Jumat, 23 April 2021

INTEGRITAS DALAM SASTRA

Radhar Panca Dahana
 
SEBAGAIMANA banyak bidang kehidupan lainnya, kehidupan dalam sastra juga memiliki romantiknya sendiri. Baik itu romantika yang berlangsung secara internal, di dalam diri atau lingkungan terbatas sastra itu sendiri. Maupun romantika yang berhubungan dengan kehidupan eksternal sastra, seperti kehidupan politik, sosial, ekonomi, hukum, dan bagian kebudayaan lainnya.
 
Karena relasi dan realitas saling memengaruhi di antara bidang-bidang kehidupan itulah, romantisme lingkungan sastra juga ditandai oleh pergesekan kepentingan, permainan emosi, olah taktik-strategi, bahkan juga tipu muslihat. Tak bisa dibantah, misalnya, di dalam pergaulan sastra juga terjadi usaha akumulasi kekuatan (sosial, politik, dan ekonomi, misalnya) untuk antara lain menciptakan otoritas bahkan hegemoni dalam justifiasi atau legitimasi kesastraan sebuah karya.
 
Hal ini berlaku umum, tentu saja. Tak hanya di Jakarta, tapi juga di kota-kota lain, juga di banyak negara lain. Bagaimanapun, sebagai sebuah bidang kehidupan, sastra juga memiliki posisi, peran, dan fungsi strategis yang dapat secara praktis digunakan untuk menciptakan “kekuasaan” atau meraih akses pada fasilitas sosial dan ekonomi yang ada. Karena itu, akumulasi kekuatan tersebut menjadi penting bagi segolongan pekerja dan penikmat sastra. Dan kepentingan pun mulailah bekerja di sini.
 
Permainan dan perbenturan kepentingan ini, dalam istilah teknis, disebut sebagai “politik sastra”. Suatu kegiatan tersendiri, yang kadangkala begitu dominan, bahkan merasuki, menjadi “racun” bagi kreativitas yang menjadi variabel paling penting dalam sastra. Sebagai contoh, seorang sastrawan muda, yang masih marjinal dan ber-“kasta” rendah, yang baru saja masuk dan mengenal percaturan sastra “kelas menengah dan tinggi”, akan dengan cepat tergiur dengan imbalan legitimasi serta materi (uang) yang ditawarkan oleh satu kelompok kepentingan tertentu.
 
Walaupun untuk itu ia harus membayarnya dengan loyalitas tinggi, menjadi “yes men”, atau menjadi pengikut “ideologi” sastra bahkan “politik” dari pemegang kuasa kelompok tersebut. Akibatnya, masyarakat sastra punkemudian terpecah dan terkotak-kotak menjadi gerombolan-gerombolan sastrawan yang terikat dengan fasilitas, tujuan, kepentingan dan ideologi tertentu. Dampak dari keadaan ini, ada beberapa yang dapat terlihat dengan mudahnya.
 
Pertama, masyarakat sastra menjadi terseparasi secara horisontal, yang dikemudian waktu berkembang menjadi separasi kepentingan dan ideologis yang kian tajam. Kedua, dalam situasi tersebut, konflik pun tak terelakkan lagi, berlangsung khususnya demi dan untuk kepentingan ideologi yang non-sastrawi. Akhirnya sastrawan (muda) pun lebih banyak bertikai dengan sesamanya atas nama hal-hal yang non-artistik, mengikuti nafsu atau hasrat kekuasaan petinggi kelompoknya. Dan yang menarik, juga perlu penelitian lebih jauh, buah karya literer yang dihasilkannya pun kemudian terpengaruh oleh situasi yang konfliktual itu.
 
Hal ketiga, separasi pun sebenarnya terjadi secara internal kelompok. Namun kali ini bentuknya vertikal, di mana tercipta gradasi berdasarkan senioritas. Namun, bukan gradasi sastra yang ditentukan oleh kualitas, kapasitas, atau kapabilitas literer saja, tapi juga oleh jangka waktu keterlibatan dan kemampuan mengakses fasilitas-fasilitas sosial, politik dan ekonomi. Maka kemudian”kualitas” sastra pun mulai menggunakan ukuran-ukuran yang standar-standarnya ada pada ranah politik, sosial, atau ekonomi. Ranah yang sama sekali ada di luar pertimbangan estetik maupun artistik.
 
Yang keempat, juga membutuhkan pengamatan lebih lanjut, tercipta semacam pola rekrutmen yang menyaring peserta atau anggota baru melalui standar-standar literer tertentu (standar yang sesuai dengan ideologi sastra kelompok). Ditambah keterbatasan fasilitas yang dimiliki tiap kelompok, pola penyaringan ini pun mengetat, sehingga jumlah yang direkrut pun begitu minimnya dibanding jumlah pemain yang muncul.
 
Akibat dari hal di atas, sebagai hal kelima, muncullah segolongan besar sastrawan muda yang kesulitan memasuki atau gagal mengikuti proses rekrutmen dia atas. Sebagian dari mereka menggelandang bebas sebagai “ronin-ronin” sastra, sebagian mengelompok menciptakan komunitas tandingan -yang relatif lebih “miskin” tapi “kaya” dalam klaim– dan sebagian lain memang memilih menjadi “musashi”, sebagai pendekar tunggal yang independen dan marginal, tak peduli dengan seluh-selinguh di atas, kecuali pada karya itu sendiri.
 
Sebenarnya ada hal positif yang dapat diproduksi dari situasi – yang banyak dikeluhkan seniman dan sastraan senior – di atas. Separasi yang terjadi dalam dunia tau lingkungan sastra, sebenarnya bisa berkembang menguntungkan jika ia menjadi semacam diskursus intelektual. Semacam pergulatan bahkan pertikaian pada tingkat ide yang menyangkut pemahaman-pemahaman kesusastraan: cara pandang sejarah, world view, atau kecenderungan teoritis dan ideologis (dalam sastra) tertentu.
 
Diskursus semacam ini akan memberi sumbangan yang berarti bagi perkembagan sastra mutakhir kita, yang selama berdekade lebih banyak tenggelam atau dipengaruhi oleh ide-ide yang didatangkan dari luar. Sehingga raksasa-raksasa akademik sastra pun masih banyak yang kita ambil dari berhala-berhala asing. Dengan adanya diskursus di atas, sebuah “penglihatan” sendiri dan tersendiri, terhadap dunia dan khazanah literer sendiri, dapat diharapkan muncul dan pada akhirnya membantu sebagian orang (sastrawan) yang sangat membutuhkan apa yang sering disebut sebagai “identitas kesusastraan Indonesia”, misalnya.
 
Jika separasi berlangsung terus sebagaimana terurai di awal hingga pertengahan tulisan ini, masyarakat sastra kita bisa dipastikan akan menjadi pucuk daun yang diayun oleh kekuatan-kekuatan sosial yang ada di luarnya (partai politik atau uang, misalnya). Namun jika ia berkembang positif sebagaimana disebut di paragraf sebelum ini, secara sinergis dinamika (yang konfliktual sekalipun) dari “kekuatan-kekuatan” sastra itu akan membentuk sebuah cerita, filosofi, bahkan weltanschauung tersendiri, dan semua pekerja sastra, tak terkecuali, dapat menautkan atau mengidentifikasi diri Tanpa harus terlalu tenggelam di kepentingan yang non-sastrawi.
 
Yang lebih utama lagi, kemungkinan terciptanya integrasi dalam kesusastraan Indonesia pun dapat diharapkan. Satu masa atau keadaan di mana sastra Indonesia dapat ditengarai ciri-ciri atau struktur identifikatifnya, ditandai kekuatan dan kelemahannya, diteropong historitas dan masa depannya, ditemukan jati dirinya. Satu proses yang sudah berlangsung di beberapa negara, seperti India, Cina, Jepang, dan beberapa negara Barat misalnya.
 
Wacana intelektual yang dimaksud di sini, memang pada akhirnya adalah wacana identifikatif dalam dunia dan kehidupan bangsa yang belakangan memang silang-sengkirut karena ketidakpastian eksistensi, tindihan hidup yang memberat, dan kerancuan atau kegamangan menghadapi perubahan zaman yang begitu tinggi percepatannya. Satu kesemrawutan yang pada mulanya menciptakan dislokasi dan disorientasi, dan pada akhirnya melenyapkan integritas para pemuka (elit)nya, juga publik pada umumnya.
 
Integritas dalam sastra menjadi begitu vital dan kritis saat ini, lantaran kelangkaan hal itu membuat sastra invalid dalam memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan bangsa ini, dalam kompetensi dunia yang semakin keras dan ketat. Adanya integritas sastra, yang berdampak pada kemampuan dan kekuatan bahasa serta dunia simbol kita, tentu saja akan sangat membantu mempertegas dan konsistensi langkah kemajuan dari setiap elemen negeri ini.
 
Semua mungkin dimulai dari tingkat pribadi. Integritas personal baik dalam kalangan sastra itu sendiri maupun di luarnya, harus kita titi dengan kesungguhan, ketekunan, stamina fisik dan mental yang sumber-sumbernya dapat digali dari khasanah adat dan tradisi kita yang padat dan kaya. Dan lebih penting dari itu, ia mesti segera dimulai. Sehingga pertanyaannya pun jadi lebih praktis dan konkrit; oleh siapa? Siapa lagi jika buka dua kata penunjuk subyek ini: aku dan kau.
***
 
http://shareforgoodpeople.blogspot.co.id/2015/03/contoh-esai-sastra-esai-panjang.html

http://sastra-indonesia.com/2018/01/integritas-dalam-sastra/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi