Senin, 15 September 2008

Menemukan Rumi Lewat Matsnawi

Liza Wahyuninto

Sosok Maulana Jalaluddin Rumi kini mulai sering dibahas di seluruh penjuru dunia. Ketokohannya dalam bidang sufi dan sastra mulai menjadi perbincangan yang seolah tiada mengenal kata “lawas”. Tidak salah jika pada pertemuan pertama Fariduddin al-Attar dengan Rumi, dengan optimis ia meramalkan: "hari akan datang, dimana anak ini akan menyalakan api antusiasme ketuhanan ke seluruh dunia". Dan hari yang diramalkan oleh sang penulis karya agung “Musyawarah Burung” tersebut telah lama datang dan hingga kini masih dinikmati oleh kalangan pengkaji Rumi dan karya-karyanya.

Kemunculan kembali nama Rumi setelah lama terpendam sebenarnya meliputi banyak faktor. Rumi dikenal tidak hanya lewat aliran tasawuf yang didirikannya (baca : Maulawiyah), kebesaran namanya dalam bidang sastra telah mendunia. Atas karya-karyanya, banyak tokoh sastra dunia “mengangkat topi” karena kedalaman akan makna dan diksi yang sulit ditandingi. Di samping itu, faktor kekaguman akan karakteristik Rumi seolah menjadi trend baru.

Annimarie schimmel – salah seorang pengkaji dan peneliti karya-karya Rumi – mengatakan bahwa kekuatan rumi ada pada cintanya, suatu pengalaman cinta dalam makna manusiawi tetapi sama sekali didasarkan pada Tuhan, ia merasa bahwa dalam setiap do'a itu ada rahmat Ilahi, dan ia membukanya sendiri rahmat Ilahi itu, beserta dengan kehendak Ilahi, ia menemukan pemecahan bagi teka-teki taqdir dan mampu menjulang ke puncak kebahagiaan dari kesedihan yang paling dalam karena perpisahan.

Berbicara mengenai Rumi tidak akan terlepas pada dua hal, yaitu Tabriz dan karya-karya Rumi. Tabriz merupakan seorang sufi yang faqir dalam arti yang sebenarnya, namun mampu mencuri hati Rumi. Kemunculan Tabriz merubah segenap kehidupan Rumi, sama halnya ketika Musa bertemu dengan Khidir. Hanya saja perbedaannya, Tabriz bukanlah seorang nabi. Namun, baik Tabriz maupun Khidir keduanya membukakan ruang baru untuk digunakan sebagai pijakan. Pertemuan dengan Tabriz-lah yang mengantarkan Rumi akan mahabbatullah. Sayang, di saat-saat Rumi sedang intim dengan Tabriz takdir mengharuskan keduanya berpisah.

Kepergian Tabriz yang telah dianggap sebagai matahari bagi Rumi sempat membuat Rumi mengalami ”stress” yang cukup lama. Kehilangan seseorang yang menjadi penuntun hidup bereaksi pada kehidupan keduniawiannya, Rumi enggan untuk mengajar para murid-muridnya. Peristiwa ini berakhir ketika Rumi bertemu dengan salah satu muridnya, Husamuddin. Meskipun kehadiran Husamuddin tidak mampu menggantikan posisi Tabriz, namun lewat Husamuddinlah karya-karya Rumi tertuliskan. Lahirnya karya terbesar Rumi, Matsnawi fi Ma’nawi, merupakan ide cemerlang dari Husamuddin yang setia untuk menemani dan bersedia untuk menuliskan setiap tutur kata Rumi.

Di dalam matsnawi-lah akan banyak ditemukan pemikiran-pemikiran cemerlang Rumi. Seluruh ajarannnya tertuang di dalam kitab tersebut. Matsnawi berisikan penceritaan peristiwa-peristiwa suci, tanggapan dan tafsiran akan al-qur’an serta al-hadits. Secara gamblang, Rumi menceritakan dunia di dalam sebuah kitab bernama Matsnawi.

Menurut Profesor RA Nicholson, Matsnawi mengandung sesuatu kekayaan puisi yang mencerahkan. Tetapi para pembacanya harus menempuh jalan melalui apologi, dialog dan penafsiran-penafsiran nash-nash Qurani, kepelikan-kepelikan metafisis dan petuah-petuah moral secara bersamaan sebelum mereka memiliki kesempatan menikmati suatu bagian dari kidung murni dan tinggi. Maka tidak perlu kaget jika kemudian ketika membaca matsnawi menemukan pembahasan yang mengharuskan membuka madzhab-madzhab filsafat dunia.

Ini semua dikarenakan Mathnawi berisi penuh dengan spektrum kehidupan di dunia, setiap kegiatan manusia; religi, budaya, politik, perdagangan; setiap karakter manusia dari yang vulgar sampai yang halus. Hingga seperti tiruan dari dunia yang secara detail, sejarah dan geografi. Juga sebuah buku yang menampilkan demensi vertikal dari kehidupan -dari nafsu keduniawian, kerja, dan level paling mulia dari metafisik dan kesadaran cosmis.

Melahirkan (Kembali) Rumi lewat Matsnawi
Keajaiban pemikiran Rumi yang tertuang dalam Matsnawi jika mau dicermati akan banyak menemukan penyadaran akan jiwa yang selama ini hilang. Matsnawi yang berisikan peringatan, ancaman, analogi dengan diceritakan secara elok dengan bahasa sastra yang sempurna mampu menghujam langsung ke dasar hati. Seperti dibangunkan dari mimpi, begitulah pengibaratan pembaca-pembaca Matsnawi.

Sebelum kemunculan Matsnawi, telah ada Hadiqqah al-Haqiqah yang ditulis oleh Syekh Sana’i dan Mantiq al-Tayr buah karya Fariduddin al-Atthar. Ketiga karya ini menuliskan pemikiran akan tasawuf yang dituliskan dalam bentuk karya sastra. Sebenarnya masih ada karya lain, seperti yang ditulis oleh Ibn Thufail. Namun, keunggulan Matsnawi terletak pada nilai didaktis dan sastranya yang mengagumkan. Meskipun demikian, tidak mengurangi sedikitpun akan uraian keluasan dari lautan semangat kerohanian dan perjalanan manusia menuju dunia dan dari dunia menuju kebenaran hakiki. Sehingga pantas kiranya Matsnawi mendapat predikat sebagai al-Qur’an kedua bagi bangsa Persia.

Kitab yang ditulis dalam waktu 12 tahun ini oleh Afzal Iqbal dalam bukunya Life and Works of Rumi (1956) disebutkan bahwa Matsnawi terdiri dari 25.000 bait prosa lirik, dan Enciclopedia Britanica (vol. XIX, 1952) menyebutkan terdiri dari 40.000 bait. Dengan kekaguman inilah, Abdul Rahman al-Jami’ menyebut bahwa Matsnawi adalah Hast Quran dar Zaban-i Pahlavi.

Terlepas dari itu semua, Rumi akan dapat ditemukan ketika pembaca karya-karyanya mampu melukiskan ulang jiwa Rumi pada saat penulisan karyanya tanpa harus mengalami sendiri. Diharapkan dengan pencitraan ini, Rumi akan hadir selayaknya para pengikut aliran Maulawiyah yang begitu menikmati setiap putaran dalam tarian ekstasenya.

”Menari tidaklah menyerah pada rasa sakit, seperti butiran debu yang tertiup berputar dalam angin. Menari adalah ketika bangun di dua dunia, menyobek hatimu menjadi serpihan-serpihan dan membangunkan jiwamu," kata Rumi. Tentang tarian ini Rumi menggambarkan "Seperti gelombang di atas putaran kepalaku, maka dalam tarian suci Kau dan aku pun berputar. Menarilah, Oh Pujaan hati, jadilah lingkaran putaran. Terbakarlah dalam nyala api-bukan dalam nyala lilin-Nya”.

Para Pencipta Ulang Rumi
Jauh setelah Rumi meninggalkan kefanaan dunia, lahirlah Muhammad Iqbal pada 1873 M. Iqbal pernah bertutur bahwa dirinya pernah ditemui Rumi di dalam mimpinya. Setelah pertemuan tersebut, Iqbal kemudian mengklaim Rumi sebagai guru spiritualnya. Setiap karya dan pemikiran Iqbal tidak luput dari corak pemikiran Rumi.

Dalam salah satu pendapatnya, Iqbal mengungkapkan bahwa ”Tuhan bukan lagi keindahan luar tetapi sebagai kemauan Abadi. Keindahan adalah hanya salah satu sifatNya selain Esa. Tuhan menyatakan Eksistensinya bukan pada wilayah dunia yang terindera tetapi dalam ruang yang sangat pribadi dan terbatas, jadi mengetahui Tuhan hanya bisa lewat jalan pribadi. Dengan menemukan Tuhan jangan biarkan Ego kita terserap oleh Tuhan,tetapi kitalah yang berusaha menyerap sebanyak-banyaknya sifatnya. Sehingga ketika Ego beruba menjadi super Ego maka ia akan naik sebagai wakil Tuhan.”

Iqbal kemudian berhasil mengenalkan Rumi kembali pada dunia. Dan selanjutnya tidak hanya Iqbal, tokoh-tokoh sastra Barat-pun ikut melakukan pengkajian yang membuat nama Rumi semakin populer di telinga masyarakat dunia. Namun, meskipun Rumi hanya dikaji lewat sastra, pemikiran sucinya akan konsep ketuhanan tidak dapat dipisahkan. Ini juga tidak dapat dipisahkan dari tarekat Maulawiyah, aliran tarekat yang didirikan oleh Rumi yang berpusat di Anatolia, Turki. Lewat aliran darwis berputar inilah konsep ketuhanan Rumi juga ditunjukkan.

Rumi akan terus terlahir lewat karya-karyanya, lewat setiap kata-kata magicnya hingga mampu menjadi penuntun spiritual sebagaimana yang dirasakan oleh Iqbal. Untuk mampu menari menuju puncak ekstase sebagaimana yang digambarkan Rumi tidaklah harus dengan mengulang cerita pengembaraan Rumi, namun akan mampu ditemukan dengan melakukan perenungan akan setiap paparan Rumi akan dunia dalam karyanya.

Sebagai penutup tulisan ini, perlu dditegaskan bahwa bagi Rumi, kata-kata adalah cahaya yang menerangi keraguan dan penglihatan atas cinta Tuhan. Maka wajar jika dalam setiap karya-karyanya, ungkapan pesan cinta begitu universal dan ini merupakan wujud bahwa semua orang dapat hidup berdampingan secara damai.

”Kuingin sebuah dada koyak sebab terpisah jauh dari orang yang dicintai, dengan demikian dapat kupaparkan kepiluan cinta” (Matsnawi fi Ma’nawi)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi