Selasa, 17 September 2019

Dewan (untuk Legitimasi) Kesenian

Aris Setiawan *

PERSOALAN paling hangat diperbincangkan di kalangan seniman Jawa Timur (Jatim) adalah musyawarah daerah (musda) Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) yang berlangsung di Sidoarjo pada 25–27 Juni 2019. Selain memperdengarkan laporan pertanggungjawaban, musda beragenda memilih ketua dan pengurus DKJT yang baru.

Taufik Hidayat atau yang lebih akrab dipanggil Taufik Monyong selaku ketua telah habis masa jabatannya sejak Maret lalu. Terkesan ganjil memang, bagaimana mungkin musda diadakan tiga bulan setelah kepengurusan berakhir?

Di lembaga mana pun, pemilihan dan pergantian ketua serta pengurus senantiasa dilakukan jauh hari sebelum masa jabatan berakhir. Hal itu semata agar tidak terjadi kekosongan kepengurusan. Dengan demikian, sejak Maret hingga Juni, DKJT adalah lembaga yang tak bertuan alias tanpa pengurus. Tapi baiklah, barangkali itu adalah persoalan teknis. Dan dapat mudah ditebak, Taufik Monyong akhirnya kembali terpilih (periode 2019–2024).

Yang menarik kemudian adalah membaca geliat program kerja DKJT selama ini. Apa yang mengakibatkan lembaga itu penting untuk tetap dipertahankan di kala lembaga serupa bernama dinas kebudayaan dan pariwisata telah terlebih dahulu ada.

Hingga detik ini, kita terlalu sulit untuk membaca irisan –pembagian– laku kerja di dua lembaga itu. Bahkan, tidak jarang terjadinya kesamaan program kerja, sebutlah misalnya sama-sama memiliki agenda rutin memberikan penghargaan bagi seniman-seniman di Jatim. Atau menjadi fasilitator bagi terselenggaranya berbagai seni pertunjukan, seni rupa, dan karya sastra.

Bahkan, tidak jarang pula DKJT menjadi sebentuk event organizer kesenian. Harus disadari, awal mula munculnya lembaga bernama ”dewan kesenian” tidak dapat dilepaskan dari unsur politis, tentang legitimasi penguasa atas kesenian.

Legitimasi

Gunadi Widjaja (2010) memandang dewan kesenian dibentuk sebagai upaya perwakilan pemerintah Orde Baru, bertugas melakukan ”sensor santun” terhadap kesenian yang ada. Instruksi menteri dalam negeri, lewat surat bernomor 5A tahun 1993, menjelaskan bahwa dewan kesenian dibentuk sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam menangani dan menguatkan seluruh potensi kesenian di Indonesia.

Kata ”menangani” menjadi menarik untuk dibaca lebih jauh di zaman Orba. Penguasa tentu terlalu disibukkan dengan persoalan-persoalan politik, ekonomi, dan hukum sehingga urusan kesenian dipandang mendesak untuk dibuatkan lembaga khusus agar tak memengaruhi kinerja di bidang-bidang utama itu.

Alih-alih menangkal pengaruh komunisme (dan sosialisme) di tengah-tengah masyarakat, hadirnya dewan kesenian justru tampak sebagai upaya ”kontrol-mengontrol” bidang seni oleh negara.

Walaupun dewan kesenian menjadi ”lembaga swasta“ yang tak terafiliasi dengan institusi pelat merah, pembiayaannya juga mengandalkan APBD. Dengan demikian, program kerja yang dilakukan secara tak langsung juga sarat dengan kepentingan-kepentingan penguasa.

Dewan kesenian idealnya dapat menjadi penyeimbang (check and balance) bagi tugas yang dilakukan lembaga pemerintah seperti dinas kebudayaan. Sementara dalam realitas praktiknya, tidak sedikit masyarakat yang kesulitan membaca rumusan kerja apa saja yang akan atau telah dilakukan dewan kesenian. Apakah laku kerja tersebut sesuai dengan tugas dan fungsinya atau sekadar upaya dalam menghabiskan anggaran tanpa kadar manfaat yang dapat dirasakan.

Apabila di zaman Orba posisi lembaga dewan kesenian menjadi vital, bagaimana di zaman ini? Saat keterbukaan informasi, kebebasan dalam berekspresi menjadi kenyataan yang tak dapat dielakkan. Masih pentingkah dewan kesenian di kala lembaga-lembaga kebudayaan nonprofit lain muncul dan bertebaran di mana-mana? Hal yang paling utama adalah seberapa jauh masyarakat, terutama seniman, memandang posisi dewan kesenian, lebih khusus di Jatim.

Hampir setiap wilayah di Jatim memiliki dewan kesenian. Walaupun tidak sedikit yang mati, lalu hidup lagi ketika ada dana operasional dan kemudian kembali mati di kala dana itu habis. Denyut kerjanya sayup-sayup tak terdengar dan yang paling ironis, posisinya semakin berjarak dengan seniman.

Terlebih apabila petugas dan pengurus dewan kesenian serupa makelar atau cukong seni, dalam takaran tertentu mengambil jatah kegiatan (pementasan-pameran) yang seharusnya menjadi hak dan milik seniman daerahnya. Hal itu dapat terjadi karena dewan kesenian dalam beberapa aspek dipandang sebagai gerbang terdepan, baik dalam konteks informasi maupun pemberitahuan-perizinan berkesenian. Akibatnya, mudah dijumpai pengurus dewan kesenian berupa kumpulan para seniman, yang sering kali tidak memiliki kemampuan mumpuni dalam bidang manajerial.

Pengelolaannya dilakukan secara asal-asalan, tolok ukur keberhasilannya dibuat sendiri. Indikasi terkait hal itu mudah dilihat. Hingga detik ini, setelah sekian lama DKJT hadir, kita terlalu sulit membaca dan mengakses laporan pertanggungjawaban ketua atas program kerja yang telah dilakukannya. Kepada siapa laporan itu dipertanggungjawabkan bila bukan kepada publik dan terutama seniman?

Semua itu tampak begitu rumit diakses barangkali karena menyangkut urusan uang dan kepentingan. Karena itu, tidak ada salahnya bila kita mengoreksi dan membaca ulang posisi penting dewan kesenian dewasa ini agar tidak terjadi tumpang-tindih program kerja (itu pun bila ada) serta melepaskan diri dari berbagai kepentingan, termasuk persoalan politik.

Poin terakhir perlu dicermati. Sebelum terpilih kembali, Taufik Monyong adalah calon anggota legislatif dari salah satu partai. Seberapa jauh dia dapat mendudukkan diri, di satu sisi sebagai kader yang loyal kepada partai dan di sisi lain sebagai ketua DKJT? Akankah kesenian yang sering kali didengung-dengungkan sebagai cakrawala kebebasan berkreativitas itu kemudian menjadi abu-abu, sarat dengan berbagai ambisi berpamrih banal? Aduh!

*) Aris Setiawan, etnomusikolog, pengajar tamu di STKW Surabaya.
https://www.jawapos.com/minggu/saujana/30/06/2019/dewan-untuk-legitimasi-kesenian/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi