-sebuah diskripsi kesenian yang hampir punah-
Joko Sandur
Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang sampai saat ini masih hidup dan terpelihara, serta dipercaya mempunyai kekuatan magis bagi masyarakat pendukungnya, khususnya masyarakat desa Yungyang. Kesenian yang konon lahirnya pada masa penjajahan Belanda itu, sampai sekarang tetap hidup, terpelihara, dan berkembang, serta eksistensinya.
Sandur merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional kerakyatan yang langka, bahkan dapat dikatakan hampir punah, mengingat durasi pementasan kesenian tersebut semakin memurun. Sandur sebenarnya tidak hanya terdapat di wilayah Lamongan saja, tetapi juga terdapat di daerah-daerah lain, seperti daerah Bojonegoro, Probolinggo, Pamekasan, Bangkalan, Jombang, Surabaya, Tuban dan Lamongan. Secara pragmatis menurut pengamatan penulis, dewasa ini di daerah, daerah yang disebutkan di atas, hampir tidak pernah ada durasi pementasan kesenian sandur tersebut. Jika dimungkinkan ada, maka durasinya sangat kecil bila dibandingkan dengan daerah Lamongan.
Kesenian sandur di daerah Lamongan ini mempunyai kesamaan dengan kesenian sandur yang ada di daerah lain (Tuban dan Bojonegoro). Kata sandur berawal dari sebuah artikel yang berjudul “Seni Sandur Saya Mundur”. Dengan kata lain bahwa sandur berasal dari kata mesisan ngedur atau beksan mundur, karena sandur dipentaskan semalam ngedur (semalam suntuk).
Kesenian sandur merupakan kesenian yang terminologinya diambil dari anonim sandur: isane tandur (sa’wise tandur) yang berarti selesai bercocok tanam. Dengan kata lain bahwa seni sandur adalah salah satu bentuk ekspresi seni masyarakat agraris yang dilakukan selesai bercocok tanam. Disamping itu cerita yang ada dalam sandur, berbicara tentang gambaran kehidupan petani dalam menjalankan aktifitas agrarisnya.
Membicarakan kesenian tradisional kerakyatan yang berupa kesenian sandur. Seolah memasuki lorong gelap sejarah kesenian yang berbasis sinkretisme ini. Kesenian yang terminologinya lahir di tengah masyarakat agraris ini hampir punah keberadaan dan eksistensinya. Sehingga perangkat dan materi pertunjukannya banyak menyimbolkan idiom-idiom pertanian. Misalnya dalam dialog, pertunjukan sandur tema cerita yang diangkat bertemakan sawah, ladang dan kehidupan para petani yang ada di pedesaan.
Sebelum kesenian ini dipentaskan, biasanya diadakan upacara ritual terlebih dahulu. Peristiwa tersebut merupakan bagian awal pertunjukan atau pementasan, dengan kata lain ritual tersebut merupakan suatu bentuk mensucikan semua perangkat pertunjukan yang berupa jaran kepang (kuda kepang), cemeti atau cambuk (bahasa jawa: pecut), instrumen musiknya berupa: gendang, jidor, cimplungan, tamborin, dan gamelan jawa diantaranya: kenong, kempol, gambang kayu, saron demung, saron barong, pun perangkat lainnya. Biasanya pencucian tersebut dilakukan tujuh hari sebelum pertunjukan, dan dilakukan di tempat yang dianggap keramat atau yang dikeramatkan (di punden ).
Sebelum pementasan berlangsung, diawali prosesi ritual dengan pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang germo (pawang) sandur. Dalam adegan tersebut disertai mulut komat-kamit, tidak lain memberikan mantra pada alat-alat yang digunakan pada pementasan sandur tersebut, seperti barong, kuda kepang, cemeti dan alat lainnya, disamping ritual tujuh hari sebelum pertunjukan. Kemudian dilanjutkan berbagai tembang-tembangan diantaranya: tembang kembang lombok, kembang ganggeng, kembang wijen, kembang glonggong, kembang girang, kembang klopo, kembang lampes, kembang jeruk, kembang putat, kembang pucang, dan lain-lainnya, yang kesemuanya berfungsi meminta bantuan para roh penunggu desa guna terselenggara dan suksesnya pertunjukan kesenian tersebut.
Kesenian yang berbau magis ini,bersetting alam terbuka (tanah lapang) yang berbentuk segi empat, tiap sudutnya diberi tiang pancang dengan ukuran kurang lebih 1,5 m dan tiap-tiap tiang pancang tersebut diberi sesaji yang berupa kupat, lepet, janur kuning dan kembang wangi, khusus untuk kembang wangi dan kemenyan ditempatkan di sudut bagian Timur Laut (Jawa; pojok lor wetan) atau posisinya sebelah kanan pada waktu pertunjukan serta diberi tambang sebagai pembatas antara penonton dengan arena pertunjukan.
Kesenian yang berbasis di pedesaan ini, dalam mementaskan keseniannya semua aktor yang terlibat tidak menggunakan alas kaki, dimana aktor-aktor tersebut terdiri dari dua aktor perempuan dan sebagian besar aktornyanya ialah seorang laki-laki, baik pemain teater maupun pemukul instrumennya.
Kesenian sandur selain menggunakan gerak (tari) juga menggunakan dialog yang menggunakan bahasa Jawa campuran (bahasa Jawa: ngoko dan kromo), disamping itu juga menggunakan tetembangan (nyanyian Jawa). Pertunjukan sandur ini diawali dengan sebuah prolog yang dilakukan salah satu wiyogo (pemukul gamelan atau panjak) sebagai narator terhadap tema yang akan dipentaskan, dilanjutkan dengan adegan tari jaranan yaitu sebuah tari yang intinya hanya sebagai pengisi waktu menunggu cerita inti sandur. Tarian tersebut juaa diiringi dengan tembang-tembangan. Adegan ini dilakukan oleh dua orang laki-laki hingga ada yang sampai trance atau kesurupan, adegan macam inilah biasanya yang ditunggu-tunggu masyarakat pendukungnya. Setelah permainan tari jaranan (kuda kepang) selasai dilanjutkan adegan yang disebut pentolan, sebuah adegan yang berisi lelucon. Usai adegan pentolan barulah memasuki acara utama sandur. Uniknya kesenian sandur ini, disamping bagi sarana hiburan masyarakat pedesaan juga sebagai sarana terapi berbagai penyakit.
Cerita kesenian tradisional kerakyatan ini menggambarkan kehidupan masyarakat petani, mulai dari membuka lahan, membersihkan lahan, masa bercocok tanam, pemeliharaan tanaman, dan hingga pada akhirnya masa panen serta dilanjutkan pada proses pemujaan atau ritual kepada Dewi kemakmuran, sebagai ungkapan rasa syukur terhadap yang maha kuasa. Kemudian tokoh-tokoh dalam kesenian sandur pada pementasan tersebut, antara lain: Jasmirah, Balong, Petak, Jasmani, Pak Empang, Nyai Asil, Anton, Lithi, Pak Calak, dan seorang Germo. Dan tokoh tersebut merupakan tokoh absolut dipementasan sandur budi doyo, yang keberadaan dan eksistensinya di desa Yung,kecamatan Modo Kabupaten Lamongan (Letak kelahiran Gajah Mada, deklarator Sumpah Palapa –red).
Berkaitan dengan agenda pra pertunjukan, kesenian yang berbau magic diawali dengan mulu komat-kamit membaca mantra dibarengi pembakaran kemenyan atau dupa yang dilakukan seorang Germo (pawang sandur), dengan tujuan mendatangkan roh atau danyang yang ada disekitar wilayah pertunjukan, guna membantu kelancaran, suksesnya pertunjukan. Kemudian dilanjutkan tembang-tembangan, tari jaranan yang menggunakan properti kuda kepang, dan diakhir pra pertunjukan diisi semacam banyolan atau besutan.
Di samping itu pada acara pembukaan pertunjukan kesenian sandur, diawali sebuah prolog, yang dilakukan salah satu crew sandur, yang merupakan sebuah sinopsis dari cerita akan dipentaskan. Dilanjutkan dengan pengenalan nama-nama pemain, pemusik atau wiyogo. Nama-nama tokoh dalam cerita sandur, serta semacam kirap khusus tokoh cerita di pertunjukan, dengan mengelilingi arena pertunjukan.
Cerita pertunjukan sandur tersebut menggambarkan seorang pengembara mencarai pekerjaan, yang diperankan oleh tokoh Balong dan Pethak. Dalam pengembaraanya, kedua tokoh tersebut bertemu seseorang tokoh petani tulen, yang bernama Pak Empang, dan sekaligus dijadikan anak, di lanjutkan dengan membuka lahan, menanam, hingga proses menetik hasilnya (panen),diselingi acara ritual khitanan tokoh Pethak dan perkawinan pada tokoh Balong serta mendatangkan kesenian yang berupa seni tayub sebagai hiburan. Lebih jelasnya inti cerita kesenian sandur menggambarkan aktifitas masyarakat agrarisnya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar