M. Mustafied *
nu.or.id 17/06/2012
Di pesantren, bahasa Arab merupakan salah satu materi pokok pembelajaran. Hal ini dilatarbelakangi paling tidak oleh tiga hal. Pertama, teks-teks kunci yang dipelajari di pesantren, dalam semua fan ilmunya, rerata masih menggunakan literatur berbahasa Arab.
Kedua, sumber paling dasar dan otentik ajaran pesantren, yakni Al-Qur’an, Hadist, dan Atsar (opini) Sahabat, juga menggunakan bahasa Arab. Ketiga, dalam Surah Yusuf Ayat ke-2 ditegaskan oleh Allah Swt, bahwa kitab suci umat Islam memang diturunkan dalam bahasa Arab. Penegasan ini secara sosiologis melahirkan dimensi teologis di mana mempelajari bahasa Arab bukan seperti mempelajari bahasa asing lainnya, namun ada dimensi “transendental”, dengan kata lain bagian dari ibadah.
Yang menarik, dan banyak disadari berbagai kalangan, materi pembelajaran bahasa Arab menggunakan teks yang disusun dalam bentuk –sekaligus juga metode– sastrawi, yakni puisi atau nazdoman (syi’ir).
Hal ini adalah sesuatu yang tidak ditemukan di komunitas maupun institusi pendidikan keislaman lain di Indonesia. Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah, Maqshud, Jauharul Maknun, hanyalah sebagian kecil contoh teks standar yang dipakai pesantren dalam mempelajari gramatika bahasa Arab.
Keberhasilan menghafal bait-bait syair dalam kitab-kitab tersebut merupakan prestasi tersendiri di mata santri. Bagi komunitas lain, menghafalkan hal tersebut barangkali akan menguras energi tersendiri.
Hal tersebut menunjukkan bahwa tradisi sastra di pesantren sangat kuat, paling tidak dalam salah satu genre sastra, yakni puisi. Setahu saya, tidak ada satupun bahasa di dunia ini dirumuskan dan diajarkan dalam bentuk puisi secara utuh. Banyak pemikir dunia menggunakan puisi atau genre sastra lainnya seperti novel sebagai arena mengekspresikan gagasan mereka, namun tidak dalam konteks pembelajaran bahasa.
Jika dilihat lebih jauh, bukan hanya gramatika bahasa Arab, namun disiplin ilmu lainnya seperti akidah, syariah, tarikh, sampai tasawwuf, tidak jarang menggunakan genre puisi. Pada sisi lain, harus diakui, karya sastra seperti cerpen (qishoh qoshiroh), novel (riwayat), sangat jarang ditemukan di pesantren. Yang paling mendekati adalah semacam hikayat (cerita pendek yang mengandung hikmah).
Sementara karya-karya tassawuf besar yang ditulis dengan keindahan sastrawi tingkat tinggi seperti karya-karya Imam Qusyairi, Rumi, Imam Bushiri, lebih dikategorikan sastra sufi, sesuatu yang disebut Danarto sebagai genre tersendiri.
Barangkali dari khazanah di atas kemudian muncul istilah “sastra pesantren”. Sebuah istilah yang masih dalam perdebatan baik dalam kalangan pesantren maupun luar. Bagi yang setuju dengan istilah sastra pesantren, dapat dipetakan dalam beberapa hujah.
Pertama, pesantren memang kaya dengan tradisi sastra seperti diuraikan di atas. Hal ini lebih menunjuk pada konsumsi sastra oleh kalangan pesantren. Konsumsi sastrawi ini, yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, ketika dieksternalisasikan (diterjemahkan, dipentaskan, dinikmati publik) tersisa impresi sastrawi yang sublim dan mendalam. Kedua, banyak sastrawan lahir dari latar belakang sosio-religio-kultural pesantren. Karya sastra mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh dunia pesantren sebagaimana terekspresikan dalam struktur psikologi dalam karya maupun settingnya.
Ketiga, sastra pesantren membedakan dengan dirinya dari sumber dan kandungan nilai yang hendak disampaikan kepada publik. Keempat, banyak karya sastra lahir dari dunia pesantren.
Sementara bagi yang tidak setuju membangun alasan sebagai berikut ini. Pertama, apa yang dimaksud dengan tradisi sastra di pesantren tidaklah berbeda dengan genre sastra konvensional. Artinya, sastra pesantren belumlah sampai pada pembentukan satu genre tersendiri, sehingga dapat mengidentifikasi diri sebagai sastra pesantren. Bahkan, produk sastra yang disebut sebagai sastra pesantren seperti Alfiyyah merupakan karya ulama luar, bukan dari pesantren sendiri.
Kedua, para sastrawan yang berlatar belakang pesantren adalah mereka yang mengalami proses dan pematangan sastrawi di luar habitus pesantren. Pesantren sebatas latar sosial, sementara proses kreatif itu lebih banyak dibentuk dalam interaksinya dengan elemen-elemen luar pesantren, atau institusi lain.
Ketiga, setiap karya sastra selalu memuat pesan, baik nilai, gagasan, ideologi, maupun kepentingan tertentu. Pendek kata, nilai yang tersirat bukanlah semata-mata khas pesantren. Keempat, banyaknya karya sastra dari pesantren hanyalah atributif, sebagaimana bisa juga dilekatkan pada sastra universitas, dan lainnya.
Tulisan sederhana ini tidak ingin masuk dalam debat tersebut. Bagi penulis, dalam derajat tertentu, tidak dibutuhkan identifikasi khusus sastra pesantren. Justru yang terpenting adalah menyadari bahwa susastra pesantren telah mempengaruhi sejarah panjang sastra Nusantara. Pengaruh tersbeut bukan hanya di ranah istilah (kasidah, burdah, hikayat) namun juga kandungannya.
Tulisan pendek ini hanya akan memberikan beberapa catatan. Pertama, pada periode tertentu, terutama, abad 18-19, telah muncul berbagai ajaran pesantren yang ditulis dalam bentuk puisi, baik itu berbahasa Arab maupun lokal.
Para penulis tersebut boleh dikatakan sepenuhnya murni produk proses pendidikan pesantren. Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mengarang kitab al-Nurul Mubin, KH Abdul Hadi Zahid Langitan menerjemahkan kitab Qashidah al-Munfarijah dengan model kitab makna gandul, Mbah Kiai Dimyathi Tremas mengarang syair al-Asmaul Husna, seorang ulama asal Banjarmasin bernama Ahmad Jamhuri juga menulis syair Kanz al-Asna. Di Cirebon, Kiai Nur Khalish Hannan dari Ponpes Al-Hikmah, menulis nadzam 99 al-Asmaul husna. Itu sekedar contoh, yang tidak disebut lebih beragam dan lebih banyak.
Kedua, saat ini telah muncul karya sastra, baik puisi maupun novel, juga humor, yang lahir dari generasi muda pesantren. Karya-karya yang diterbitkan beberapa penerbit seperti Matapena, Diva, dan lainnya, secara jelas menggambarkan arus tersebut.
Meskipun, sekali lagi, proses mereka tidak hanya diperoleh di pesantren. Namun karya mereka telah menunjukkan sebentuk transformasi dari produk pada abad 18-19 tersebut. Dua hal yang mencirikan karya ini adalah latar sosial pesantren yang khas, dan nilai dasar yang hendak disampaikan. Silakan tengok karya-karya, misalnya Acep Zamzam Noor, D. Zawawi Imron, Hamdi Salad, Mathori A Elwa untuk puisi. Ahmad Tohari, Gus Mus, untuk novel, dan cerita pendek.
Ketiga, jika melihat struktur kurikulum, fokus utama pengajaran pesantren saat ini bukanlah pada aspek sastrawinya, namun pada aspek kebahasaannya. Hal ini barangkali juga menjadi penjelas kenapa modal sosial dan kultural pesantren belum juga mengarah ke pembentukan genra sastra khas pesantren. Hanya saja timbul pertanyaan, mengapa pesantren di era abad 18-19 berhasil melahirkan ulama-ulama produk murni pesantren dengan karya sastra yang bernilai tinggi, sedangkan saat ini cukup jarang? Sebagai pengecualian langka dapat disebut, seperti KH Sahal Mahfudz, yang menulis beberapa karya puisi seperti al-Tsamarat al-Hajiniyyah yang berisi 166 bait yang menjelaskan dasar-dasar fiqih.
Keempat, terlepas dari realitas di atas, pesantren merupakan ruang sosial-budaya, di mana modal sosial bersastra begitu kaya dan merasuk hingga sumsum kesadaran terdalam para santri. Di pesantren, tiada hari tanpa berpuisi. Dari pelajaran sampai berdoa pun kaya akan nuansa sastranya. Bermunajat di keheningan malam selalu sambil melafalkan bait-bait indah. Artinya, pesantren pada dasarnya sangat berpeluang menjadikan dirinya sebagai institusi yang produktif dalam menghasilkan kaya sastra.
Dalam konteks ini, politik identitas sastra pesantren tidak lagi relevan. Proses sejarah yang akan menjawab akan ke mana pada akhirnya tradisi sastra di pesantren. Jika pada akhirnya membentuk sebuah genre tersendiri, maka publik dengan sendirinya akan mengakui adanya sastra pesantren.
Jika tidak, tanpa menggunakan istilah tersebut, publik juga paham dan mengakui kontribusi pesantren dalam sastra dan perannya menjaga identitas sastra nusantara.
Untuk mewujudkan hal ini memang dibutuhkan sekian prasyarat. Prasyarat paling pokok adalah dua hal. Pertama, atmosfer akademik pesantren harus mampu menumbuhkan sekian kegelisahan ketika bersentuhan dengan realitas sosial. Kegelisahan adalah pertanda bekerjanya respons kreatif manusia terhadap berbagai anomali dan krisis sosial di lingkungannya. Tanpa kegelisahan mustahil lahir pemikiran besar.
Kedua, pengajaran bahasa Arab harus lebih disetimbangkan dengan pengajaran sastranya, sehingga santri memiliki kemampuan teknis berkarya sastra secara kreatif.
Titik temu akan kegelisahan santri dan kemampuan bersastra berpotensi melahirkan sastrawan-sastrawan besar dari pesantren dengan ide-ide transformatif dari pesantren. Kondisi objektif realitas sosial sangat membutuhkan arus sastra baru di tengah arus budaya pop yang hedonistik dan sekularistik (menjauhkan publik dari nilai-nilai profetik), dan materialisme kebudayaan yang menggerus tugas liberasi dan pencerahan sastra. Sastra pesantren merupakan salah satu kemungkinan yang paling mungkin diharapkan.
*) M. Mustafied, Pengasuh Pesantren Global Pelajar-Mahasiswa, PP Aswaja Nusantara, Mlangi Yogyakarta.
Dijumput dari: http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,50-id,38393-lang,id-c,esai-t,Pengajaran+Bahasa+dan+Sastra+di+Pesantren-.phpx
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar