Munawir Aziz *
Suara Karya, 9 Nov 2013
MEMBACA sajak-sajak KH Musthofa Bisri (Gus Mus) adalah seperti menyelam dalam kejernihan batin. Sajak-sajak Gus Mus merefleksikan kedalaman jiwa, olah rasa dan refleksi atas kondisi sosial yang jadi sengkarut hidup umat manusia. Sajak Gus Mus sering dianggap “balsem”, dapat menyengat untuk menawarkan panas di tubuh dan telinga, sekaligus mencipta ketenangan. Sajak-sajak balsem karya Gus Mus ringan ditelinga dan sedap dibaca, meski menusuk dalam kelembutan batin. Itulah, sajak-sajak yang ia tulis dengan cinta.
Sepanjang karirnya sebagai penyair, Gus Mus sangat peduli dengan tema-tema religiusitas dan cinta. Sajak-sajaknya menjadi cermin bening bagi umat manusia yang ingin mencari bahkan apa yang selama ini menjadi perjalanan panjang untuk menemukan cinta, menemu kebahagiaan. Gus Mus mengusap kata, menulis, dan merenungkan hakikat dengan ketenangan batin dan kejernihan hati.
Bagi Gus Mus Sang Kiai, sastrawan, pelukis, budayawan, dan seabgreg sebutan lain mendedikasikan sajaknya untuk semua, tanpa sekat agama, etnis, kebudayaan bahkan watak manusia. Sajak Gus Mus menyelam dalam, menelusup pada ruang yang sering menjadi wadah kedengkian, sajak yang ditulis dengan hati.
Gus Mus, salah satu sastrawan penting yang lahir dari pesantren. Ia lahir di Rembang, pada 10 Agustus 1944, dari keluarga penulis dan pengasuh pesantren. Ziarah keilmuan dari pesantren ke pesantren, serta renungan terhadap kemanusiaan menjadikan sajaknya mengalunkan ritme tentang kisah-kisah manusia. Selama 1991-2002, Gus Mus telah menulis beberapa buku: Ohoi (1991), Tadarus (1993), Pahlawan dan Tikus (1995), Rubayat Angin dan Rumput (1995), Wekwekwek: Sajak-sajak Bumilangit (1996), Negeri Daging (2002), dan Gandrung (2005). Tentu saja, esai-esainya yang bernas juga selalu ditunggu pembaca.
Bagi Gus Mus, cinta akan menjadi sesuatu yang sederhana, namun mewakili perasaan: kepercayaan dan bahasa hati. Cinta tidak diwakili oleh bujuk rayuan, hadiah mewah ataupun citra artifisial yang lain. Cinta mewujud dalam sikap dan keteguhan batin untuk saling mengisi perasaan. Sajak Gus Mus berjudul “Hanin”, merefleksikan cinta yang sederhana: mestinya malam ini/ bisa sangat istimewa/ seperti dalam mimpi-mimpiku/ selama ini. kekasih, jemputlah aku/ kekasih, sambutlah aku/ aku akan menceritakan kerinduanku/ dengan kata-kata biasa/ dan kau cukup tersenyum memahami deritakulalu kuletakkan kepalaku yang penat/ di haribaanmu yang hangat/ kekasih, tetaplah di sisiku/ kekasih, tataplah mataku. tapi seperti biasa/ sekian banyak yang ingin kukatakan tak terkatakan/ sekian banyak yang ingin kuadukan/ diambilalih oleh airmataku/ kekasih, dengarlah dadaku/ kekasih, bacalah airmataku/ malam ini belum juga/ seperti mimpi-mimpiku/ selama ini.
Rindu, sesuatu yang berkawan akrab dengan cinta, hadir mewakili malam. Ia tergopoh-gopoh untuk menyapa malam, namun sengaja menjauh dari siang. Sebab malam, yang selalu sunyi dan menyendiri, menjadi ruang kontemplasi batin paling efektif untuk mencari jejak sebenarnya tentang makna cinta: malam ini/ lagi-lagi kau biarkan sepimewakilimu. Cinta dan malam, kadang kala hanya menghadirkan sepi.
Sajak “Hanin” Gus Mus, menjelma sebagai puisi cinta yang hangat sekaligus ramah. Puisi ini tak hanya mencipta rasa tenang, namun juga menjadi pertautan hati antar hati untuk senantiasa saling mengisi.
Pertautan makna antar hati yang dinarasikan dalam sajak-sajak cinta Gus Mus, tentu saja menjadi hikmah berharga bagi siapa saja yang berusaha menyesapnya untuk mengais makna dari apa yang paling dicari oleh manusia: kebahagiaan. Dan, cinta serta cita, yang menuntun manusia untuk menjemput hasratnya dengan dua jalan lempang: kebaikan dan kedhaifan meski hasratku tak tertahankan/ meski semua pintu kau bukakan/ meski semua isyaratmu menjanjikan/ -mengingat kedaifan diri dan lika-liku jalan-/ akankah sampai padamu (Labirin, dalam Gandrung, 2005: 42).
Hasrat, adalah bahasa hati. Ia bagian komunikasi yang dibagun dengan rasa. Lalu, kemudian mencari makna untuk mencipta terang-gelap dalam nuansa cinta.
Sajak-sajak cinta Gus Mus tak berumah pada kekosongan. Ia menjadi jalan menuju pada apa yang menjadi hakikat makhluk: menuju Tuhan. Gus Mus menulis sajak-sajak cinta tidak dibarengi dengan egoisme dan nafsu. Akan tetapi menjadi doa, memantik ingat dan menjelma rasa untuk menjemput hakikat kemanusiaan.
Hakikat kemanusiaan inilah yang didengungkan Gus Mus di pelbagai forum: pengajian, khotbah, diskusi ilmiah, sampai silaturahim antar santri. Gus Mus selalu mengingatkan, agar manusia mencintai sesama, berdasarkan fitrah kemanusiaan. Lalu, cinta membutuhkan renungan, kejernihan batin dan manajemen perasaan agar dapat mencari jalan benar menuju hakikatnya.
Sajak “Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat” merefleksikan hal ini:
Kalau kau sibuk bermain cinta saja/ Kapan kau sempat merenungi arti cinta?/ Kalau kau sibuk merenung arti cinta saja/ Kapan kau bercinta?
Ternyata, cinta tak hanya patut direnungi, tetapi dilakukan, dialami. Dengan begitu manusia akan mengerti hakikat sebenarnya dari perasaan dirinya. Apakah menuju jalan yang benar menuju Sang Pencipta, atau hanya dilandasi nafsu membahana. Maka, di sela puisinya, Gus Mus mentransformasikan rasa menuju langit, menuju pintu kesejatian mencari Cahaya Illahi:Kalau kau sibuk berdzikir saja/ Kapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri?/ Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja/ Kapan kau kan mengenalnya?
Dzikir, sebagaimana cinta, adalah ritual yang dibangun dari perasaan dan kerendahan hati. Sebuah tarekat, atau lorong panjang bagi seorang salik, untuk menemu hakikat sebenarnya dari manusia dan kemanusiaan. Dan, yang sebenarnya, cinta, dzikir ataupun ritual transendental lainnya, tidak dibahasakan dalam egoisme, dalam ungkapan untuk mencari simpati atau pencitraan diri. Sajak “Aku Tak Kan Memperindah Kata-kata”, seolah menempeleng mereka yang cari simpati dengan memainkan citra diri.aku tak kan memperindah kata-katakarena aku hanya ingin menyatakancinta dan kebenaranadakah yang lebih indah daricinta dan kebenaran maka memerlukan kata-kata indah?
Sajak-sajak cinta Gus Mus, serupa cahaya yang mencipta terang hati yang gelap, jiwa-jiwa yang penat. Ia menjadi tadarus bagi malam-malam sunyi. Dengan sajak cintanya, Gus Mus membuktikan bahwa cinta tidak hanya menjadi alasan untuk nafsu, akan tetapi lorong menuju menuju kemuliaan.
*) Munawir Aziz, penulis buku “Dinamika Identitas Orang Pesisiran” (2013), alumnus Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/11/cinta-dalam-religiusitas-gus-mus.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar