titik pasti kebenaran itu bisa dipertanyakan dan diperdebatkan. Tak ada lagi singgasana superioritas yang bebas berkuasa mewacanakan segalanya. Apapun yang coba dikokohkan akan selalu ada titik baliknya dan celah untuk meruntuhkannya. Fenomena ini hampir menjalar ke segala penjuru lintas persoalan. Politik, ideologi, ekonomi, sosial, seni, budaya telah terecoki dalam kenihilan kemapanan.
Hal ini tentunya juga merambah ke sastra sebagai salah satu bidang seni. Berawal dari gerakan poststrukturalist, postmodernist dan post-post lainnya, terbitlah lembaran baru di mana setiap karya berhak merayakan pemikirannya tanpa batas dan dikotomi posisi biner. Apa yang adiluhung, avant garde, aufklarung, sublim dan santun bukanlah menjadi suatu pasak mati dan tolok ukur. Sekarang setiap pengarang telah berhak mengusung setiap pergumulan ideologinya, apakah itu hitam, putih, abu-abu. Kiri, kanan, ataupun poros tengah.
Sastra Indonesia sendiri cukup lama juga terbelenggu dari katub-katub budaya yang mengidentikkan diri dengan ketimuran. Timur yang yang pasif dan menjaga hal-hal yang dikotakkan sebagi tabu. Mengenai masalah tabu ini, seks merupakan hal yang dominan dalam wacananya. Dalam ruang sastra sendiri apabila bergumulan dengan seks, maka itu akan dianggap tidak patut untuk budaya kita yang ‘timur’. Maka apabila ada karya seperti ini akan dicap sebagai karya seronok dan jorok, meskipun setiap manusia ingin melakukannya. Akan tetapi karya itu tetap beredar dan pengarangnya memang harus berani dan rela dicap sebagai pengarang murahan yang hanya pandai mengumbar seksual.
Seiring dengan pengaruh pemikiran segala post-post di atas dan reformasi yang juga patut dianggap sebagai titik tolak, para pengarang Indonesia telah berani membungkus tema seks dengan kedalaman yang lebih dan tak hanya mengumbar seksual, meskipun stigma masyarakat masih menilai dengan sama seperti sebelumnya. Nama Ayu Utami bisa jadi sebagai pionir dalam menawarkan citarasa dengan bumbu seksual dan perspektif yang lugas dan tidak menafikan diri dalam karyanya. Sontak saja perlawanan dan ketidaksepahaman juga datang menghadang. Hingga menimbulkan penilaian dan bahkan pelabelan sebagi sastra selangkangan. Meski ada resistensi politis, arus tak bisa dilawan, beberapa pengarang sampai sekarang ini tetap bergerilya dengan bekalnya ini. Beberapa nama seperti Djenar Maesa Ayu, Andrei Aksana dan yang terbaru saya membaca dari karya Adimodel.
Seksualitas Ala Adimodel
Persoalan seksual dalam sastra yang terbaru ada pada karya Adimodel berjudul Kinky Rain, di samping juga ada persoalan kematian yang juga secara kultural agak tabu juga untuk diperbincangkan. Nuansa seks dan kematian sangat kental sekali terasa dalam 10 cerita dalam buku ini. Seks di sini tampak bukan menjadi suatu bahan untuk mengumbar seksual belaka, di sana seks dianggap sebagi suatu fenomena yang kodrati melekat pada manusia. Seks bukan hanya persatuan dua kelamin dan lain-lainnya untuk sekedar nafsu ataupun fungsi reproduksi. Wacana seks oleh Adimodel dapat dikatakan maju selangkah karena tak hanya memaparkan relasi seksual pertemuan dua kelamin secara normal. Namun di sini bahkan lebih condong pada suatu seks yang terlihat menyimpang dari kacamata konstruksi seksual sosial. Ada fenomena rangsangan seksual, sextoys, incest, kekerasan seksual terhadap anak, sadisme, masokisme, dan yang lebih ekstrem adalah permainan seks dengan memancing kematian dengan imaji-imaji yang menakjubkan.
Seks ibarat magnet. Ia akan menarik yang dekat dengannya melalui rangsangan-rangsangannya. Kadang menjadi suatu dilema, menerima rangsangan malu, tapi menahan juga tak enak. Dalam cerita berjudul ‘’Titik Lingkaran’’ Adimodel mengajarkan suatu kejujuran seks. Cerita mengenai sepasang manusia yang menatap lukisan. Laki-laki di belakang perempuan. Tanpa memandang wajah, hanya dengan suara mereka berdua ereksi. Rangsangan seks sepertinya bukan sesuatu yang harus dinafikan. Ia menawarkan dan patut untuk direspon. Dalam cerita lain berjudul ‘’Kinky Rain’’ sendiri juga terjadi hal seperti itu. Bercerita tentang seorang penangkap cahaya yang bisa saja diartikan sebagai penangkap rangsangan seksual. Setelah menangkap maka hubungan seks mau tak mau harus dilakukan. Hal itu tidak hanya berlaku pada benda hidup, benda replikapun bisa menawarkan sensasi seks, seperti halnya sextoys dalam cerita berjudul ‘’kekasihku meledak’’. Sesuatu yang sebenarnya telah umum dalam variasi seks.
Ada juga fenomena incest yang secara umum diartikan sebagai persetubuhan sedarah adalah salah satu rekam dalam cerita Kinky Rain yang berjudul ‘’Bibir’’. Seorang ayah yang menyetubuhi anaknya merupakan suatu hal yang dianggap sangat biadab di Indonesia. Adimodel mampu memotret hal ini, lebih dulu dari kasus RI yang sekarang ini. Meskipun diiringi dengan kalimat seksual, jelas disini motif utama bukanlah umbaran seks. Ini jelas dengan lugas memperlihatkan kekejian perilaku seks itu sendiri. Salah satu petikan kalimat itu ‘’Setelah tangan itu puas bermandikan basah liurku, iapun mengelus-elus dan memulasi bibirku sambil berkata: jangan bilang ibumu’’.
Kekerasan seks terhadap anak memang bukan lagi menjadi hal yang baru. Anak sebagai sesuatu pihak yang dianggap lemah sering menjadi pelampiasan seksual. Potret ini juga ada di Kinky Rain dengan judul ‘’Van’’. Cerita mengenai anak jalanan yang mengemis di ibukota. Kehidupan yang keras membuatnya mengalami hal-hal yang keras yang tak sepatutnya dia alami. Dia korban dari teman-teman anak jalanan lainnya sebagai lumbung seks. Pengaruh lingkungan memang sangat berpengaruh di sini, dengan tidak adanya yang peduli terhadapnya. Dapat dilihat pada kutipan ini ‘’anak-anak laki-laki yang sedari tadi sudah tidak sabaran dalam hujan mulai mengrubungi Val. Tangan yang mencengkramnya menjadi bertambah banyak. Val menangis. Ia membalas cengkraman-cengkraman itu dengan sebuah tatapan lirih…Jangan terlalu keras seperti kemarin’’.
Wacana seks lain yang mengemuka dalam karya Adimodel adalah seks dengan sadisme dan masokisme. Sadisme merupakan jenis yang puas berhubungan seks dengan menyakiti sedangkan masokisme adalah yang puas dengan disakiti. Model ini dikenal dengan BSDM Bandage and Discipline, Sadism and Masochism. Dapat terlihat pada cerita berjudul ‘’Untie Me’’. Seks telah menjadi sesuatu yang tak dapat diukur lagi dengan logika, maka sudah sepatutnyalah variasi seks untuk diapresiasi. Si wanita yang senang disakiti disini ketagihan untuk disiksa dalam berhubungan seks. Dia pun berkata ‘’Hampir setiap hari ia melecutiku. Menamparku. Memukiliku. Hampir setiap hari dia dia memberikan ras sakit yang luar biasa. Tetapi aku membiarkannya. Aku menikmatinya. Aku bahkan mengundangnya datang’’.
Penyimpangan seksual lainnya dalam cerita Adimodel lebih ekstrim lagi yakni hubungan seksual dengan cara-cara mengundang kematian. Lebih rincinya adalah mencekik dalam bersetubuh. Istilah untuk hal ini adalah Autoerotic Asphixiation. Dalam cerita berjudul ‘’La Petite Mort’’ digambarkan kehidupan sepasang kekasih yang sudah sangat akrab dalam berhubungan seks sehingga menimbulkan satu titik jemu sampai akhirnya menemukan gaya mencekik, baik itu dengan lawan main ataupun dengan properti berupa tali untuk menggantung leher. Sensasi dirasakan pada saat sepertinya nyawa sudah mau melayang kemudian dilepaskan beriringan dengan orgasme. Pertama dalam cerita ini dilakukan dengan sang lelaki mencekik leher kemudian bervariasi sampai berada dikamar mandi. Sang laki bergantung dengan tali dengan tangan diborgol ke belakang dan mata ditup serta mulut disumpal. Penahannya adalah tingklik kecil, sementara perempuan di depannya yang akan menjauhkan tingklik dari kaki ketika mulai dan yang meletakkannya kembali setelah hampir nyawa tercabut dan orgasme. Ada juga dengan menggunakan kantung plastik yang menutup kepala.
Imaji Kematian
Kematian adalah sesuatu yang absurd untuk dieksplorasi mengingat takkan mungkin ada manusia yang bisa menceritakan pengalaman ini. Yang ada hanyalah rekaan dan bayangan subjektif personil. Imajilah yang mencoba bermain melalui perenungan ataupun konteks norma dan agama yang memberi sedikit banyak gambaran. Dalam fiksi, beberapa pengarang telah mencoba me-reka fenomena kematian. Karangan populer dan cerita rekaan lainnya biasanya memberikan gambaran seperti adanya sesuatu khusus menjelang kematian dan adanya malaikat pencabut nyawa, contoh umum malaikat yang memegang senjata pencatuk. Dikarenakan absurd inilah sepertinya sastrawan menemukan suatu keasyikan dalam eksplorasi sketsa-sketsa yang belum terpecahkan ini.
Imaji dalam fenomena sebelum kematian ada dalam judul ‘’La Petite Mort’’. Seperti yang dijelaskan di atas, ini adalah permainan seks dengan kematian. Menjelang kematian terdapat bayangan-bayangan tertentu. Orang yang menjelang kematian tiba di suatu tempat ditemui orang yang telah mendahuluinya dimana biasanya orang itu punya satu kesalahan terhadap yang ditemuinya. Dalam cerita ini dia bertemu Ibunya yang dulu meninggal ditinggal sendiri dan peri kecil yang dulu merupakan benih yang digugurkannya. Karena sering dalam keadaan menjelang kematian, malaikat mautpun pernah berujar padanya untuk jangan bermain-main lagi dengan kematian. Dalam cerita lain berjudul ‘’1441′’ terdapat pula kronologis sang tokoh yang coba bunuh diri dari gedung tinggi, sebelum jatuh dia melihat dan berkomunikasi dengan orang-orang yang pernah disakitinya.
Kematian memang sesuatuyang tak dapat dihindarkan dan tak pernah kita ketahui kapan datangnya. Hal ini menyebabkan kita tanpa ada pilihan dan harus rela menikmati kematian. Namun dalam fiksi hal ini bisa dimodifikasi dengan imajinasi-imajinasi yang bebas dimiliki si penulis. Adimodel pada cerita ‘’Limbo 14′’ menghadirkan sketsa ‘’De Javu’’ kematian. Terdapat delapan cerita dengan keadaan sama dengan versi modifikasi kelanjutan cerita. Sketsa pertama adalah kematian pertama. Lanjut pada yang kedua dengan peristiwa yang sama namun tokoh di dalamnya mempelajari kematian yang pertama meskipun terus saja mati sampai sketsa yang terakhir. Penulis bukanlah bermain, namun tentu saja ada implikasi pesan yaitu tak bisa diubahnya takdir yakni kematian.
*) Bayu Agustari Adha, penulis esai, alumni Sastra Inggris UNP
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/03/sastra-seks-dan-kematian.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar