Senin, 20 November 2017

Memori (Film) Pengkhianatan G30S/PKI dan Generasi Milenial

Achdiar Redy Setiawan *
Radar Madura, 01 Okt 2017

Seorang perempuan menggenggam silet di tangannya. Di depannya duduk pria yang terikat kedua tangannya. Pelan-pelan, silet itu pun diarahkan pada wajah pria tidak berdaya itu. Sederet kalimat bernada menakut-nakuti pun terlontar. Salah satu yang paling terekam adalah ini: Darah itu merah, Jenderal. Dengan ekspresi penuh kebengisan, lelaki yang disapa ”jenderal’ itu lantas dihadiahi bogem dan siksaan lainnya. Berdarah-darah. Hingga sekarat, dan menjemput ajalnya.

MEMORI tentang salah satu adegan dalam film kolosal besutan Arifin C. Noer bertajuk (Penumpasan) Pengkhianatan G30S/PKI muncul kembali 2017 ini. Semua bermula ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menginstruksikan memutar film ini. Acara nonton bareng pun bermunculan di beberapa tempat. Semenjak Orde Baru di bawah rezim 32 tahun Presiden Soeharto tumbang 1998, pemutaran film ini absen menyapa rakyat Indonesia.

Film dokudrama berdurasi lebih 3,5 jam ini mengisahkan kegentingan hari-hari sekitar 30 September 1965. Semasa Orde Baru, sinema yang dirilis 1984 adalah menu wajib tonton sekitar 30 September. TVRI (satu-satunya televisi yang bersiaran kala itu) menayangkan ajeg setiap tahun.

Selain di televisi, dihelat pewajiban menonton film ini bagi pelajar di gedung bioskop terdekat di semua daerah. Tak pelak, pewajiban menonton ini menjadikan film beranggaran Rp 800 juta (termahal kala itu) disebut-sebut sebagai film terlaris Indonesia. Hingga kini. Sebuah fenomena wajar. Jika dihitung sejak pembuatan 1984 hingga distop saat Orde Baru tumbang 1998, film ini ditonton jutaan penonton selama 13 tahun.

Selain di televisi, saya yang menempuh pendidikan sekolah dasar di akhir 1980-an dan awal 1990-an juga mengalami fase wajib tonton via layar lebar. Dengan berjalan kaki, guru kami menggiring ke sebuah gedung bioskop lokal bernama Jaya. Kebetulan lokasi SD kami hanya sepelemparan batu dari lokasi bioskop di ujung timur Pulau Madura. Acara nonton bareng pun berlangsung khidmat. Seusai menonton, kami pun diberi tugas menuliskan resume tentang film yang baru kami tonton bersama.

Sebagai anak kecil, pada awal menonton, sebenarnya ada rasa kurang nyaman. Terlalu serius, banyak adegan mencekam dan menyeramkan. Bunyi tembakan, bentakan, dan teriakan histeris menghadirkan aura ketegangan. Darah yang mengucur, mata dicungkil, serta seretan manusia mewarnai sepanjang film. Banyak rekan-rekan sekelas saya, terutama kaum hawa, menutup mata dan berseru lirih ketakutan ketika tiba pada adegan yang menyentuh.

Selain adegan mengerikan di awal tulisan, masih jelas terngiang tatkala putri Jenderal AH. Nasution, Ade Irma Suryani dihantam berondongan peluru. Saat ayahnya berhasil kabur lewat pagar belakang rumah, dalam gendongan ibunya, Ade Irma meregang nyawa. Begitu menggiris.

Adegan utama memuncak ketika PKI menjebloskan para jenderal yang diculik (dan dibunuh) menuju lubang buaya. Satu per satu korban dilemparkan ke dalam sebuah lubang besar. Iringan musik film yang menyayat menambah suasana mencekam. Lengkaplah nuansa kengerian yang dihadirkan.

Keseluruhan cerita film itu lantas menjadi kebenaran yang diyakini anak-anak kecil semacam kami. Pemahaman kesejarahan seputar tragedi berdarah yang pada akhirnya melahirkan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober itu adalah tunggal. Ya versi film yang dibintangi antara lain oleh Umar Kayam (memerankan Soekarno), Amoroso Katamsi (sebagai Soeharto), dan Syu’bah Asa (sebagai DN Aidit, pimpinan tertinggi PKI) ini. Bahwa, PKI adalah dalang seputar G30S ini. Bahwa, apa yang dikreasi PKI ini tindakan inkonstitusional yang memakan korban beberapa petinggi militer yang dicap kontrarevolusi.

Selain tentang pengkhianatan PKI, hal lain yang menonjol adalah glorifikasi Mayjen Soeharto menjelma menjadi pahlawan besar yang mampu menstabilkan keamanan dan politik dalam negeri pasca G30S. Penumpasan pengkhianatan PKI ini pada sejarah berikutnya merupakan salah satu klaim terbesar Soeharto yang mengantarkannya menduduki tampuk orang pertama negeri ini selama 32 tahun.

Lalu, apa urgensinya film ini bagi generasi milenial? Generasi milenial ditandai dengan tingginya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital. Mereka yang lahir di sekitar dekade 1990-an dan awal 2000-an mengalami masa remaja dengan derasnya arus informasi yang dipasok jaringan internet yang semakin mutakhir.

Kecepatan, kesegeraan, ketergesaan, dan instan(isme) menjadi kosakata yang dilekatkan pada generasi ini. Ledakan dan lalu lintas informasi yang hadir menjadikan generasi ini (seakan-akan) tidak memiliki waktu untuk mencari ”kedalaman” informasi. Ditambah, gejala minimnya literasi (baca tulis) di kalangan mereka guna meneguk substansi dan kedalaman. Maka, anjuran Panglima TNI, yang diikuti pelbagai organisasi kemasyarakatan, untuk menonton ulang film Pengkhianatan G30S/PKI menemukan titik urgensinya.

Via film ini, generasi milenial ini bisa melongok sebentar sejarah kelam terbunuhnya beberapa pahlawan revolusi yang didalangi PKI. Mereka harus ngeh bahwa ada sesuatu yang besar terjadi yang mewarnai perjalanan republik ini. Tentu saja, berbekal informasi yang beragam. Cara menafsirkan isi film ini tidak sama seperti yang saya alami selama menempuh masa kecil dan remaja. Generasi milenial dapat mencerna dengan tingkat kekritisan yang memadai.

Pesannya jelas: pembunuhan atas dasar apa pun, apalagi bermotif politik kekuasaan adalah tindakan melawan fitrah kemanusiaan. Kontestasi perebutan kuasa atau dominasi ideologi tertentu tidak boleh melangkahi kodrat kemanusiaan. Tentang komunisme sendiri, generasi milenial yang awalnya disebut Generasi Y (dan kini melangkah lagi ke Generasi Z), silakan membaca lebih dalam. Akar ideologinya bertumpu pada pemikiran Karl Marx. Ia antitesis pada dominannya kapitalisme yang destruktif. Namun derivasinya kemudian tidak tunggal.

Marxisme melahirkan beberapa turunan implementasi sosialisme komunisme seperti Leninisme, Stalinisme, dan Maoisme. Masing-masing menafsirkan berbeda di tataran empiris. Apa pun itu, catatan pentingnya: ideologi komunisme itu telah ditinggalkan hampir seluruhnya di muka bumi ini. Tak relevan lagi untuk coba ditawarkan sebagai ideologi negeri ini. Apalagi founding father kita telah sepakat menggunakan nilai-nilai yang digali dari bumi Indonesia yang kemudian kita namakan Pancasila.

Dus, jika belum ada versi terbaru film seputar kudeta berdarah ini (dibuat berdasar riset serius), pemutaran kembali ”Pengkhianatan G30S/PKI” ini adalah ikhtiar penyadaran yang penting dilakukan secara masif. Tentu saja dengan cara pembacaan lebih kritis untuk beberapa pesan yang dirasa berlebihan.

*) Warga Jurusan Akuntansi FEB Universitas Trunojoyo Madura.
https://www.jawapos.com/radarmadura/read/2017/10/01/16746/memori-film-pengkhianatan-g30spki-dan-generasi-milenial

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi