Rabu, 22 Oktober 2014

Narsisme Kritik(us) Kritis Sastra Indonesia

Okta Adetya *
http://preteers.wordpress.com

Kritik sastra dewasa ini menemui titik fleksibilitas, artinya kegiatan kritik sastra mampu mempu mengekor perubahan dalam masyarakat. Lampau, kritik sastra identik dengan terbitnya sebuah buku kritik. Kemudian seiring mencuatnya geliat media massa, muncul kritik sastra dalam koran Minggu, majalah, atau media lain. Era digital tak pelak meniupkan ruh baru, terkait perkembangan pesat internet yang memunculan kritik sastra cyber. Meski demikian, nyatanya kritikus sastra kehilangan taring, sehingga dirasa masih sangat tidak memuaskan. Hal ini terjadi, kemungkinan besar ada korelasinya dengan ruang media. Sebuah buku berkaitan dnegan kritik sastra pasti akan mampu mengulas lebih banyak dan lebih mendalam mengenai karya sastra yang dikritik, dibandingkan beberapa kolom dalam media massa. Ketajaman dan kedalaman kritikus pun seakan terlibas oleh ruang. Sehingga kritik yang mereka lontarkan, tak lebih dari sekadar penceritaan kembali sebuah karya sastra.


Dalam perkembangan sastra, kritik sastra menjadi aspek yang cukup menentukan dan penting. Kritik sastra itu ibarat jembatan antara pembaca dan penulis. Artinya, sebuah kritik akan menentukan, apakah sebuah karya sastra akan diminati atau tidak, apakah sebuah karya sastra akan menjadi monumen di eranya atau tidak. Untuk itulah, keberadaan kritik sastra mampu menenggelamkan pengarang atau bahkan melambungkan nama pengarang tersebut.

Dunia sastra Indonesia pernah memiliki kritikus sastra yang handal. Beliau adalah HB Jassin. Pengamat sastra berpendapat, bahwa kritik yang beliau lemparkan cerdas dan berkualitas, mampu melihat karya sastra secara menyeluruh tidak hanya permukaan saja. Akan tetapi, hal menyedihkan terjadi, kala HB Jassin memproklamirkan diri untuk pensiun dari dunia kritik. Sesudah masa itu, kegiatan kritik sastra di Indonesia mengalami stagnansi bahkan berada pada kondisi yang kritis.

Sebenarnya tidak hanya HB Jassin saja yang memandekkan kegiatan berkritik. Pada masa itu, para pegiat sastra di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Indonesia) yang termasuk kritikus gaek, juga mulai mempensiunkan diri dalam berkecimpung di dunia kritik, sebut saja Boen Sri Oemarjati, MS Hutagalung, Lukman Ali, dan Saleh Saad. Sayangnya, mereka tidak melakukan regenerasi kritikus, sehingga keberadan kritikus yang mumpuni pada masa sesudah itu semacam mengalami pemutusan rantai generasi.

Menurut kritikus sastra Amerika Serikat MH Abrams, “kritik” adalah istilah yang dipakai untuk studi yang berkaitan dengan pendefinisian, pengelompokan, penganalisisan, penginterpretasian dan pengevaluasian karya sastra. Dalam dunia sastra terdapat dua jenis besar “kritik sastra”, yaitu kritik teoritis dan kritik praktis. Kritik teoritis berfungsi untuk menetapkan, dengan dasar prinsip-prinsip umum, seperangkat istilah, perbedaan dan kategori untuk diterapkan pada identifikasi dan analisis sastra, termasuk juga menetapkan kriteria (standar, atau norma-norma) untuk mengevaluasi karya sastra atau sastrawan. Sementara kritik praktis, atau kritik terapan, merupakan pembicaraan atas karya sastra, atau sastrawan, tertentu di mana prinsip-prinsip teori yang mendasari analisis, interpretasi dan evaluasi karya tersebut biasanya dibiarkan tidak nampak menyolok, tersirat saja, kecuali kalau memang diperlukan. Dan mereka yang melakukan “kritik” sastra menurut kedua pengertian di atas disebut sebagai “kritikus” sastra.

Kritikus dan karya sastra merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk mampu mengkritik dengan baik, maka kritikus harus memiliki kemampuan dan kompetensi yang cukup baik dalam dunia sastra. Kritikus perlu memiliki pengetahuan yang komprehensif atas jenis sastra. Selain ini sikap profesional dan kritis, menjadi hal vital yang harus dimiliki oleh seorang kritikus sastra Indonesia. Minimal, seorang kritikus memiliki kepintaran yang sejajar dengan orang yang karyanya dia kritik. Pengarang berbincang melalui karya berdasarkan imajinasinya, sedangkan kritikus membincang karya melalui keluasan ilmu pengetahuan dan teori yang dimilikinya. Maka, seharusnya kedua pihak ini mampu membangun sinergisme. Seorang kritikus juga harus tahu betul medium yang dimasuki. Ini penting dilakukan, karena setiap generasi memiliki karakteristiknya masing-masing. Ketika kritikus sastra sudah paham akan karakteristik pada masing-masing generasi ini, maka sedikit banyak itu akan berpengaruh terhadap kualitas kritik yang mereka hasilkan.

B Teew, salah satu kritikus berkebangsaan Belanda, menyampaikan dalam esainya yang berjudul Tentang Paham dan Salah Paham dalam Membaca Puisi menyebutkan rendahnya kualitas kritik puisi modern Indonesia oleh sekelompok dosen, yang dinilainya tidak memuaskan. Puisi yang dimaksud adalah sajak “Salju” karya Subagio Sastrowardoyo dan sajak ‘Coctail Party’ karya Toeti Heraty. Teew berpendapat, bagaimana mungkin sekelompok dosen yang sudah berkubang dan berkecimpung di dunia teori dan akademisi, hanya mampu menghasilkan kritik yang sedemikian.

Lantas, kita juga sering mendengar suara-suara yang melantangkan bahwa sastra modern Indonesia berada dalam kondisi kritis. Salah satu penyebab utama kekritisan ini adalah adanya stagnansi dan tema yang monoton. Adapun upaya penyembuhan yang bisa dilakukan, adalah dengan berkiblat pada perkembangan sastra Eropa atau Amerika. The west is the best, sebagaimana yang dikatakan Jim Marison dari The Doors. Akan tetapi, beberapa kritikus menganggap bahwasannya pendapat tersebut terasa dilebih-lebihkan, mengingat produktivitas pengarang Indonesia yang cukup tinggi. Sastra Indonesia sudah diwarnai berbagai macam aliran, yang kemudian melahirkan penulis-penulis besar semacam Chairil Anwar, Renda, sampai Pramodya Ananta Toer. Berkaitan dnegan tema sosiologis yang banyak diangkat, hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan bahwa perkembangan sastra di Indonesia stagnan. Sebenarnya, sastra sudah berkembang cukup baik, justru perkembangan kritikusnya yang sekarang sedang mengalami fase kritis.

Dalam beberapa dekade balakangan atau masa-masa kritik sastra media mulai berkembang, ada upaya menjustifikasi, bahwa mereka yang menulis tentang sastra dapat disebut kritikus. Tak peduli apa esensi dari tulisan yang dia buat. Orang-orang yang selama ini mengaku sebagai kritikus sastra pun cenderung kehilangan taring. Mereka tak cukup keberanian untuk mengulas karya-karya besar, tulisan yang mereka hasilkan pun cunderung memiliki pangsa tersendiri, yaitu para penikmat sastra pemula. Hal ini semakin diperparah dengan sistem akademis kita yang hanya menyodorkan seperangkat teori. Lebih parah lagi, teori-teori tersebut terkadang keluar dari realita teks itu sendiri. Tentu menjadi tamparan yang cukup keras dan pedas, ketika kita mengkorelasikan dengan apa yang sudah disampaikan oleh B Teew di muka.

Membincang para pegiat sastra yang menasbihkan diri mereka kritikus sastra, kualitas kritikus sastra di Indonesia cukup memprihatinkan. Setidaknya hal itulah yang disampaikan Saut Situmorang dalam tulisanya yang berjudul Dicari: Kritik(us) Sastra Indonesia. Dia memaparkan bahwa banyak kritikus yang tidak bisa menulis, akan tetapi selalu berkomentar miring dan tajam, menghakimi, mencaci maki, bahkan menjadikan pengarang obyek bulan-bulanan. Seakan-akan mereka adalah jagoan, raja yang memiliki kapasitas dan samudera pengetahuan yang luas, sehingga sering membuat kesimpulan-kesimpulan yang kadang terkesan absurd dan arogan. Sorang kritikus, kendati memberikan penilaian yang individualistik tetap harus obyektif dalam menilai.

Saut Situmorang banyak menguliti para kritkus, seperti Korrie Rayun Lampan yang terkesan latah dan dangkal dalam penyusunan buku Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Korrie dinilai tidak memberikan argumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Kritikus lain yang memperoleh komentar pedas dari Saut adalah Nirwan Dewanto yang dinilainya terlalu mentah dalam mengkritik. Dia juga memberikan satu kritikan yang cukup pedas terhadap kritikus sekaligus dosen asal Jakarta, yaitu Maman S Mahayana, yang dinilainya terlalu agresif dalam menyerang pengarang. Dia bahkan menudiang para kritikus sebagai seorang narsistik yang tidak lebih hebat dari pengarang itu sendiri.

Seberapa jauh mereka berkompeten untuk menguliti sebuah karya. Jangan-jangan, segala bentuk polah tingkah mereka hanya semacam legitimasi menyerang pengarang melalui kekuasaan media. Para kritikus akan lebih baik lagi, kalau meningkatkan kapasitas, sehingga kualitas tulisan yang mereka buat dpercaya oleh masyarakat. Karena rendahnya kualitas, akan memicu ketidakpercayaan, sebagaimana para penonton sepakbola yang seakan-akan ingin mencekik komentator abal-abal, namun berbicara seolah dia mampu mengandangkan bola ke gawang seratus kali dalam satu pertandingan. Eksistensi kritikus ditentukan bukan dari berapa banyak hasil kritikan yang mampu dia lahirkan, melainkan seberapa berat bobot kritikan yang dia lahirkan tersebut. Karya sastra bisa terus lahir tanpa kritikus, namun kritikus yang menulis namun dianggap angin lalu, tentu itu sangat menyedihkan.

Sebagaimana kritik terhadap cyber sastra yang mencetak buku berjudul Graffiti Gratitude dirasa sangat mengada-ada. Buku ini lahir pada awal Mei 2011 dari rahim Yayasan Multimedia Sastra (YMS). Awal terbitnya buku ini, membangunkan para kritikus, yang kemudian secara membabi buta menyerang. Tuduhan bahwa sastra cyber tidak dapat dikategorikan sebagai ‘sastra’, pembukuan terhadap cyber sastra adalah pengkhianatan dan dosa atas hakekat bentuk itu sendiri, sampai upaya mempertanyakan mutu dan kualitas dari puisi-puisi tersebut. Upaya ini dikenal dengan pengadilan sastra, yang kala itu menjadi topik serangan favorit bagi kritikus-kritikus sastra di Indonesia.

Terlepas dari segala bentuk persoalan dan sengkarut keberadaan kritikus sastra di Indonesia, negeri ini pernah memiliki kritikus-kritikus sastra yang berkualitas. Merea diantaranya Jacob Sumardjo, Gunawan Mohamad, Emha Ainun Najib, Dami Ndandu Toba, serta tak lupa, Bapak sastra Indonesia, HB Jassin.

June 16, 2013
*) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi