KRT. Suryanto Sastroatmodjo
Ada nan taklebur dikubur umur
Ada nan takgugur disapur uzur
Ada nan terngiang selarut zaman
Sedayung Kasih di arus kenangan.
Sahabatku Lorenzo!
Puji Tuhan! Semoga kaujabat tanganku pagi ini. Semoga hatimu pun kembali hangat, setelah persahabatan yang hampir setengah abad ini dapat kita abadikan. Mungkin sekali, bukan pahatan-pahatan apik di tugu marmer nan menjulang di tengah kota. Namun, jelas-jelas dia rekaman dari sudut, pertigaan dan perempatan yang menghiasi kota ini, lewat aneka cuaca, lewat aneka musim. Kukira, hanya dalam gumpalan karya sastra, yang dalam hal ini prosa berirama, dapatlah segalanya abadi di ingatan, lestari di benak, muda senantiasa dalam dada kita.
Lorenzo yang pendiam!
Di pondok bambumu yang bersahaja, senantiasa kudengar suara air mendidih dalam ceret, atau bau nasi yang sangit di dalam kendil di atas anglo. Ah, kau masih juga teledor di hari tua, sahabat. Aku tiada menyalahkanmu. Isterimu sakit-sakitan, semenjak jatuh dari anaktangga pertama, sewaktu sepekan menjelang Natal, dia berusaha mengecat tembok atas yang sudah melupur warnanya, dan karena dia dikejutkan seekor kucing yang melompat dari loteng, maka dia jatuh.
Sungguh, saya merasa amat kasihan waktu itu. Apa boleh buat, segalanya terbatas. Termasuk dokter dan obat-obatan. Kukira, kau yang lebih terpukul. Setelah duapuluh tahun perkawinanmu, barulah hadir seorang anak perempuan. Dia pun lemah, lahir sebelum saatnya. (Lagi-lagi kau ungkapkan kecewamu dengan terus-menerus menyanyikan lagu-lagu rohani, memaksakan tidur tengah malam di gereja alit di ujung desa itu. Ah, kau cukup bersabar untuk menunggu kelahiran anak, dan tiada hentinya berharap agar Tuhan mengurniai seorang bayi lelaki. Tetapi jika Dia telah berikan sesuatu yang lain, mestikah dirimu masih meratap jua, sahabatku?) – dan aku kini mengenang wajahmu yang hitam penuh gurat-gurat kepahitan, kerasnya hidup, duka dan kemiskinan.
Lorenzo yang baik.
Isterimu telah tidur pada jam delapan malam (karena begitulah dokter menasehati), sedangkan anakmu kini sudah memasuki Taman Kanak-kanak, kelihatan teramat manis, mungil, ceria dan dapat merebut seluruh perhatianmu, selama tinggal di permukiman sepi. Apapun soalnya, sahabat, teruslah berdoa pada-Nya, kapanpun seperti dulu ketika kita masih sama-sama muda dan nakal, sama-sama menjalani pendidikan sebagai calon pendeta di Kliaborong. Aku percaya, kendatipun aku tidak menjadi seorang pendeta seperti rencana semula, sedangkan Tulus dan Andri telah lebih dulu kabur dari asrama (lantaran tidak kuat melawan keinginan untuk menjadi kerani di perkebunan Sumurtujuh) – aku mungkin satu-satunya sahabatmu yang menyesal, karena derajat mulia itu taksanggup kudekap. Aku sungguh gembira berbahagia, mendengar dan (kemudian menyaksikan dengan mata kepala sendiri) dirimu menjadi seorang Domine di pedusunan ini.
Bahagia, sahabat – karena ketekunanmu telah berbuah. Keprihatinan, sikap pasrah, dan kesederhanaan hidup puluhan tahun menempa pribadimu. Hari-hari bocah di permukiman kumuh telah membuatmu dewasa – lebih daripada siapapun yang pernah menduga. Karena dengan pembajakan hidup yang keras ulang-berulang, kauperoleh makna gumolong. Hari-harimu sekarang diliputi pengabdian, Kasih ketegaran Iman. Bapakmu yang tua berwajah sendu, yang mewedarkan sikap teguh dalam satu kesujudan, ternyata telah berhasil mencetak dirimu seperti yang kusaksikan ini.
Penghasilan yang serba sedikit dan tangis istrimu yang sering merasakan kenyerian tulang di tengah malam-malam dingin, tak pernah membuat dirimu mundur sejengkah. Cintamu terhadap penduduk desa yang lugu dan miskin ini, membuat siapa pun menaruh hormat. Akupun kini merasa bukan satu-satunya penghibur yang membuat dirimu betah berada di tengah kebun palma dan zaitun ini adalah senyum tawa si kecil Patricia, putri tunggalmu. Menyaksikan kelincahannya menyanyikan lagu-lagu kelucuan kanak-kanak, bahkan tatkala ia menyanyikan senandung lagu rohani dengan iringan kulintang, sebenar-benarnya membuat siapapun bangga, serta mengingatkan akan bakatnya yang besar di kemudian hari.
Kau sungguh seorang bapak yang amat berbahagia, sahabat. Malahan bukan hanya sangat bahagia, melainkan kudu merasakan kebahagiaan ini sebagai karya puncak dari ujud baktimu yang cukup panjang di Dunia Timur. Jangan cemas dengan haritua yang merayap menyeringai. Jangan risau dengan umpatan-umpatan wargadesa yang belum sadar akan panggilan murni dari abdi-abdi kebenaran yang banyak berkorban di kawasan ini.
Lorenzo yang tegar hati.
Karena di depan telah kusebutkan, bahwa sekalipun aku telah meninggalkan panggilan suci ini, aku toh tidak jauh dari langkah-langkah nan laju. Aku takkan berpaling dari Sabda Tuhan, bahwa pengabdian bisa dilaksanakan di manapun, di bawah naungan sinar mentari. Bila kuambil ketegasan, dengan menjadi seorang jurnalis – kendatipun aku bekerja pada sebuah suratkabar yang didirikan oleh sekelompok orang asing yang dewasa itu masih mencengkeramkan kuku-kukunya di pulau rempah-rempah ini! – kuharaplah dikau dapat memaafkan, memahami, kemudian menganggapnya wajar semata.
Maklumlah, kawan. Tatkala Si Anneke, putri bupati yang kaya dan congkak itu berusaha untuk merebut seluruh perhatian cintaku, terusterang aku belum punya kemapanan hidup. Aku nyaris tak punya sesuatu yang dapat kubanggakan selain ketampanan wajah (kuharap ini hanya sekadar ungkapan rendah diriku, bukan kebanggan diri!) – dan sebagai seorang lelaki, kurasa lebih berharga bila menjadi kerbau pembajak sawah (yang bisa memperlihatkan kenapa keringatnya harus mengucur, kenapa tenaga mesti terkuras) katimbang menjadi seorang ‘pejantan’ yang dibonekakan oleh lingkungan barunya.
Menjadi jurnalis karena terpaksa, karena harus sanggup mencari nafkah untuk anak-orang, dan bukan malah mentelantarkan setelah kejantanannya terkuras. Ya, sahabatku. Iparku seorang yang berpengaruh. Pada pemilik modal yang mengelola suratkabar itu, aku diajaknya melamar kerja. Mungkin nasib baik yang melindungi, hingga akupun diterima!
Lorenzo yang budiman!
Nasib kita mungkin sama, tapi juga mungkin berbeda. Sama, karena kita punya pengabdian buat membukakan mata ratusan orang untuk mengakui Keberadaan Diri dan Keadilan. Mengulang firman bakti yang terindah, untuk membangkitkan daya juang kalangan jelata. Berbeda karena dirimu kini sudah secara utuh memiliki keluargamu yang tercinta, tanpa campurtangan pihak lain.
Sedangkan diriku? Tak lebih seperti musafir yang menitipkan hidup, hargadiri serta kebebasanku kepada orang yang berkuasa, yang mampu membeli tenagaku, mengusikku dengan deretan tugas yang sangat panjang. Ah, entah sampai kapan, sahabat. Biarlah, tangan nasib akan dapat menyampaikan kabar dan pilihannya. Tapi marilah kita ucapkan syukur, bahwa dalam umur menjelang senjahari, kita masih mampu berbincang, serta mempertemukan kembali cita-mulia yang pernah kita gayuh dahulu.
Malam ini, sahabat, aku menyelesaikan paruh kedua dari rangkuman sanjakku, yang melukiskan sebuah parade panjang dari sikap, getaran, gugusan yang pernah kita lakukan pada masamuda. Aku teringat, sepekan sebelum Natal tahun silam, aku pergi ke desa Margarulit, untuk menaburkan kembang di makam orangtuaku. Tapi aku juga menyempatkan diri menyekar di makam Pa Ambalu, bapakmu yang baik hati itu, tak jauh dari pekuburan Goem di pinggir kali Liwa yang gemericik bening.
Entah kenapa, ketrenyuhanku timbul demi teringat kekerasan hatinya, yang berusaha membesarkan anak-anaknya dengan satu pembantingan tulang yang total. Kunjungan ke makam itu barangkali dapat kuanggap sebagai ‘uluk-salam’ pada almarhum. Selepas Maghrib, aku rampung berdoa dan tiba-tiba saja jurukunci pekuburan, Pa Solake datang tergopoh menyalamiku. Bukankah sore tadi aku bingung mencarinya? Aku sampai berpesan pada seorang bocah lanang cilik penjual bunga di Pasar Sore, untuk memanggil Pa Solake.
Dia bekas sersan jaman gerilya, yang pantas juga namanya kucatat dengan aksara emas. Usai masa revolusi, dia benar-benar terjun sebagai pengelola kuburan rakyat di dusun berlembah sana, total membaktikan dirinya sebagai penyelenggara upacara di kompleks makam, meladeni peziarah dan sebagainya. Lebih dari itu, dia masih berhubungan kerabat denganmu.
“Aduh, Nico…” dia menyapa, halus. Kujabat tangannya yang berkudis dan terasa kasar. Maklum, dia juga petani yang rajin. “Maafkan Pa Solake. Hampir dua Natal, aku tak singgah di desa tua ini. maklum, tugas-tugas…”
Pa Solake ketawa, seperti menyeringai. Gigi-gigi emasnya nampak berkilatan. “Aku juga memaklumi, Gus Nico. Apalagi, anda adalah Tuan Bupati. Kaya, beristri rupawan. Kabarnya, putra anda yang sulung, tahun ini sudah lepas Sekolah Lanjutan Atas, melanjutkan ke sebuah Universitas di mancanegara?” Ah, sapaan begini kurang menyenangkan bagiku. Selalu itu-itu juga yang disebut orang. Kalau saja mereka tahu, betapa aku telah menggadaikan hargadiri. Menjadi ‘orang besar’ bukanlah suatu peristiwa menyenangkan agaknya. Kendatipun yang diintip para tetangga cuma kelimpahan harta benda, atau sinar-sinar di sana-sini yang menyorot dari sisi nan gelap.
“Gus Nico, tadi bapa lihat mobil sedan merah tua diparkir di pelataran rumah Kepala Desa. Aku tanya kepada seorang kerabatnya, ternyata tuanlah pemiliknya. Sudah likuran tahun tuan tak singgah kemari. Dan jika warga sini melihat kegigihan tuan dalam hidup, kami bangga sekali. Suatu tanda, ada yang berangkat makmur, raharja dan teguh.”
Tidak, tidak, dan kupikir mereka salah tebak. Mereka tak tahu penderitaanku. Tiga anak yang kuperoleh dari perkawinan yang lebih merupakan ‘penjara’ ini sungguhlah pahit. Si sulung, yang gagah dan tampan, kini memasuki bangku perguruan tinggi, nyaris mengikuti tradisi keluarga pihak ibunya. Anak kedua, seorang perempuan, yang masih di sekolah lanjutan atas. Ayu seperti ibunya, berpribadi angkuh. Tak kuduga kalau ia menjadi semacam itu.
Untungnya, si bungsu, juga seorang perempuan— tapi ia lebih dekat dengan diriku: bapaknya. Ia lemah, ringkih, dan lebih daripada itu, mengakui hak-hak kaum kecil, berani berbicara ketimpangan sosial yang ada di sekeliling. Kendati masih di kelas pertama sekolah lanjutan pertama, bakat-bakatnya sebagai sastrawati mulai nampak. Ia mulai menulis syair-syair bernada protes kepada tatacara yang menjadi milik masa lampau leluhurnya. Aku terkadang terharu membaca tulisan dari si bungsu, yang teramat menyentuh kalbu.
“Kukira saatnya sudah tiba, Gus Nico” – jurukunci berkata lirih. “Kukira, makam keluarga harus diperbaiki. Dihias dengan batu marmer; kalau hanya berupa nisan dari batu alam, cepat retak, cepat hancur…” Aku menelan ludah. Tak tahu apa yang musti kuucapkan. Di benakku sudah siap himpunan prosa berirama untuk mengekalkan nama orang-orang tercinta di sini.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 02 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar