Budi P. Hatees
Mimbar Umum, 20 April 2013
ACAP saya baca tulisan dari para akademisi sastra di Kota Medan yang dihasratkan sebagai kritik sastra. Mereka bicara, terutama, tentang cerpen-cerpen yang muncul secara kontinyu di ruang-ruang sastra media massa. Namun, setiap kali membacanya, mendadak saya merasa disedot ke dalam ruang kelas (kuliah) saat pelajaran sastra berlangsung.
Di sana ada akademisi itu, sibuk menceritakan kembali isi karya sastra, menerangjelaskan motif para karakter, mengurai unsur dalam dan unsur luar, kemudian meminjam sejumlah teori sastra. Tapi, saya justru jadi bingung, untuk apa akademisi itu di sana jika tujuannya hanya mengulang kembali apa yang ada dalam teks sastra? Tanpa kehadirannya, tidaklah sulit mengulang-ulang apa yang ada dalam teks karya sastra itu, tinggal membaca paragraf demi paragraf.
Tulisan yang dihasratkan sebagai kritik sastra itu justru mengingatkan saya pada karya-karya Laila S. Chudori. Sastrawan cum jurnalis yang bekerja di Majalah Tempo ini, selalu menulis tentang film-film baru dari Holliwood yang masuk ke negeri ini. Dia menguraikan kembali isi film itu, menerangjelaskan makna setiap fragmen di dalamnya, lalu menarik sebuah simpul tentang bagaimana hasil kerja sutradara, permainan acting para pemain, dan kualitas naskah skenario yang ditulis. Terakhir, dia akan membandingkan karya sinematografi itu dengan karya sebelumnya, kemudian membuat simpul tentang bagus tidaknya karya tersebut untuk dinikmati para penonton.
Apa yang dilakukan Laila S. Chudori acap merangsang saya untuk secepatnya pergi ke gedung-gedung Sineplex, memburu untuk menonton film-film baru itu. Sering saya puas karena hasil apresiasi Laila S. Chudori atas film itu brilian, tapi tak jarang saya kecewa. Pujian-pujiannya, terkesan, terlalu berlebihan. Tapi, saya pikir, mungkin karena tulisan itu—sebagaimana saya juga acap melakukan hal serupa sebagai bentuk kerja sama dengan jaringan pelaku bisnis bioskop di negeri ini—dibuat untuk mendukung bisnis pelaku usaha jaringan bioskop.
Meskipun begitu, tulisan Laila S. Chudori lebih jelas sikap dan pilihannya dibandingkan sikap dan pilihan para akademisi ketika menulis tentang cerpen-cerpen yang muncul di ruang sastra media-media di Kota Medan. Para akademisi itu menulis tentang cerpen-cerpen yang sudah dipublikasikan, dan karenanya sudah dibaca oleh public. Sementara Laila S. Chudori menulis tentang film yang belum ditonton. Sebab itu, apa pun yang ditulis Laila S. Chudori tentang film, dia tidak akan terperosok jauh ke dalam sikap redanden yang begitu kuat melatarbelakangi tulisan-tulisan para akademisi sastra.
Makanya, para akademisi sastra di Kota Medan—dengan tulisan-tulisan yang dihasratkan sebagai kritik sastra itu—justru menegaskan satu penyakit yang sudah umum ditemukan dalam dunia kesusastraan kita. Penyakit yang ditemukan pertama kali oleh A. Teuw ketika akademisi dari Leiden, Belanda, ini menyatakan ketidakpuasannya atas hasil kritik para akademisi sastra terhadap sejumlah sajak penyair Indonesia.
Tak usahalah saya sebut siapa yang menulis kritik terhadap sajak Toety Heraty Noerhady dan Subagio Sastrowardoyo itu, cukup saya singgung betapa publik sastra di negeri ini pasti sangat akrab dengan sajak-sajak kedua penyair itu. Sajak-sajak Toety Heraty Noerhady ada dalam buku Mimpi dan Pretensi, dikenal sangat kuat akan nilai-nilai filosofi hidup, sama halnya dengan Subagio Sastrowardoyo yang sajaknya bisa ditemukan dalam banyak buku. Yang jelas, A. Teuw tak bermaksud mengejek para akademisi sastra, sekalipun saya (mungkin juga Anda) segera mempertanyakan bagaimana mungkin kemampuan para akademisi sastra dalam mengkritisi karya sastra menjadi kurang memuaskan?
Persoalannya sama seperti yang saya singgung di awal tulisan ini. Para akademisi sastra menulis tulisan yang dihasratkan sebagai kritik sastra, tetapi isinya melulu soal mengulang-ulang isi karya sastra yang dibaca. Dan, tentu, seperti acap diteriakkan Saut Situmorang—kritikus sastra dari Yogjakarta—yang berkesimpulan: “Sebagian besar dari tulisan “kritik sastra” itu sebenarnya lebih pantas dimasukkan dalam kategori tulisan “apresiasi” atau “komentar” sastra saja”.
Saya teringat pada komentator pertandingan sepak bola di televisi. Mereka, ketika bermain sepak bola saja ngos-ngosan, tapi punya kemampuan luar biasa untuk menilai bagaimana seharusnya seorang pemain sepak bola memberi umpan dan bekerja sama di lapangan. Mereka menganalisis saat pertandingan berlangsung, dan sering, mereka lebih hebat dari seorang pelatih sekaliber Mourinho.
Komentator sepak bola itu, bukan pemain sepak bola yang andal, dan sangat mungkin tak akan mampu menceploskan bola ke gawang seorang kiper profesional. Tapi, ulah para komentator ini menyebabkan, public menganggap sepak bola itu sesuatu yang mudah. Tinggal menyepak bola, menceploskan bola ke gawang lawan. Ulah komentator sastra juga menyebabkan karya sastra menjadi sesuatu yang remeh, dan setiap orang kemudian menganggap bahwa menulis karya sastra itu adalah pekerjaan yang gampang. Makanya, apa yang menimpa rumah tangga sastra kita sejak lama, sampai hari ini tetap tak bisa dicarikan solusinya.
Saya teringat Wiratmo Soekito ketika menulis “Kegagalan Kritik Sastra Indonesia Dewasa Ini”, Harian Kami edisi 30 Oktober 1968. Dia menulis: “Keadaan hidup sastra dewasa ini sangat memberi kesan kepada kita, bahwa kekuatan politik masih tetap digunakan untuk menentukan kritik sastra. Apabila hal ini dilakukan oleh publik sastra adalah keliru untuk melemparkan kesalahan kepada mereka, karena yang menjadi persoalan pokok ialah wibawa kritik sastra dalam masyarakat.”
Pada akhir Oktober 1968, Wiratmo Sukito menyalahkan para kritikus sastra. Goenawan Mohamad dalam esainya ” Tentang Kewibawaan Kritik” (ada dalam buku Kesusastraan dan Kekuasaan, 1993), menolak menyalahkan kritikus sastra. “Kewibawaan kritik sastra kita di masyarakat sekarang ini tidak ada,” tulis Gunawan Mohammad, “karena ia belum pernah ada.”
Dan, memang, itulah persoalan utama dunia sastra kita; kritik sastra tak berwibawa. Tapi, kritik sastra tidak akan mungkin berwibawa kalau isinya melulu tentang apresiasi dan komentar, hal-hal yang sudah dipahami oleh publik. Para akademisi sastra, mereka yang berkutat dengan sekian banyak teori, yang melakukan kerja analisis dengan sekian banyak metoda, seharusnya mampu menawarkan gagasan-gagasan brilian untuk menerangjelaskan kandungan dalam karya sastra kepada public.
Saya tak berharap kerja akademisi sastra dengan posisi legislator yang acap melakukan beatifikasi atau penobatan, seperti yang selama ini menjadi pilihan HB Jassin. Tapi, masyarakat sastra kita, juga para sastrawannya, adalah orang-orang yang terlalu berharap agar kritikus sastra bisa tampil sebagai lembaga pemberi sertifikasi. Seorang penulis karya sastra akan merasa kurang percaya diri sebelum ada sastrawan yang mengkritisi karyanya, lalu berlomba-lomba meminta endorsmenuntuk menyebut karyanya sebagai karya yang bagus dan luar biasa.
Sastra, karenanya, tidak dinilai berdasarkan derajat sastra, tetapi berdasarkan anasir-anasir politis. Buku sastra diterbitkan, lalu diberiendorsmen dari sastrawan terkenal, dan dihasratkan hal itu akan membuat buku tersebut laris sebagai produk kapitalis. Komentator sastra pun akan memberi pengantar yang luar biasa, melebih-lebihkan, dan membangga-banggakan sesuatu yang sesungguhnya penuh kekurangan dan tak pantas dibanggakan.
Maka, beginilah jadinya, dunia sastra kita seperti jalan di tempat. Kita member sanjungan yang luar biasa terhadap novel yang laris manis tetapi tak punya ruh sastra. Tak heran bila penulis novel Laskar Pelangi, kemudian mendaulat dirinya sendiri sebagai sastrawan internasional sembari meledek para kritikus sastra di negeri ini sebagai nonsense.
Budi Hatees, esais, tinggal di Kota Sipirok
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/04/kritik-dari-para-komentator-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar