Ni Putu Rastiti
Bali Post, 16 Juni 2013
Ketika sejarah bergulir dari masa kemerdekaan, hingga kini era reformasi, baru satu penulis Indonesia yang menjadi kandidat penerima Nobel. Jika dicermati berdasarkan logika, bukankah seharusnya di zaman yang penuh kebebasan ini lahir penulis-penulis sastra mumpuni dengan karya-karya yang penuh kedalaman.
Dulu, bahkan untuk mendapatkan pena dan kertas demikian sulitnya. Dibandingkan dengan zaman sekarang tentulah aneka kemudahan dalam menuangkan pikiran dan perasaan merupakan faktor penting dalam menciptakan karya yang berkualitas. Kemudahan dan kebebasan itu menjanjikan mimpi baru bahwa akan lahir karya yang luar biasa.
Izinkan saya membayangkan Orde Baru seperti kepompong. Ia mengungkung dalam kelembaman. Tapi akhirnya kebebasan menjadi hadiah yang luar biasa ‘mahal’, berharga dan bermakna. Kepompong itu membangun ruang yang terbatas bagi penulis di masanya. Tapi kungkungan itu justru merupakan era ‘keemasan’ seorang Pramoedya.
Setelah 32 tahun ‘bertapa’ dalam kepompong itu, seharusnya sastra Indonesia mutakhir menjadi kupu-kupu yang indah dengan aneka warna yang penuh pesona. Saya bayangkan lagi, keindahan itu semestinya terwujud lewat semakin banyak penulis Indonesia yang menjadi kandidat peraih Nobel Sastra. Nyatanya sampai saat ini, saya hanya mendengar satu nama yang pernah menjadi nominator Nobel.
Saya tidak mengatakan bahwa menjadi sastrawan adalah melulu soal meraih penghargaan. Tetapi saya tidak menutup diri pada kenyataan bahwa Nobel boleh dikata merupakan satu tolak ukur kualitas sastra dunia, suatu bentuk pengakuan, yang tidak hanya penting tapi merupakan simbolisme konsistensi dalam berkarya di suatu Negara. Ia tidak hanya capaian individu penulisnya tapi juga Negara tempat kelahirannya. Ia juga mencerminkan bagaimana kebudayaan suatu Negara berkembang. Bukankah sastra adalah cerminan paling murni mengenai bagaimana kehidupan suatu bangsa, dinamika dalam rutinitasnya, perkembangan kebudayaannya, pola pikir masyarakatnya.
Saya masih bertanya-tanya bagaimana kita akan merumuskan sastra mutakhir kita setelah era reformasi demokrasi ini. Kemana kecendrungan para penulis dan tulisan-tulisannya. Banyak penulis muda bermunculan. Ini dibuktikan dengan ramainya jagat maya dengan tulisan-tulisan kecil, puisi, atau cerita pendek yang dimuat di blog-blog ataupun situs-situs sastra lainnya. Tidakkah ini menandakan suatu ‘kebangkitan’. Adalah suatu hal yang luar biasa jika dari yang muda-muda itu, ada salah satu potensi yang besar sehingga suatu saat nanti akan ada Pramoedya yang lainnya.
Mencermati fenomena itu, entah kenapa saya berpikir, mungkin saja suatu karya mesti dilihat dari dua hal, latar sejarah penulisnya dan keunikan karya itu sendiri. Di masa reformasi seperti sekarang, tantangan penulis bukan lagi soal menjadi tahanan politik seperti Pramoedya, melainkan bagaimana ‘berjuang’ dalam menghadapi arus teknologi dan globalisasi. Bagaimana menciptakan suatu ‘ciri’, bukan hanya keunikan tema melainkan pula gaya bahasa, cara bertutur. Ciri menjadi begitu penting di tengah dunia yang mulai membentuk ‘alien-alien’ baru, yang tenggelam dalam arus pasang perubahan.
Tema Sastra
Tiba-tiba saya ingat penulis-penulis Amerika Latin, Jorge Luis Borges, Octavio Paz, Gabriel Garcia dan nama-nama besar lainnya. Bangsa itu ‘tumbuh’ dalam kolonialisme Eropa, bertahun-tahun. Bahkan setelah era kemerdekaan saya masih mendengar gaung-gaung tulisan-tulisan yang luar biasa, tentu dengan sudut pandang orang merdeka. Di satu sisi ada semacam trauma bawah sadar, di sisi lain ada rasa syukur telah bebas dari cengkraman keterbatasan, walaupun bayang-bayang pengungkungan itu masih terasa pahit dalam karya-karya mereka. Lalu bagaimana dengan sastra kita?
Kemudian di Indonesia ada karya-karya yang dianggap simbolisme kebangkitan penulis perempuan. Dalam novel-novel itu, digambarkan sedemikian rupa tokoh sentral novelnya adalah seorang perempuan yang menolak menjalani kodratnya sebagai perempuan yang patuh pada lelaki, yang menerima segala perlakuan lelaki. Bentuk-bentuk perlawanan itu adalah melalui tokoh perempuan yang menolak pernikahan, perempuan yang melakukan perselingkuhan, perempuan yang tidak lagi ‘takut’ pada hubungan intim dan merayakan ‘kebebasan’ dalam suka cita.
Selain hal di atas, dari pengamatan awam saya, jangan-jangan karya-karya sastra yang dipandang berkualitas baik di nusantara belakangan ini jika dilihat dari tema yang diangkat adalah ‘local genius’ suatu daerah, kisah-kisah perempuan yang melawan masyarakat patriarki, pertarungan tradisi dan modernisasi. Saya pun kerap menulis dengan tema-tema semacam ini. Namun saya kira, mesti ada persoalan lain yang bisa digarap dengan intense oleh penulis-penulis kita, indah namun mengandung kedalaman seperti karya-karya Yukio Mishima, pelik tapi terang benderang seperti karya Gabriel Garcia, romantic tapi pedih seperti karya Pablo Neruda atau Octavio Paz.
Haruskah para penulis mengorbankan idealismenya demi mengikuti tema-tema yang mungkin menarik minat masyarakat dunia atau bahkan para juri Nobel? Layakkah idealisme itu dikorbankan demi sebuah pengakuan? Saya sendiri tidak mengetahui jawabannya.
Kenyataan Sastra Kita
Borges menyatakan penulis menciptakan sendiri pendahulunya dan karyanya mengubah masa lampau sebagaimana masa depan. Saya berpikir ketika sastra masa kini dibaca generasi mendatang apa yang mereka dapat. Perenungan yang lebih mendalam mengenai sejarah yang dibentangkan karya sastra ke hadapan mereka tanpa batas atau justru kegetiran yang memaksa pikiran mereka menyepakati bahwa sastra sesungguhnya mengelupas sesuatu yang lebih dalam dari kenyataan. Sudahkah kita menulis karya yang mampu menggiring sekaligus mencerahkan seperti itu?
Kita mesti sepakat bahwa sastra, seperti sebuah ‘zat’ terus mengalami perubahan seiring dengan pergolakan zaman. Di era kebebasan ini, gaya bertutur dan bahasa, tak lagi menuntut aturan lebih seperti di era sebelumnya dimana rima dan bunyi mesti diindahkan sedemikian rupa.
Jangan-jangan jika dilihat dari perkembangan sastra dan jaman, sastra nusantara seperti yang diungkapkan Heraclitus. Dunia dicirikan dengan adanya kebalikan. Di era yang penuh kekangan, dimana kebebasan merupakan barang mahal, justru lahir seorang penulis sekaliber Pramoedya yang berhasil menjadi kandidat peraih Nobel. Sedangkan di era berikutnya, dimana teknologi menguasai segala lini, kebebasan ekspresi digaungkan dimana-mana, belum ada lagi penulis kita yang dinominasikan memenangkan Nobel. Namun kita tidak boleh menutup mata bahwa sudah banyak sastrawan kita yang mendapatkan pengakuan dunia, semisal diundang dalam Festival Sastra Internasional, karya-karyanya diterjemahkan dalam berbagai bahasa sehingga masyarakat dunia mengenal sastrawan Indonesia. Harapan saya, peristiwa-peristiwa ini bisa menjadi semacam ‘batu loncatan’ sehingga nantinya dalam tahun-tahun mendatang kita akan bersorak ria saat satu sastrawan Indonesia memenangkan Nobel, atau setidaknya dikandidatkan terlebih dahulu.
Dijumput dari: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=18&id=76927
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar