Jumat, 04 Juni 2021

Pramoedya Ananta Toer dan Mark Hanusz Bicara Kretek

Udin Badruddin *
bolehmerokok.com, 26/10/2019
 
Seperti dikisahkan oleh Pramoedya Ananta Toer, bahwa ketika masa pendudukan Jepang, rakyat Indonesia yang saat itu sulit mendapatkan rokok kretek klobot, mencari alternatif lain dengan menggunakan daun-daunan untuk bisa terus mengkretek. Bahkan masih kata Pramoedya, saat rakyat Indonesia kesulitan pangan akibat penjajahan, kretek bisa menjadi sarana untuk menghilangkan rasa lapar yang melilit. Bukan hanya itu, merokok kretek kata Pramoedya, kemudian bisa membuat dirinya menjadi tenang (calm down).
 
Karena itulah Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa rokok kretek selalu menjadi bagian terpenting dalam penguatan ekonomi lokal. Pemerintah Indonesia menarik pajak yang besar terhadap industri dan penjualan rokok kretek. Karenanya, lanjut Pramoedya, rokok kretek merupakan sebuah komoditas yang sangat signifikan bagi kedaulatan ekonomi nasional. Selain itu, industri kretek juga sangat efektif untuk menyerap tenaga kerja Indonesia. Sekarang puluhan juta masyarakat Indonesia yang bekerja dalam dunia kretek, mulai dari buruh pabrikan hingga marketing. Belum lagi kalau industri kretek ini dihubungkan dengan dunia pertanian, maka kretek bisa memperkuat ekonomi petani tembakau.
 
Mark Hanusz mengatakan, pengaruh lahirnya kretek bukan hanya terhadap ranah ekonomi, melainkan juga terhadap ranah sosial dan budaya. Ketika kretek muncul, maka konsekuensinya, tradisi meng-kretek di kalangan masyarakat pun mulai terbangun. Masyarakat Indonesia banyak yang mulai menikmati kretek di berbagai bentuk aktivitas mereka. Dengan tradisi meng-kretek ini, maka kretek menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia. Kretek telah diterima sebagai bagian hidup dari berjuta-juta masyarakat Indonesia. Dengan terintegrasinya tradisi kretek ke dalam kehidupan masyarakat itu, maka, kretek kemudian turut membentuk identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Ciri khas bangsa Indonesia adalah menyukai kretek. Kretek kemudian tidak bisa dipungkiri sebagai ikon budaya Indonesia.
 
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kretek telah memainkan peran penting di berbagai ranah kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga fakta ini bisa menjadi justifikasi tentang adanya budaya kretek di kalangan masyarakat Indonesia. Jika table manners merupakan ranah yang legitimate untuk penelitian antropologis, maka begitu juga halnya dengan budaya merokok kretek.
 
Di antara nilai sosio-kultural kretek adalah fungsi kretek dalam konteks hubungan sosial di antara masyarakat. Kretek kata Hanusz bisa menjadi pemecah kebekuan sosial (social ice-breaker) untuk membangun keakraban dalam persahabatan dan persaudaraan di antara anggota masyarakat. Biasanya untuk menjalin persahabatan dan menciptakan kehangatan di antara sesama anggota masyarakat, utamanya bagi mereka yang belum saling kenal, maka langkah pertamanya adalah meyodorkan rokok kretek. Kretek dalam hal ini kemudian berfungsi sebagai sarana menjalin keakraban. Di sinilah kemudian, rokok kretek mempunyai peran di dalam ranah sosial.
 
Selain itu, dampak sosial munculnya kretek juga terjadi di dalam ranah ekonomi. Kretek merupakan basis perekonomian nasional yang paling menjanjikan. Sebab, pertama, bahan bakunya sebagian besar didapatkan dari bumi Indonesia sendiri. Tembakau dan cengkeh bisa dijumpai di bumi Indonesia. Kemudian yang kedua, para konsumen kretek terbesar juga masyarakat Indonesia. Hal ini sekaligus membukakan pasar tersendiri bagi kretek. Karena itu, kretek merupakan cermin dari kedaulatan ekonomi warga pribumi.
 
Karena memang sudah menjadi tradisi dan budaya, maka kretek kemudian telah mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merasa ada yang hilang dalam diri dan kehidupannya ketika tidak meng-kretek. Kretek juga menjadi “teman” yang hangat ketika seseorang dilanda kesepian. Maka kretek bagi rakyat Indonesia yang benar-benar Indonesia, harus ada dalam sakunya. Ketidakterpisahan antara kretek dengan masyarakat Indonesia ini sudah terbukti dalam sejarah, termasuk dulu di era penjajahan.
 
Sebagai bagian yang integral dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, kretek bukan hanya difungsikan untuk hal-hal yang profan, seperti untuk basa-basi sosial, untuk mengisi kesepian, untuk beramah tamah dengan saudara atau teman dan sebagainya. Tetapi juga aktivitas-aktivitas ritual dan spiritual. Kretek kemudian turut menjadi bagian dari aktivitas religiusitas masyarakat Indonesia tersebut. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, kretek dipercayai sebagai salah satu unsur sesajen (persembahan) yang cocok untuk Yang Maha Kuasa. Jika kretek merupakan sarana sesembahan atau media sesajian yang pas untuk Yang Maha Kuasa, maka aktivitas merokok kretek mempunyai kualitas yang hampir sama dengan ritual.
 
Sementara itu dalam konteks budaya politik, kretek juga dekat dengan revolusi Indonesia. Sebagaimana disinggung di atas tentang aksi diplomasi haji Agus Salim di Eropa. Pada saat Agus Salim menyulut rokok dalam diplomasinya itu, dia sebenarnya tengah menciptakan pernyataan kemerdekaan secara pribadi yang barangkali bisa diinterpretasikan dengan fakta bahwa Agus Salim tengah mengkritik praktik imperialisme Barat dalam aksi diplomasinya itu.
 
Kemudian dari itu, rokok kretek juga memicu lahirnya kreatifitas di dunia design. Hal ini terkait dengan logo dan bungkus rokok kretek yang terus berkembang, seni desain grafis tidak sekedar seni dekorasi. Di dalam seni grafis dibutuhkan imajinasi untuk emnciptakan pola gambar yang menarik bagi publik. Hal ini juga terjadi di dalam dunia industri rokok kretek.
 
Selain dari itu, aspek lain dari budaya kretek ini adalah tentang nilai dan kebesarannya dalam konteks Indonesia. Seberapa besar rokok kretek dalam kultur masyarakat Indonesia, terutama ketika berhadapan dengan produk rokok asing? Ketika kretek ditemukan pada abad 19 di Kudus, rokok itu telah dikukuhkan sebagai obat penyembuh asma. Sehingga rokok kretek juga dijual di apotek.
 
Rokok keretek saat itu umumnya hanya digunakan oleh kalangan petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan juga orang-orang kota yang berpenghasilan rendah seperti pekerja bangunan atau supir angkut. Hal ini barangkali dari imbas diimpornya rokok putih dari Eropa yang diproduksi pada 1850-an. Di era 1960-an seseorang yang hendak meningkatkan gengsinya, maka dirinya harus menggunakan rokok putih di ruang publik dan rokok kretek hanya digunakan di ruang privat.
 
Pada tahun 1870-an rokok kretek mengalami kebangkitan. Hal ini ditandai dengan munculnya dua peristiwa dalam dunia kretek yaitu konsolidasi industri rokok kretek dan munculnya startegi baru untuk revolusi kretek Indonesia. Peristiwa pertama terjadi untuk merespon oil boom yang mendorong membanjirnya arus modal ke dalam ekonomi Indonesia. Saat itu presiden Soeharto menstimulasi perkembangan industri-industri dalam negeri termasuk industri rokok. Sementara peristiwa yang kedua yakni revolusi kretek terjadi karena adanya lisensi bagi industri-industri rokok kretek untuk melakukan produksi berbasis mesin. Dari revolusi kretek ini, maka muncullah yang namanya rokok kretek filter buatan mesin. Rokok kretek filter buatan mesin ini kemudian mempunyai status atau penampilan yang sekelas dengan rokok putih. Sehingga rokok kretek yang filter ini kemudian juga diminati oleh kelas menengah ke atas. Konsekuensinya, menjelang akhir 1970-an rokok kretek bersaing secara head-to-head dengan rokok-rokok asing.
 
Perkembangan ketiga yang mendorong perkembangan secara cepat industri rokok kretek di akhir 1970-an itu, adanya penyebaran rokok-rokok kretek ke luar pulau Jawa akibat diterapkannya kebijakan trasmigrasi. Akibat transmigrasi inilah, pada tahap perkembangan selanjutnya, rokok kretek dalam bentuknya yang modern bisa dijumpai di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Mulai dari ujung barat pulau Indonesia (Sumatra), hingga ke ujung timur, (Papua). Hal ini berbeda jauh dengan era sebelum Perang Dunia II, di mana para produsen rokok kretek hanya menjual rokok kretek di area sekitar produksi saja yang tentunya sangat sempit dan terbatas. Dari sini industri kretek selanjutnya terus mengalami pasang surut dan dinamika yang berliku-liku hingga detik ini.
 
Hal ini menunjukkan bahwa kretek dalam diri manusia Indonesia sudah begitu melekat dan sulit dipisahkan. Karenanya tidak diragukan lagi, bahwa kretek merupakan unsur tradisi penting dalam masyarakat Indonesia.
***
 
*) Udin Badruddin, seorang santri dari Kudus yang kini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK). http://sastra-indonesia.com/2020/11/pramoedya-ananta-toer-dan-mark-hanusz-bicara-kretek/
 
Catatan terkait: http://sastra-indonesia.com/2020/04/di-balik-kampanye-anti-rokok-kretek-internasional/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi